4. Rapuh📍

256 101 60
                                    

Isakan demi isakan terdengar jelas di indra pendengaran Gattan, ia melihat sekeliling, seketika matanya membola ketika ia menangkap sosok perempuan yang menangis di dekat wastafel, ia kenal perempuan itu, Pahel!.

Saat Pahel keluar tadi, Gattan ikut keluar, ia ingin pergi ke Roftoop, tetapi niatnya ia urungkan karena mendengar isakan tangis dari sosok perempuan itu.

Gattan menghampiri Pahel, ia menepuk pundak Pahel membuat Pahel terkejut dan langsung menengok, ditatapnya wajah Gattan dengan pandangan tajam.

"Ga usah mandang gue gitu," Gattan berujar karena merasa risih.

Pahel bangkit dan berjalan menuju luar kamar mandi, tak mungkin jika ia masuk kelas dalam keadaan kacau kan? ia memutuskan untuk ke taman belakang sekolahnya.

Pahel duduk, ia kembali menatap kosong ke depan, ia bingung harus apa. Sekeras apapun Pahel usaha, sekeras apapun Pahel membuang kenangan itu jauh-jauh, tetap saja, kenangan itu takkan pernah hilang dari pikirannya. Bagaikan kaset rusak yang terus menerus bersarang di otaknya.

"TUHANN PAHEL CAPE!" Teriak Pahel sambil mengacak-acak rambutnya.

"PAHEL CAPE! PAHEL NYERAH TUHANN!" ia tau, takkan ada yang tau apa maksudnya.

"PAHEL SENDIRI, PAHEL GA KUATT, PAHEL BUKAN WANITA TANGGUH!" isakan tangisnya semakin kencang yang disambut angin sejuk.

Pahel sekarang berada dititik terlemah, dimana ia putus asa, ia tak tau harus apa, ia lelah.

Siapapun tolong gantikan posisi Pahel, tolong bimbing Pahel untuk menjadi orang yang kuat dan tangguh, tolong bimbing Pahel. Andai semuanya tau perasaan Pahel, ia diabaikan kedua orangtuanya, ia diasingkan keluarganya, dan ia tak tau kemana arah tujuan hidupnya.

Semuanya, semuanya telah berubah.

Semuanya telah pergi meninggalkannya.

Satu persatu orang tersayangnya pergi.

Tak ada yang peduli dengannya lagi.

Ia hanya ingin bahagia, apakah sesulit itu?

Ia ingin bahagia seperti yang lain.

Ia ingin menjadi Pahel yang kuat.

"Kalo emang Pahel hidup cuma buat menciptakan kesialan, kenapa Pahel lahir?" tanyanya.

"Kenapa takdir begitu kejam sama Pahel?! apa salah Pahel tuhann!" Teriaknya untuk kesekian kalinya.

"KALO EMANG SEMUANYA BENCI SAMA PAHEL, KENAPA GA BUNUH PAHELL?!" Teriakan demi teriakan terus Pahel lontarkan diselingi air matanya yang jatuh bergantian.

"KENAPA KALIAN NYIKSA PAHEL SECARA PERLAHAN? KENAPA? KENAPAA TUHANN?!" tubuh Pahel luruh, air matanya terus jatuh, darah segar mengalir dari hidungnya, matanya terpejam erat, seolah menikmati keindahan alam, nyatanya? ia sedang menikmati sakit yang tak bisa di deskripsikan.

"Mama, peluk Pahel," pinta Pahel dengan mata yang masih terpejam.

"Papa, bimbing Pahel," ujarnya lagi.

"TUHAN AMBIL PAHEL!" teriak Pahel untuk kesekian kalinya dengan mata terbuka dan tangisan yang semakin kencang.

"Ambil Pahel tuhan, Pahel ikhlas," lirih Pahel dengan tangan yang menutup mulutnya rapat-rapat.

Terdapat beberapa orang dari balik tembok pilar yang sedang menatap Pahel dengan pandangan iba, mereka menahan tangis, mereka yang melihat Pahel saja tak kuat, bagaimana dengan Pahel sendiri?.

Mereka adalah para guru dan satpam yang berlari menuju taman belakang karena teriakan Pahel.

Bu indah selaku guru kimia menghampiri Pahel, ia menatap punggung rapuh milik Pahel.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang