SANDIWARA

5.2K 698 54
                                    

"Selingkuh? Suamimu tega menduakanmu?"

Getar suara dari Kapten Aria yang menahan amarah terdengar, dari sudut mataku dapat kulihat tangannya yang mencengkeram erat kemudi mobilnya.

Dan mendapati kemarahan dari seorang yang baru kukenal ini mendengar pengkhianatan suamiku membuatku tersenyum getir, dia yang orang asing saja tidak terima, apalagi aku yang menjadi korban.

"Semua tagihan CC yang kamu lihat tadi bukan milikku, Kapten. Dalam hidupku, sekalipun aku memiliki suami yang mapan secara finansial, aku tidak akan membeli barang yang menjadi koleksiku dari uang Suamiku, jadi bisa dipastikan uang yang aku sayang-sayang karena takut merepotkan suamiku, justru dia gunakan untuk memuja perempuan lain."

Dengusan sebal terdengar dari Kapten Aria, wajahnya yang tegas terlihat semakin menakutkan sekarang ini, bahkan jika aku tidak mengenalnya dalam beberapa obrolan, aku akan langsung berlari dari hadapannya karena takut wajah gahar tersebut.

"Sebelumnya kamu yakin jika suamimu benar-benar berulah? Apa tidak ada yang aneh dari sikap suamimu sampai kamu syok seperti ini."

Kulepaskan facemaskku, merasa jika wajah kumal usai menangisku sudah lebih baik, sepertinya cara yang diberikan Kapten Aria benar-benar berguna.

"Aku tidak akan menangis seperti tadi jika aku merasa suamiku berbeda Kapten," bayangan indah selama bersama Evan berkelebat di dalam benakku, begitu sempurna, tidak ada hal yang menurutku aneh di dirinya, yang menunjukkan jika dia membagi cinta, dan hingga kenyataan menamparku, aku masih sulit percaya, jika semua hal baik-baik saja tersebut hanya sebuah topeng semata. "2 tahun kami berumahtangga, nggak tahu aku yang bodoh atau bagaimana, tapi aku merasa semuanya baik-baik saja. Lalu tiba-tiba Allah seakan menggerakan hatiku, menanyakan hal sepele pada temannya, dan dalam waktu singkat Allah menunjukkan apa yang selama ini tersembunyi dari pandanganku, hal yang nggak pernah aku usik dari suamiku."

Tanpa bisa kucegah, tawa mirisku kembali keluar, menertawakan jalan hidupku yang ternyata tidak semulus rencana yang kususun dengan apik tapi setidaknya kini aku sedikit lega setelah tangisku tadi, kini aku mempunyai tempat berbagi, seorang yang tidak mengenaliku, dan seorang yang hanya akan menjadi pendengar untuk masalahku.

"Lalu, setelah kamu tahu apa yang dilakukan suamimu di belakangmu, apa yang akan kamu lakukan, Mbak Anye? Kamu mau menegurnya? Atau malah menodongnya untuk berkata jujur?" Kapten Aria melirikku, seolah memastikan jika aku baik-baik saja di tengah percakapan kami yang membahas kebohongan Suamiku. "Perlu kamu tahu, lelaki tidak akan berkata jujur sekalipun dia sudah tertangkap basah, dan notabene Suamimu yang seorang lawyer, sudah pasti dia akan pandai mengelak."

Tarikan nafasku begitu berat, seolah ada batu yang menahan nafasku karena pertanyaan yang baru saja terlontar.

Dan mendadak, percakapanku dinihari tadi bersama Evan melintas, kalimat iseng yang berawal dari kecurigaan kecil yang dipupuk oleh kasus yang sedang ditangani Evan membuatku tahu hal apa yang pantas untuk diterima Evan, Suamiku yang sudah berkhianat itu sembari menunggu waktu yang tepat untuk membongkar kebusukannya.

"Kapten, aku boleh minta bantuannya?" Wajah heran terlihat di wajah Kapten Aria, hingga akhirnya anggukan mantap kudapatkan sebagai jawaban. Dan kembali perasaan dan instingku menuntunku untuk mempercayai seorang yang ada didepanku, seorang yang baru kukenal dalam hitungan hari, aku tidak ingin meminta bantuan Aura atau sahabatku yang lain, bisa saja dengan kuasa yang dimiliki Aura dan Suaminya mereka akan membuat Evan terpuruk seketika, tapi mencoreng nama baik sahabatku dalam urusan busuk suamiku, adalah hal yang tidak akan kulakukan, "Bisa kamu carikan lawyernya yang bisa mengalihkan aset dalam waktu cepat? "

Hingga waktunya aku bisa membuka kebusukan Evan, aku ingin membalas semua kebohongan Evan dengan harga yang mahal, untuk sekarang, biarlah aku bersandiwara seperti yang dia lakukan selama ini terhadapku.

🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱

"Terimakasih banyak, Kapten."

Hanya kata itu yang bisa kuucapkan, mewakili banyak hal yang telah dia lakukan padaku beberapa saat yang lalu.

Sekali lagi, aku menatapnya penuh terimakasih, setiap kata sederhana yang terucap darinya cukup membuatku mempunyai alasan untuk tetap baik-baik saja di tengah masalah yang mengguncang batinku.

Senyum simpul terlihat diwajahnya, siapa sangka seorang dengan penampilan tegas seperti Kapten Aria adalah pribadi yang begitu hangat, dan humanis di saat bersamaan, entah kebaikan apa yang telah aku perbuat di masalalu hingga disaat Allah mengujiku, dia juga mengirimkan seorang yang menguatkanku sepertinya.

Dia malaikat, dalam tampilan seorang penjaga Negeri dengan seragam lorengnya yang menawan.

"Senang melihatmu sudah baik-baik saja, Nye." Akupun mengangguk, bukan hanya dia yang lega melihatku yang menangis meraung seperti tadi kini sudah bisa tersenyum lagi, tapi aku sendiri juga senang bisa menguasai emosi yang ada di dalam diriku, menahan diriku sendiri agar tidak mengambil parang dan menyembelih Evan serta siapapun selingkuhannya.

Aku hampir saja berlalu masuk kedalam rumah saat satu pikiran kembali terlintas di kepalaku, satu hal yang membuatku berbalik pada sosok tinggi yang ternyata masih menungguku.

"Kapten Aria."

"Ya."

"Bisa bantu aku sampai semua urusan selesai?"

Kupikir dia akan menolak, seorang Perwira sepertinya tentu bukan seorang yang longgar, dan permintaanku terlalu berlebihan untuk ukuran seorang yang baru ku kenal, tapi ternyata Kapten Aria justru mengangguk, mengiyakan permintaanku barusan.

"Aku akan membantumu sampai semua selesai, Nye. Bukan tanpa alasan Allah mempertemukan kita bukan?"

Rencana Allah tidak pernah disangka bukan, dan sekarang aku hanya berusaha menjalani kepahitan yang sedang kurasakan sebaik mungkin.

Langkah kakiku terasa semakin berat saat mendekati rumah, selama aku sudah menikah, rumah adalah tempat dimana aku merasa aman dan nyaman, tapi sekarang dalam pandanganku, rumah ini layaknya panggung sandiwara, dimana mahligai dan istana kebahagiaan yang selama ini sudah kubangun dengan indahnya justru terkoyak habis dengan sandiwara dan kebohongan yang dilakukan Suamiku.

Aku pikir aku adalah Ratu di Rumahku, Istanaku dan dihatinya, nyatanya, aku bukan apa-apa dimata seorang Evan Wijaya, entah apa alasan perselingkuhannya, atau memang sedari awal cinta itu memang tidak ada.

Bahkan disaat melihat garasi yang terbuka dan memperlihatkan mobil milik Evan yang sudah terparkir, hatiku mendadak biasa saja, tidak ada euforia kegembiraan seperti biasanya, lelahku yang selalu hilang hanya karena melihatnya pulang dari kantor kini sudah terpendam rasa benci dan kecewa.

Ternyata benar ya yang dikatakan orang, seorang dalam mencintai itu ada batasnya, yaitu pengkhianatan. Tidak peduli berapa lama dan dalam kita mencintai seseorang, hanya dalam hitungan menit cinta itu akan lenyap.

Hatiku seolah mengeras, merasa mati rasa akan seorang yang dulu namanya begitu bertahta di hatiku. Kini yang ada di pikiranku justru bagaimana membalas semua kesakitan dan permainan Evan ini, membuktikan padanya jika apa yang kukatakan bukan hanya isapan jempol semata.

Evan bisa bermain sandiwara selama dan seapik ini? Maka kali ini dia harus merasakannya juga dariku.

"Siapa tadi yang mengantarmu?"

TBC

Anyelir (Ready Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang