18. I'm tired📍

97 36 2
                                    

Pemandangan indah, bukit sejuk, awan cerah, banyak bunga dan pohon yang terlihat subur, dan dihiasi oleh kupu-kupu yang berwarna-warni.

Burung-burung berkicau menyambut kedatangan gadis dengan gaun putih dan rambut tergerai bebas, sangat cantik. Dia Pahelsca, si gadis yang tak diinginkan oleh keluarganya.

Tempat yang indah namun tak ada satupun manusia yang berada disitu, membuat suasana terasa sepi dan sunyi. Kedamaian yang Pahel rasa, hanya Pahel sendiri yang berada disini.

Pahel berjalan melangkah maju dengan pelan, mengikuti kemana kupu-kupu berwarna biru pergi, seakan tersihir akan kecantikan yang dimiliki kupu-kupu itu.

Tanpa sadar, Pahel sudah terlalu jauh berjalan, ia menengok kesegala arah untuk mencari jalan keluar, namun atensinya teralihkan kepada gadis kecil dengan pakaian yang sama dengannya, gadis itu sedang bermain ayunan.

Pahel tampak familiar dengan wajah gadis kecil itu, ia seperti mengenal bahkan sangat. Ia mencoba mengingat-ingat siapa gadis itu, dan ia sadar bahwa gadis kecil itu adalah temannya, dia Jeslyn.

Pahel menghampiri Jeslyn dengan perlahan, Jeslyn tampak bahagia, terlihat dari wajahnya yang berseri-seri. Pahel berhenti di depan Jeslyn membuat Jeslyn menghentikan permainan ayunannya.

"Kamu dateng?" girang Jeslyn.

"Dateng apa?" bukannya menjawab, ia malah balik bertanya.

Jeslyn tersenyum. "Kamu mau ikut aku?" pertanyaan yang paling sering Jeslyn lontarkan untuk Pahel.

Pahel mengangguk. "Aku mau pulang, ayo pulang," ajak Pahel, Jeslyn menggeleng.

"Aku mau kamu yang ikut aku, bukan aku yang ikut kamu," tekan Jeslyn.

Pahel menyeritkan keningnya bingung. "Kamu kenapa sih?" kesal Pahel.

"Kita bakal disini terus sampai ada yang menjemput kita ke surga," jelas Jeslyn.

"Ga Jes, aku belum siap," tolak Pahel yang melepaskan tangannya dari genggaman tangan Jeslyn.

Mata Jeslyn berkaca-kaca. "Aku nunggu kamu Hel," mohon Jeslyn. "Oke aku bakal ikut kamu, tapi kalo waktunya kamu pergi, kita pergi bareng," putus Jeslyn membuat Pahel mengangguk kaku.

"Aku mau jalan-jalan disekitar sini Jes," ujar Pahel dengan mata yang menyusuri seluruh penjuru taman.

Jeslyn menggeleng. "Apa kamu mau bikin mereka sedih karena kamu betah disini?" tanya Jeslyn.

"Maksudnya?."

"Mereka nunggu kamu Hel."

"Aku? kenapa ditunggu?".

"Ya karena mereka peduli."

Pahel menggeleng. "Aku gapaham," aku Pahel.

Jeslyn tersenyum greget. "Udah ayooo!" Ujarnya sambil menarik tangan Pahel untuk mengikutinya.

***


Seorang gadis tengah melamun di atas bankarnya, ia sendiri. Tak mau ditemani siapapun, bahkan tak ada kata yang terlontar dari mulutnya kecuali 'keluar'.

Pahelsca yang dingin, pendiam, bahkan tak tersentuh kini telah membuka matanya sejak satu jam yang lalu, tak ada yang berani mendekatinya termasuk Siska. Sebelumnya, Siska tak pernah melihat Pahel seperti ini, bahkan ini lebih parah daripada sifat yang ia tunjukkan biasanya. Sangat dingin dan tak tersentuh.

Berkali-kali bahkan ribuan kali Elina mengetuk pintu ruang inap Pahel, namun tak ada tanda-tanda Pahel menyuruhnya untuk masuk. Elina tak tau apa yang menjadi penyebab Pahel berubah seperti ini.

Sedangkan Rain sedang duduk di kursi tunggu bersama Genta yang sama kacaunya dengan dua perempuan itu. Gattan? ia pamit untuk pulang sebelum Pahel sadar tadi.

