35. The first day kemo📍

72 32 8
                                    


35. The first day kemo

Jangan takut;).

***

"Hallo putri kecilnya aku," sapa Siska yang baru terlihat batang hidungnya setelah beberapa minggu menghilang dari pandangan Pahel, urusan pekerjaan katanya. "Gue kangen bangett sama lo ughh, jarang kerumah, betah di Apartemen ya?" tanyanya sendu.

Pahel tak berniat untuk menanggapi pertanyaan Siska dengan berlebih, ia hanya menjawab dengan senyuman tipis. Tak ada mood bagus untuk tertawa saat ini, semuanya terasa hambar.

"Gimana? udah agak enakan?" tanya Siska lagi membuat Pahel mengangguk pelan.

Yang dirasakan Pahel saat ini bukan hanya lemas, namun ia juga merasakan punggungnya yang sakit, entah faktor dari penyakitnya atau faktor karena ia jarang olahraga. "Hm, denger-denger, lo ga mau kemoterapi?" ujar Siska lagi untuk memecahkan keheningan.

"Masih mikir," jawab Pahel ala kadarnya.

Siska menghembuskan nafasnya pelan. "Dirumah sakit gue, ada pendonor ginjal, mau?" tawar Siska, bodoh memang jika berharap Pahel mau, tapi tak ada salahnya untuk mencoba kan?.

Pahel menggeleng. "Cafe?" tanya Pahel, Siska mengarti alur pembicaraan Pahel.

"Cafe beres, semuanya udah aman terkendali," kekeh Siska. "Lo yakin ga mau nerima tuh kafe? mayan loh," ujar Siska membujuk.

"Gue bantu ngurus aja, ga mau seutuhnya," balas Pahel. Pahel diberikan cafe oleh nenek dari papanya, namun ia menolak dengan alasan tidak bisa mengurus semuanya, dan Mrs.Adrand memaksa agar Pahel menerima untuk menebus rasa bersalahnya karena anaknya, Ronald. Pahel tetap menolak dan berkata jika ia akan belajar untuk mengolah cafe dengan baik dahulu, barulah cafe itu pindah nama atas nama Pahel, dan ide itu disetujui oleh Mrs.Adrand.

Siska mengangguk. "Gue ngerti," sahutnya disertai senyuman tipis.

Uang yang diberikan Siska selalu Pahel tabungkan, sedangkan ia sehari-harinya memakai uang dari hasil cafe, harus hemat karena memang itulah keadaan Pahel.

"Kaa," panggil Pahel ditengah-tengah keheningan, Siska yang sedang bermain ponsel pun mendongak untuk menatap Pahel lalu menyeritkan keningnya.

"Kenapa?."

"Gue ga mau ke—," perkataan Pahel dipotong secara paksa oleh Siska karena Siska tau apa yang akan diucapkan Pahel.

"Kita ga maksa lo untuk mau sekarang, tapi bukan berarti lo gausah kemo," sakras Siska.

"Biayanya mahal," cicit Pahel.

Siska tertawa terbahak-bahak mendengar penuturan Pahel yang sangat menggemaskan dan juga mengesalkan. "Lo anggep gue apa sih?" tanyanya dengan nada yang sedikit kecewa. "Ada gue, ada temen-temen. Gausah mikir biaya, yang penting lo sembuh," tutur Siska yang mampu membuat Pahel mengangguk.

"Oke, gue mau kemo," seru Pahel pada akhirnya yang mengagetkan Siska.

"Lo serius?!" jawab Siska dengan binar kebahagiaan.

"Demi kalian," lirih Pahel disertai senyuman tipis yang terpatri di bibirnya.

"Oke, hari ini juga ya?" tawar Siska diangguki oleh Pahel, Siska bangkit dari duduknya dan langsung memeluk dengan erat tubuh Pahel, setelahnya Siska keluar dari ruangan Pahel untuk mempersiapkan persiapan kemoterapi yang akan dilakukan beberapa menit mendatang.

"Siap ga siap," lirih Pahel sambil menatap punggung Siska yang menghilang dari balik pintu.

Sebenarnya jika Pahel diberikan pilihan untuk transplantasi ginjal atau kemoterapi, ia akan lebih memilih tranplantasi ginjal, karena ia pikir setelahnya tak akan bolak-balik ke rumah sakit lagi. Namun, pemikiran seperti itu ia urungkan mengingat banyaknya orang-orang di luar sana yang rela menjual ginjalnya demi menjamin kehidupan kedepannya. Pahel tak mau sembuh di atas penderitaan orang lain, ia akan merasa ia lah manusia terjahat yang pernah ada di dunia.

"Good girl," kekeh Jeslyn yang sedari tadi berada di sebelah Pahel.

Pahel hanya meliriknya sekilas dengan pandangan yang sulit diartikan. Susah baginya untuk menuruti permintaan dari orang-orang sekitarnya, namun apa boleh buat? demi kebahagiaan mereka , apapun akan Pahel lakukan.

Jantung Pahel seketika berdegub dua kali lipat dari biasanya ketika melihat para perawat memasuki ruangan Pahel. "Dengan Pahelsca?" tanya salah satu perawat disertai senyum tipis yang terpatri di wajah cantiknya.

Pahel hanya membalas dengan anggukan. "Tiga puluh menit lagi kemoterapi akan dilaksanakan," beritahunya. "Persiapkan diri saja ya kak, untuk segala kebutuhan sudah dipertanggung jawabkan rumah sakit."

Lagi dan lagi Pahel hanya mengangguk, mengingat ketidakbagusan moodnya saat ini.

"Jangan cuek-cuek Hel," peringat gadis cilik yang lagi dan lagi berkomentar tentang dirinya membuat Pahel berdecih sinis.

"Komen mulu," kesal Pahel yang hanya dibalas cibiran oleh Jeslyn.

"Hel, setelah kemo, gue ga punya banyak waktu untuk nemenin lo, jadi sementara Lo gue titipin dulu ke Genta ya?" izin Siska yang berdiri di depan pintu ruangan Pahel.

"Kemana?" tanya Pahel, terbesit sedikit nada sedih dan kecewa dalam ucapannya serta pikirannya.

Siska menggidikkan bahu. "Boleh ya?" tanya Siska memastikan.

Pahel tersenyum tipis. "Hak ka Siska, aku gabisa ngelarang," ujarnya yang membuat Siska tersenyum manis.

"Kemoterapi hari ini gue temenin ko! first day!" seru nya dengan menggebu membuat Pahel memutar bola matanya malas namun tersenyum juga.

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

Fyi, ini crita dr Oktober 2020, dan baru aku publish 2021. Dan ternyata pas aku cek lagi, part ga lengkap semua, jadi kalo critanya sdikit membingungkan komen aja ya!.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang