44. Yang tidak diinginkan

91 21 0
                                    

44. Yang tidak diinginkan

***

Koridor rumah sakit kini terdengar sangat berisik dengan suara langkah kaki yang saling bersahutan tiada habisnya. Berbondong-bondong orang berdatangan menuju satu ruangan yang sama, disitu, di ruangan itu, dan di atas bankar di dalam ruangan itu, lagi dan lagi sesosok gadis yang sama terbaring tak berdaya. Ditemani alat-alat pembantu dirinya untuk terus bernafas walau dengan matanya yang terpejam dengan rapat.

Semuanya tampak panik, dengan keringat mengucur serta dada yang berdegup dengan tidak normal, semuanya memandang kearah gadis itu, gadis yang selama ini menemani mereka, gadis yang selama ini bersama mereka, kini, untuk kesekian kalinya, dia jatuh kembali.

Pahelsca pricillaadisti cristova.

Ya.

Satu nama yang mungkin sudah bisa ditebak dengan mudahnya. Cerita ini bukanlah tentang teka-teki, ataupun permainan tebak-tebakan, dimana yang benar akan mendapatkan hadiah dan yang salah mendapatkan hukuman. Cerita ini adalah cerita yang menceritakan tentang garisan takdir untuk sang tokoh utama. Pahel.

•back•

Tak ada yang berani membuka suara, suasana saat ini dalam keadaan tegang, setelah Pahel dinyatakan koma.

Hanya doa yang mereka panjatkan untuk Pahel, hanya Tuhan yang tau bagaimana hidup Pahel selanjutnya, dan hanya Pahel yang dapat merasakan bagaimana jalan hidupnya.

Sedari tadi, terlihat Genta sibuk dengan ponselnya, mengotak-atik, meng-klik layar, bahkan sesekali menonjok ponselnya sendiri karena kesal. Genta sedang menghubungi seseorang yang penting menurutnya, atau mungkin menurut semua orang yang ada disini, termasuk Pahel?.

Mulutnya terus mengumpat dengan kata-kata kasar, matanya menyiratkan emosi, dadanya naik turun tanda ia sedang menahan emosinya. Ponselnya berdering, dengan segera Genta mengangkat panggilan yang tertera di layar ponselnya.

Kakinya melangkah menjauhi teman-temannya yang masih menunggu di depan ruangan Pahel, tanpa pamit.

"Ko bisa?" beri Elina tepuk tangan yang meriah karena telah berani membuka suara untuk yang pertama kalinya setelah sekian lama disini.

"Gangerti gue," jawab Gattan tanpa memandang kearah lawan bicara.

"Lah?" heran Elina.

"Ka Siska yang ngebawa Pahel kesini," beritahu Rain.

"Tau dari mana?" sinis Rayyan, maklumkan saja.

"Ka Siska," ketus Rain, rasanya sangat malas jika harus berdebat dengan Rayyan, apalagi dalam kondisi yang seperti ini.

"Halah, paling Siska tuh yang sengaja," sahut Ardan.

Sontak Elina dan Rain menoleh secara bersamaan ke arah Ardan dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan. "Maksud lo apaan?" tanya Rain dengan lantang sambil berdiri dari duduknya.

"Udah Rain udah," ujar Elina yang ikut berdiri untuk menenangkan Rian.

Ardan terkekeh sinis. "Maksud gue?" jawabnya sambil menunjuk dirinya sendiri. "Logikanya gini, Pahel nginep di rumah Siska, terus besoknya dia koma. Kemarin-kemarin dia ga nginep di sana baik-baik aja tuh," balas Ardan.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang