1. Memories📍

745 136 227
                                    

PRANG!


Terdengar suara bising dari balik pintu. Suara yang membuat dirinya ketakutan, suara yang membuat seluruh badannya gemetar hebat.

Di luar sana, terlihat sangat berantakan oleh barang yang berserakan di lantai. Teriakan disertai bentakan, bahkan cacian yang saling mengadu.

Di depan sana, ada Ibu dan Ayahnya, ralat. Ayah tiri Pahel. Mereka sedang beradu argumen, mereka saling melemparkan cacian, mereka saling memandang benci satu sama lain. Tak ada yang mau mengalah, ataupun kalah.

"PERGI DARI SINI! SAYA MUAK MELIHAT ANDA!" teriak Mama Pahel dengan mata yang menyorot tajam ke arah lelaki dewasa di depannya.

"Apa kamu gila?! Ini sudah larut!" jawab lelaki dewasa itu.

"Saya tidak peduli!" ujar Mama Pahel yang langsung membanting vas bunga di sampingnya, membuat Pahel terkejut.

Pemandangan seperti ini sudah biasa ia lihat, sudah kebal, tapi entah kenapa ia masih merasa takut, bahkan sangat.

Ia sampai berfikir bahwa ia tidak mau menikah, alasan yang terdengar konyol hanya karena takut akan perdebatan, tetapi hanya Pahel yang merasakan, Pahel yang mengalaminya.

Pahel benci bentakan, Pahel benci cacian, Pahel benci teriakan. Ia ingin hidup damai.

"Tuhan, kapan penderitaan ini akan berakhir?" ujar Pahel di dalam kamarnya disertai tangisan pilu.

Tok tok tok

"Non Pahelsca, apa Non sudah tidur?" suara lembut di sertai ketukan pintu membuat Pahelsca menutup mulutnya rapat-rapat agar isakannya tak terdengar oleh orang yang berada di luar sana. Dia Bi Imah, pembantu rumah tangga yang merawat Pahelsca sedari kecil, hingga sekarang. 3 SMP.

"PAHELSCA, KELUAR KAMU!" bentakan itu, bentakan yang paling ia hindari.

"Pahelsca, Mama bilang keluar!" teriaknya dari luar pintu kamar Pahelsca yang terkunci, ia tau apa alasan Mamanya membentaknya, ia tau karena itu sudah sering terjadi.

Ceklek

Pahelsca membuka pintu yang artinya ia siap menerima segala hal yang dilakukan oleh Mamanya.

Plak

Satu tamparan keras lolos begitu saja sebelum Pahelsca angkat bicara.

"Sudah Mama bilang 'kan? Jangan lancang untuk menguping pembicaraan orang tua!" cecar Mama Pahelsca, dia Laodya.

"Apa tidak ada kerjaan lain selain menguping, manusia bodoh?!" ujarnya lagi, ingin rasanya Pahelsca menjawab, tapi ia tak punya cukup keberanian.

"Kau memang pembawa sial!" ucap Laodya penuh penekanan.

'Pahelsca sakit, Maa. Pahelsca butuh Mama' hanya itu ucapan yang ingin Pahelsca keluarkan, tetapi lagi dan lagi, ia tak berani.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang