17. Kehilangan📍

106 38 4
                                    

Satu minggu telah berlalu, namun Genta juga belum bertemu dengan Pahel, ia bingung. Dimana Pahel? apakah dia menghilang lagi?.

Koridor demi koridor ia telusuri, ruangan demi ruangan ia tiliki, dan kelas demi kelas ia datangi, namun ia juga tak menemukan Pahel.

Ia memberhentikan langkahnya di depan kelas Pahel, di dalam sana terdapat Rain dan Elina yang sedang mengobrol satu sama lain. Tanpa pikir panjang, ia memasuki kelas Pahel dan menghampiri keduanya.

Elina mendongak guna menatap wajah Genta. "Kenapa kak?" tanyanya sopan.

"Pahel mana?" Genta berujar to the point.

"Loh, emang belum tau?" sela Rain saat melihat Elina akan membuka mulutnya, Genta yang ditanya seperti itu bingung, ia menggeleng.

"Pahel koma," ceplos Elina membuat Rain reflek menginjak kakinya, Elina meringis pelan saat kakinya terasa berdenyut.

Genta mengerutkan keningnya bingung. "Hah? koma?" herannya, merasa dua perempuan di depannya ini sedang mengigau.

Elina dan Rian mengangguk kaku. "Kenapa?" cecar Genta.

"Sakit," jawab Rain seadanya, tak ada yang perlu ditutupi lagi menurutnya.

"Dirumah sakit mana?" Genta bertanya panik.

"Udah dari seminggu, tapi baru tau sekarang," sindir Rain yang tiba-tiba merasa kesal.

"Dirumah sakit mana?" tanya Genta lagi tak memperdulikan sindiran pedas dari Rain.

"Bel pulang, lo kesini aja kak, biar bareng dateng kerumah sakitnya," usul Elina saat melihat muka muram milik Rain.

Genta mengangguk. "Ntar gue dateng, thanks!" setelahnya ia melenggang pergi.

"Pengen banget ngebejek tu orang," Rain berdumal sebal.

"Kenapa sih?" Elina merasa aneh dengan temannya ini.

"Ya sahabatnya masuk rumah sakit dari seminggu yang lalu aja dia gatau. Sahabat macam apa dia?" sewotnya pada Elina.

"Dia kan harus ikut olimpiade di Bandung Rain, mungkin ga sempet," bela Elina.

Rain mendelik. "Ohh, lo lebih ngebela Genta buana daripada sahabat kita?" sinisnya.

"Namanya buka Genta buana," ralat Elina.

"Lah mau nama dia Genta buana kek, Genta iguana kek, Genta buaya kek. Gue ga p.e.d.u.l.i." Rain menekan kata peduli pada akhir kalimatnya.

"Terserah lo," final Elina, ia tau temannya ini sedang datang bulan. Makanya sifatnya seperti setan tak dikasih makan.

Rain berdecak kesal sambil sesekali terus menggumamkan sumpah serapah kepada Elina maupun Genta membuat Elina harus menutup telinganya rapat-rapat.

"Eh entar mampir dulu ke minimarket," perintah Rain.

"Ngapain?" tanya Elina.

"Beli cemilan lah, pasti kalo udah di ruangan Pahel kan mager banget tuh kalo mau keluar," ujarnya, Elina hanya menganggukkan kepalanya, toh yang menyetir juga Rain.

***

Bunyi mesin EKG menemani sunyinya ruangan ini, menemani kegundahan, kekhawatiran, dan kegelisahan dari seseorang yang sedang duduk termenung di dalam sini.

Disini, Gattan menemani Pahel sepanjang hari, entah apa yang ia lakukan, yang jelas ia tak ingin terjadi sesuatu yang tak diinginkan.

Gattan duduk termenung di samping bankar Pahel, sudah dua hari ia tak memasuki sekolah dengan alasan ada acara keluarga. Nyatanya? ia melakukan ini semua demi Pahel.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang