33. Khayalan📍

57 26 1
                                    


33. Khayalan📍

Kalo gue bisa terbang, tujuan utama gue mungkin bulan. Tapi sayangnya, itu khayalan.

***

"Dok, bagaimana kondisi teman saya?" cerca Elina saat melihat dokter yang menangani Pahel keluar dari ruangan Pahel.

"Dengan keluarga pasien?" tanya dokter dengan mata yang melihat kesekeliling.

Elina dan Rain menggeleng. "Bisa tolong hubungi keluarga pasien?" perintah disertai pertanyaan dari dokter Richo.

Lagi dan lagi Rain dan Elina menggeleng-gelengkan kepalanya. "Saya keluarganya," Vanessa mengangkat satu tangannya sambil maju beberapa langkah untuk mendekati dokter Richo.

"Kaa," panggil Rain yang dibalas gelengan kepala oleh Vanessa.

Dokter Richo mengangguk sambil tersenyum tipis. "Ikut saya," perintahnya kemudian melenggang pergi.

"Nanti gue jelasin," izin Vanessa, setelahnya ia mengikuti kemana langkah kaki dokter Richo.

"Lo yakin?" desak Elina pada Rain.

Rain menggelengkan kepalanya. "Gue gatau," cemasnya sambil menggigit bibir bawahnya. Elina menghembuskan nafasnya kasar lalu duduk di kursi tunggu diikuti oleh Rain di belakangnya.

Dilain sisi, tepatnya di ruangan dokter Richo, suasana begitu tegang dan sunyi. "Jadi?" tanya Vanessa memulai pembicaraan.

"Kamu keluarga pasien?" alih-alih menjawab, dokter Richo malah balik bertanya, sedikit ragu.

Vanessa mengangguk mantap. "Saya kakaknya, orang tua saya lagi ada pekerjaan di luar," ujarnya memberi alasan.

Dokter Richo mengangguk pelan. "Saya disini hanya menjalankan tugas sebagai dokter, dan saya meminta izin untuk mengajukan pengobatan insentif untuk pasien. Kami hanya mempunyai 2 opsi, transplantasi ginjal atau melakukan kemoterapi," perjelasnya.

Vanessa menggelengkan kepalanya. "Kalau boleh tau, pasien sakit apa?" heran Vanessa. Pasalnya, ia tidak tau banyak mengenai Pahel.

"Kamu belum tau?" tanya dokter Richo yang dibalas gelengan kepala oleh Vanessa. "Gagal ginjal," singkat namun DEG HAHA.

Degg.

"Separah itu? apa meminum obat atau cuci darah tidak membantu?" tanyanya meminta penjelasan lebih lanjut.

"Meminum obat hanya untuk mencegah, bukan menyembuhkan secara total. Pasien sudah menginjak stadium 2, dengan bertambahnya stadium terus menerus akan lebih menyulitkan pengobatan," dengan sabar, dokter Richo menjawab dengan sejelas-jelasnya atas pertanyaan yang diajukan Vanessa.

Vanessa mengangguk. "Efek samping kemoterapi apa dok?" tanpa sadar, air mata Vanessa sudah menumpuk di pelupuk matanya.

"Efek samping kemo cukup berbahaya untuk orang yang tidak cukup kuat atau bisa dibilang terlalu lemah. Efek samping jangka pendek bisa berupa mual, muntah, atau bisa saja sembelit, rambut rontok juga salah satu efek kemoterapi jangka pendek," perjelas dokter Richo.

"Rambut rontok?" lirih Vanessa yang diangguki oleh dokter Richo. "Dia masih bisa bertahan hidup kan dok?" Plakk! ngawur koe!.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang