43. Singkat📍

77 21 0
                                    

43. Singkat📍

Salam sayang dari sang bintang.

-

-

-

Menghembuskan nafas, merilekskan pikiran, serta mencoba bersantai dan menikmati indahnya malam. Itulah yang dilakukan oleh Gattan malam ini, malam dimana banyaknya bintang yang bertaburan menghiasi langit malam, serta bulan yang bersinar terang. Tanpa sadar, bibirnya membentuk lengkungan tipis, melihat bulan mengingatkan dia kepada seseorang, yang saat ini ada di hati nya.

"Pahelsca priscillaadisty," gumamnya sambil menatap bulan dengan pandangan yang penuh makna. "Cantik, cuek, manis," ujarnya tanpa sadar.

"Gue ga tau apa yang terjadi di dalam hidup lo, yang gue tau lo itu perempuan yang kuat, hehe," lanjutnya diakhiri kekehan, menertawakan dirinya yang seperti orang sedang mabuk asmara, walaupun kenyataannya iya.

"Salam sayang dari sang bintang, untuk bulan," ucap Gattan sungguh-sungguh.

•••

Dilain sisi, tepatnya di dalam kamar bernuansa abu-abu, terlihat Pahel sedang duduk termenung di depan jendela kamarnya. Saat ini ia sedang berada di rumah Siska, tempat tinggalnya dulu, karena perintah dari Siska, kangen katanya.

Pahel terus memandangi indahnya bulan yang bersinar, fokusnya hanya kepada bulan, Pahel sama sekali tak tertarik dengan gelapnya malam, serta suasana yang diciptakan malam, sudah dibilang bukan jika Pahel tidak menyukai malam? ya. Tetapi entah sejak kapan, ia mulai menyukai bulan dan hanya bulan, karena menurutnya bulan adalah gambaran hidupnya, Alone.

Pahel mulai mengambil buku diarynya, dan menuliskan sederet kalimat indah yang ada di dalam pikirannya.

Dear diary...

Tuhan...
Berikanlah bahagia, walau sebentar.
Berikanlah tawa, walau semenit.
Berikanlah kenangan, walau sedetik.
Dan berikanlah kesan, untuk selamanya.
Jangan lupa berikan luka, agar bisa menjadi lebih dewasa.

Entahlah, Pahel pun tak tau apa yang ditulisnya, hanya itu yang ada di pikirannya, ia hanya ingin kehidupan ini berjalan lebih baik, walau ditaburi dengan bumbu-bumbu luka.

Jika kalian menganggap Pahel tidak bersyukur, Pahel tau itu, Pahel sadar, dan Pahel sangat sadar. Bahkan kehidupannya jauh lebih baik daripada orang-orang di luar sana, dimana mereka kelaparan, kehausan, kepanasan, serta kehujanan. Tapi, apakah salah jika Pahel mengharapkan bahagia? sedikit saja, apakah salah jika Pahel meminta kasih sayang dari kedua orangtuanya?, dan apakah salah jika Pahel ingin menyerah?, besar tanpa bimbingan kedua orang tua, kekerasan fisik serta batin lah yang selalu menemani Pahel.

Lebay.

Alay.

Cengeng.

Iya, dengan mudahnya kalimat sampah selalu terlontar begitu saja ketika mendengar kisah hidup Pahel. Tanpa tau bagaimana perasaannya, dan tidak peduli bagaimana batinnya. Untuk berteriak saja rasanya Pahel enggan, terlalu malas untuk meladeni ucapan-ucapan mereka.

Sudah tak asing bagi Pahel jika orang sekitar memandang anak kurang kasih sayang seperti Pahel adalah anak yang hina, anak nakal, dan sampah masyarakat. Tidaklah mereka sadar bahwa mulut merekalah yang lebih tepat jika disebut 'sampah masyarakat?'.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang