10. Mereka peduli📍

155 65 30
                                    

Disinilah Pahelsca berada, di taman belakang sekolah. Setelah kejadian dimana Elina mendesak untuk mengaku. Pahel bingung harus menjawab apa, disisi lain ia ingin mengaku, namun hati nya tidak setuju. Terlalu cepat untuk mengungkapkan dirinya yang sebenarnya, sedangkan keluarganya saja tak menanggap keberadaannya.

"DOR!" tepukan di bahu serta teriakan menggelegar di penjuru taman sekolah, Pahel menengok guna melihat siapa pelakunya, setelah tau, ia mendengus kesal.

"Ngapain?" tanya Gattan, orang yang mengagetkan Pahel tadi.

"Berak," ketusnya, ia tak peduli dengan tamengnya, ia kesal.

Melihat Gattan yang tiba-tiba tersenyum cerah mampu membuatnya merinding. "Ini Pahel?" pertanyaan konyol terlontar begitu saja dari Gattan dengan santainya.

"Setan."

"Pantesan cantik."

"Dari lahir."

"Dih pede banget lo."

Hening.

Pahel tak berniat membalas ucapan absurd dari orang di sampingnya ini, tak berfaedah dan tak akan ada habisnya.

"Lo suka diem?" Gattan bertanya tiba-tiba.
"Kalo gue suka lo," lanjutnya dengan percaya diri yang tinggi.

Pahel menggeleng pelan, tak menyangka ada makhluk seperti ini di dalam hidupnya.

"Ko ga jawab?" ujarnya lagi sambil menggoyangkan bahu Pahel, persis seperti anak TK yang merengek meminta dibelikan balon.

Pahel berdiri dan menjauh dari Gattan, menatap horor Gattan. "Gila," ceplosnya begitu saja tanpa beban.

Gattan memelototkan matanya tak terima. "Gue ga gila, gue cuma mau ngehibur lo, gue mau jadi temen lo," dari nada bicara yang serius, raut wajah yang serius, Pahel kembali duduk di samping Gattan. Cukup lama hening.

"Gue ga butuh," jawab Pahel datar.

"Gue yang butuh," balas Gattan acuh tak acuh.

"Sono pergi," usir Pahel, menurutnya Gattan itu perusak suasana. Ia sedang ingin menyendiri, namun Gattan? datang tanpa tujuan.

"Ga, ntar lo kangen sama gue," ucap Gattan sambil menepuk-nepuk dadanya bangga.

"Hm."

"Yang kemarin salah masuk mobil siapa ya?" sindir Gattan memancing agar Pahel kesal.

Pahel yang merasa tersindir berdecih pelan. "Lo sengaja," balasnya dengan tampang watadosnya, menurutnya, dirinya tak salah. Salahkan saja Gattan yang mobilnya sama dengan milik Siska.

"Gue emang sengaja," Gattan meniru gaya bicara Pahel, seketika ia terkikik geli dengan kelakuan absurd nya, ia tak pandai bergaul dengan perempuan asing, namun entah mengapa jika bersama Pahel ia merasa nyaman?.

"Terserah," final Pahel dan meninggalkan Gattan yang terduduk di taman belakang sendirian.

Sungguh, Pahel tak tenang jika terus menerus seperti ini, ia bosan. Gattan yang selalu mengusiknya dan pandangan aneh dari teman-teman kelasnya.

Pahel duduk ditempatnya, Rain dan Elina sedang berada di ruang OSIS, mereka adalah anggota organisasi siswa sejak kelas X.

Tak lama, Gattan muncul dari balik pintu dengan membawa kotak P3K? entah untuk apa tujuannya, yang jelas Pahel tetaplah Pahel. Tak peduli sekitar, sekalipun teman kelasnya.

Gattan duduk dan langsung menarik tangan Pahel, Pahel yang kaget segera menepis tangan Gattan.

"Kebiasaan," desisnya kesal.

Bayangan Kalbu [ TERBIT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang