“Pocong itu bentuknya gimana?”
“Barusan lo nyadar nanya apaan?”
Lelaki itu menoleh sebelum mengangguk penuh semangat diselingai seringai, menampakkan kerutan-kerutan halus di bibirnya. Membuat sang teman menggeleng, tiba-tiba saja bagian bawah kulit lengannya merasakan hawa dingin di sekelilingnya, padahal cuaca malam ini biasa saja malah cenderung normal.
“Gue kepo. Lo kan, paham begituan,” katanya bernada enteng.
Yuta meliriknya skeptis, masih dengan gelengannya. “Nanya Siyeon aja jangan gue.”
“Dih, pelit amat lo.”
“Bukan pelit, tapi pertanyaan lo aneh. Ini malam Jum’at, tolol.”
“Halah, mau Jum’at atau kagak, sama aja.” Lagi-lagi perkataannya bernada enteng, seolah tak takut dengan mitos yang beredar secara luas bahwa malam Jum’at itu rawan akan cerita yang berbau mistis. Lelaki ini mempercayainya, cuma tidak begitu menanggapi dengan serius. Justru dia tertarik ingin menggali lebih dalam setiap cerita, penasaran terkait kebenarannya.
“Pocong aslinya itu gede, tinggi, dan terbang bukan loncat,” sahut si gadis bersurai panjang itu.
Lantas lelaki di depan Yuta semakin tertarik ingin tahu kisah si pocong. “Terus, terus.”
Siyeon menarik pandangan ke arah Yuta yang kini menggeleng keras sebagai imbauan agar dia berhenti menuruti keingintahuan Jimin.
“Buruan, Yeon, jelasin lagi.” Namun, sepertinya lelaki ini masih penasaran tentang kelanjutannya. Jimin sampai menarik tangan Siyeon supaya bercerita lagi padanya. “Lebih sereman mana sama kuntianak?”
Siyeon terkekeh kecil. “Seriusan lo? Dua-duanya sama-sama serem, Jim. Tapi pocong lebih bau dan sukanya muncul di tempat sepi, apalagi kalau lo lagi sendirian gitu. Paling iseng juga, sukanya ngeludah, pokoknya jangan sampai deh, lo kena ludahnya karena baunya busuk abis.”
“Lo pernah digituin?”
“Amit-amit, dah.” Pundaknya bergetar merinding sekaligus risih membayangkan posisinya terludahi oleh pocong. “Mukanya tuh item, hancur banget. Dibandingkan kuntilanak yang kadang bisa jadi cantik, pakai pakaian sinden gitu.”
“Widih, keren dong, kuntilanaknya.”
“Ngawur. Keren dari mananya coba? Yang ada serem, iya,” timpal Taehyung melototinya horor. “Lo tuh, jangan sok berani deh, segala nanya soal setan. Mendingan makan tuh, ayam yang teranggurin.”
“Bawel lo, Tae. Gue penasaran malah disuruh diem.”
“Penasaran lo nggak mutu, anjir!” Dilemparnya tisu kotor ke muka Jimin. Pas banget posisi dia mau ngomong, jadi sebagian tisu masu ke mulutnya. Lelaki itu pun mengumpat, setelah membuangnya, giliran dia balas melempar tisu bekasnya yang basah sehingga terjadilah insiden lempar tisu di meja McDonalds pada malam tersebut.
Yuta yang tiba-tiba diam lalu teringatkan sesuatu. “Eh, ngomong-ngomong, Bobby kemarin ngajakin kita join klub pencari hantu. Tertarik ikut?”
Perang tisu itu kontan terhentikan atas pengakuannya. Keduanya serentak menoleh ke Yuta dengan ekspresi sama-sama bertanya.
“Seriusan?” ujar Jimin membelalak jadi excited sendiri dengan ajakannya. “Ikutlah, ikut. Gue mau banget, pasti.”
Berbeda sama Taehyung yang langsung menggeleng tak setuju. “Nggak deh, mending rebahan aja, daripada mengusik kehidupan makhluk gaib. Ngak baik, Coy.”
“Bener.” Siyeon sependapat sama penyataannya. “Mereka kalau diganggu kadang jadi ganas.”
“Halah, bilang aja lo pada cupu,” imbuhnya sok berani. “Lagian, klub begituan belum tentu ketemu juga, sekalipun ketemu ya, rejeki nomplok. Anggap aja buat senang-senang, ngisi waktu luang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Di sini ada setan | taesoo ft. 95L [✔]
FanfictionBerawal dari ajakan temannya membuat klub pencari hantu. Kehidupan Jisoo mendadak berubah menjadi petualangan mistis, berburu, dan mengungkap kematian seseorang. Bersama teman-temannya, juga Taeyong, cowok yang dapat melihat hantu. ©2020 | Hippoyeaa