"Pagi Sayang."
Kecupan di pipiku hingga dahiku membuatku menggeliat, merasa terganggu dari tidurku yang terasa begitu singkat.
Tanpa aku harus membuka aku tahu siapa yang tengah menciumiku sekarang ini, wangi parfum yang sudah kuhapal wanginya, tapi entah karena aku yang belum fokus, tapi aku bisa mencium wangi yang lainnya.
Sesuatu yang berbau manis, dan itu bukan parfumku, maupun parfum Evan.
"Kamu ketiduran di sini, Yang?"
Pertanyaan dari Evan membuatku membuka mata, dan seorang yang membuatku jatuh hati hanya karena tatapannya ini kini menatapku, begitu penuh cinta dan rindu karena seharian tidak bertemu.
Evan tampak begitu sehat, tidak seperti yang kukhawatirkan. Bahkan dia tampak begitu senang dan bahagia, pakaian kerja yang dikenakannya kemarin pun sekarang masih melekat.
"Kamu baru pulang?"
Aku mendorong Evan pelan, mencoba bangun dari sofa serta menolaknya yang akan menciumiku kembali.
Evan mengusap wajahnya, sedikit kesal karena penolakanku, tapi sebisa mungkin aku mengabaikannya, ada banyak tanya atas percakapanku tadi malam dengan Dahlia, dan aku ingin mencari ketenangan atas kegusaranku.
"Kan kamu sudah paham, Ra. Aku sedang banyak kasus besar, tahu sendiri kalo bedah kasus bakal menyita waktu."
Aku tersenyum getir mendapati jawaban Evan yang sangat bertolak belakang dari apa yang dikatakan oleh Dahlia, hatiku terasa begitu sakit saat melihat Evan yang sekarang tampak menguap, menyadari jika kebohongan telah dilakukan oleh suamiku.
Satu hal kecil yang membuka mataku akan cintaku yang terlalu besar pada Evan, membuatku terlalu mempercayai setiap hal yang keluar dari bibirnya, tanpa pernah menyadari jika kebohongan tetap saja ada di dirinya.
Aku mengulas senyum sebelum kembali berbicara, menenangkan diriku sendiri atas kecewa yang begitu menohokku.
"Kali ini artis mana yang bercerai, Yang? Atau malah rebutan harta lagi?"
Evan membuka matanya, sedikit agak heran karena aku yang kali ini menanyakan tentang pekerjaannya, kadang aku terlalu lelah dengan kesibukanku sendiri hingga jarang ingin tahu akan apa yang dilakukannya.
"Tumben banget kamu mau tahu."
Aku meraih tangannya yang memainkan ujung rambutku, mengenggam jemari yang berhiaskan cincin nikah kami berdua, sebersit tanya kembali muncul, mungkinkah Evan mengkhianati janji kami di hadapan Tuhan jika apa yang menjadi pengikat kami berdua kini melekat di jemarinya.
"Ya aku mau tahu saja apa kesibukan suamiku ini."
Jawabanku disambut anggukan Evan, tidak menanyakan lebih jauh atas hal diluar kebiasaanku ini, "Biasalah artis, Yang. Kawin cerai hal yang lumrah, kali ini aku ada di pihak si Istrinya, menangani tuntutan dari Suaminya atas harta yang sudah di jual si Istri sebelum perceraian mereka. Sebenarnya agak kurang setuju sama klientku kali ini, semua harta bersama di jual saat dia mulai curiga Suaminya selingkuh, dan kali ini saat suaminya menuntut rumah yang ditempati, si Istri pun tidak mau membaginya."
"Memangnya bagaimana harta gono-gini itu?"
Evan menguap, tampak sangat lelah, dan mengantuk, tapi rasa ingin tahuku membuatku tetap memaksanya untuk berbicara.
"Ya kalau harta gono-gini, nggak bisa dong dijual semua oleh salah satu hanya karena satu bentuk kecewa atas perselingkuhan salah satu pihak. Namanya gono-gini ya dibagi dua, bahkan jika kalau si Istri penghasilannya lebih banyak. Intinya sayang, semuanya harus dibagi dua, dan yang dilakuin klientku salah."
Dahiku mengernyit, merasa jika sikap Evan atas apa yang dikatakannya berlebihan. Kenapa dia harus seemosi ini dalam menyampaikan pendapatnya?
"Kamu tahu, Yang. Jika aku ada di posisinya mungkin aku akan melakukan hal yang sama!" mata Evan yang sebelumnya sempat tertutup kini terbuka lagi, membuatku tersenyum penuh peringatan padanya.
Aku tidak tahu keganjilan apa yang sebenarnya di sembunyikan oleh Evan, tapi aku sudah mencium dengan benar jika kebohongan sudah mengakar pada dirinya.
Hanya tinggal waktu yang akan menunjukkan kebohongan apa yang di sembunyikan suamiku.
"Maksudnya?"
"Jika kamu berani menduakanku, mengkhianati janjimu pada Allah dan orangtuaku atas diriku saat meminangku, maka jangan salahkan diriku jika mungkin aku akan melakukan hal yang sama seperti klientmu, mengambil semua harta yang kamu miliki tidak peduli jika semua itu hasil kerja kerasmu selama ini."
Evan ternganga, terkejut dengan kalimatku yang seperti layaknya Gold Digger, sangat berbeda dengan seorang Anye yang tidak pernah menuntut apapun.
Aku mencium pipinya sebelum bangkit, tertawa kecil melihat wajahnya yang berulangkali mengerjap tidak percaya.
Aku tidak matre, tapi aku seorang yang realistis."Jahat banget, Yang." ucapnya pelan, bukan menjawabku, tapi lebih seperti meyakinkan dirinya sendiri atas apa yang terucap. "Tega banget kamu kalo lakuin itu."
Aku hanya tersenyum sembari berlalu, tidak menjawabnya lebih jauh lagi. Dimata Evan aku mungkin seorang yang bodoh, tidak sanggup untuk melakukan hal yang baru saja kukatakan.
Tapi percayalah, jika sampai apa yang menjadi kecurigaanku ini benar, maka aku pastikan dia akan membayar mahal atas luka besar yang dia torehkan di janji suci kami.
Untuk sekarang, biarlah aku simpan sendiri kecurigaanku.
"Anyelir!"
Pelukan erat kudapatkan dari Evan, begitu erat, hingga membuat wangi manis yang bercampur dengan parfumnya menyerbu masuk kedalam hidungku.
Aku tidak menyangka setelah percakapan singkat kami tadi, Evan akan menyusulku menuju kamar, kupikir dia akan lebih memilih berbaring di sofa meneruskan kantuknya.
Hembusan nafasnya yang hangat kini menerpa tengkukku, tapi sebuah rasa kecewa atas kebohongannya membuatku enggan untuk membalasnya.
"Kenapa tiba-tiba kamu ngomong perpisahan sama aku, Yang."
Aku berbalik, menyembunyikan semua perasaanku dengan senyuman khas seorang Marketing, kadang aku merasa beruntung mempunyai pekerjaan ini, membuatku selalu bisa menampilkan senyum menawan sekalipun hatiku sedang remuk redam.
"Apaan sih, Van." aku menepuk pipinya pelan, wajah tampan yang begitu sempurna di gilai oleh para kaum hawa. "Aku cuma nanggapin apa yang kamu ceritakan. Aku yakin, kamu nggak akan jadi tokoh antagonis seperti si pihak laki-laki dalam kasus yang kamu hadapi."
"Diantara banyaknya perempuan yang ada di dunia ini, hanya kamu yang di sayang Mama dan seluruh keluargaku. Bahkan dimata beliau, kamu bukan menantu, kamu adalah Putri kesayangannya! Menurutmu aku akan berani menyakiti hati Mamaku dengan mengkhianatimu?"
Ingatanku melayang pada Mama Anita, perempuan cantik yang menjadi pelanggan royalku, saking dekatnya hubungan kami, bahkan hubungan antara customer dan marketing menjadi Ibu mertua dan menantu.
Awal kisah cintaku dengan Evan, perkenalanku dengan Putra Customerku berakhir dengan lamaran di bulan keenam.
"Jika ada yang tidak kamu sukai dariku, kamu cukup membicarakannya denganku. Maka kita akan menyelesaikan semuanya, tapi tolong, jangan lakukan hal menjijikan seperti pengkhianatan, Evan."
".............."
"Itu tidak akan kumaafkan sekalipun kamu merangkak dan mencium kakiku untuk sebuah pengampunan."
☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁☁
Update!!!
Yang nunggu Abang Kapten Loreng sabar yah, masih disimpan Mama Al.
Kan jagoan selalu nongol belakangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir (Ready Ebook)
RomanceAnyelir kira pernikahannya adalah pernikahan paling sempurna, dua tahun dalam mahligai pernikahan dengan seorang Pengacara, tidak seharipun dia tidak bahagia walaupun pernikahan mereka belum di karuniai seorang buah hati. Evan Wijaya, begitu nama su...