Ingatan mimpi dimana dirinya bertemu Jeslyn terngiang kembali di kepalanya, ia menggeleng. "Jeslyn," panggilnya lirih, ia berharap Jeslyn benar-benar ada di sampingnya.

Sosok gadis cilik muncul begitu saja saat Pahel memanggil namanya. "Apa," ketusnya.

Pahel mendongak dan tersenyum tipis. "Maaf," entah dengan tujuan apa ia meminta maaf kepada Jeslyn membuat Jeslyn menyeritkan keningnya bingung.

"Apasih Hel? kamu ga liat itu temen kamu di depan pada nunggu kamu, kamu suruh mereka masuk gih," suruhnya.

Pahel menggeleng. "Mereka harus jauh dari Pahel, Pahel ga mau ketemu mereka," ungkapnya.

Jeslyn terkekeh mengejek. "Siapa lagi yang mau sama manusia naif kaya kamu? Siska? dia ga bakal bisa nemenin kamu terus, Aku? hahaha aku aja ga bisa terus-terusan di samping kamu," jelasnya.

"Kamu tau Pahel? aku tau pikiran kamu saat ini, dan pemikiran kamu pendek banget, kamu terlalu naif, kamu selalu overthinking. Apa kamu ga mikirin perasaan mereka? kalo kamu terus terusan kaya gini, mereka juga muak Hel," lanjutnya menggebu-gebu, ia kesal sendiri dengan sifat Pahel yang semakin lama semakin menjauhi semua orang, termasuk temannya dan Siska.

"Terserah kamu sekarang mah," final Jeslyn yang langsung melenggang pergi.

Pahel termenung, memandangi lantai dengan pandangan kosong, ia tak mengarti mengapa dirinya seperti ini. Yang jelas, ia tak mau melihat gurat kesedihan tertera di wajah teman-temannya, ia tak siap. Terutama Genta.

Pintu terbuka dengan tiba-tiba, disitu berdiri Genta, ia harus menemui Pahel dan menenangkan perempuan itu, ia menghampiri Pahel yang sedang menatap lantai dengan kosong.

"Hel," panggilnya membuat Pahel mendongak dan menatap dalam manik mata Genta.

"Kenapa, hm?" tanya Genta lembut sambil mengusap surai panjang milik Pahel, Pahel menggeleng.

"Pahel kuat kan? Pahel harus bisa, ada Genta sama temen-temen Pahel disini," lanjutnya dengan aktifitas yang masih sama.

Pahel menghembuskan nafas sejenak. "Lo marah?" pertanyaan pertama lolos dari bibir Pahel.

Genta menggeleng. "Gue ga marah, cuma kecewa."

Pahel meringis pelan merasa bersalah. "Maaf," ungkapnya sambil menunduk.

Genta menarik dagu Pahel pelan supaya Pahel mau menatap kearahnya. "Apapun yang terjadi, jangan lo sembunyiin ya?" Genta berujar lembut dengan mata yang menatap Pahel dalam.

Pahel mengangguk, lalu menggeleng. "Pahel ga janji."

"Harus janji dong."

"Gue ga janji."

Genta mengalah. "Kenapa lo ga bilang kalo lo sakit parah?" ujarnya mengalihkan topik pembicaraan.

Pahel tersenyum tipis. "Menurut lo?" bukan menjawab, malah balik bertanya.

"Karena takut gue khawatir ya?" sahutnya sambil menarik-turunkan alisnya dengan senyum menggoda.

Pahel terkekeh. "Gue gamau lo khawatir," jeda sejenak, menarik nafas panjang. "Dan gue kuat," lanjutnya dengan kekehan, tetapi matanya mengeluarkan tetes-tetes air mata yang menghiasi pipi cantiknya.

Genta memandang Pahel, ia menarik Pahel ke dalam dekapannya. "Pahelsca ga boleh nangis, kan tadi lo bilang lo kuat," ujarnya memberi semangat.

Pahel semakin terisak didekapan Genta. "I'm tired," ujar nya dengan isakan yang terdengar pilu.











"Aku manusia dan aku punya rasa lelah".















HELLO...
JANGAN LUPA VOTE AND KOMENN YAA❤️


FOLLOW AKUN INI DAN AKUN INSTAGRAM @avr_vee.









MON MAAP GADAPET FEELNYA.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang