AKU LELAH

7.8K 895 77
                                    

"Jadi, kamu mau pergi, Nye? Kamu mau ninggalin aku? Hanya satu kesalahan dan kamu nggak maafin aku?"

Kini tidak Aria yang menjadi tameng untukku, tidak ada Mama Anita yang akan menghalangi putranya ini untuk menyentuhku, dan berbicara dengan Evan setelah semua hal yang terjadi adalah sesuatu yang tidak kuharapkan.

Evan, selama dua tahun aku bersamanya, tidak pernah sekalipun dia seberantakan sekarang ini, kemejanya kusut, dan rambutnya yang selalu tertata rapi layaknya seorang super model kini berantakan, benar-benar berbeda dengan Evan yang beberapa jam lalu tampak memukau di Dinner Romantis bersama perempuan penghancur rumah tanggaku bernama Mencari itu, dia seperti orang yang sedang fly parah.

"Jangan pergi, Nye. Kita musti bicara dahulu."

Tanpa menjawab aku memilih duduk dikursi, tubuhku terasa begitu lelah dan lemas, ditambah dengan kehadiran Evan dan bayangan dirinya yang pernah bermesraan dengan perempuan lain membuat perutku bergejolak, rasa sakit mulai kurasakan di perutku, melilit, dan meremas dengan menyakitkan.

Hening, itu suasana yang melanda kami berdua, serasa dua tahun kebersamaan tidak pernah terjadi diantara kami, kehangatan obrolan yang tadi lagi masih kita rasakan seolah sebuah kenangan yang sudah sangat lama.

Hingga akhirnya sosok yang begitu tegas dan lugas saat sidang, melawan tanpa ampun pada setiap rivalnya kini menunduk lesu di depanku, bersimpuh di kakiku, dan meletakkan kepalanya di kakiku yang sedang duduk, Evan benar-benar merangkak penuh kesedihan di depanku, penyesalan tampak tergambar jelas di mata cemerlangnya, dan saat dia hendak meraih tanganku, refleks aku langsung menepisnya dengan kasar.

Bahkan untuk disentuhnya saja aku enggan, tangan yang pernah dia gunakan untuk menyentuh perempuan lain.

Senyuman miris terlihat diwajahnya melihat penolakanku akan dirinya yang hanya ku balas dengan tatapan datar, semua yang dia perlihatkan tidak akan bisa menggoyahkan hatiku yang sudah mengeras.

Selama ini aku selalu mempercayainya, mempercayainya sama seperti aku mempercayai diriku sendiri, hal yang ternyata berakhir sia-sia.

"Anyelir, dengarkan aku, Nye." lirihan pelan yang terdengar dari Evan begitu mengiba, membuat siapapun akan tersayat mendengar nada penuh kesakitan tersebut, sayangnya hatiku sudah terlanjur mengeras hingga tidak ada sedikitpun simpati atas dirinya.

"Apalagi yang mau kamu bicarakan, Van? Apa masih ada kebusukan lain yang belum aku ketahui?"

"Tidak ada kebusukan lain, Anyelir." tatapan Evan masih sama, begitu penuh cinta yang sempurna, "Apa yang kamu lihat tadi bukan sesuatu yang seharusnya kamu lihat, kamu tahu bukan, menyakitimu adalah hal terakhir yang akan kulakukan, aku mencintaimu, Anyelir, sangat!"

Mendengarnya membuatku mau tak mau tertawa sumbang, menertawakan kenyataan yang tidak sejalan dengan perkataan, sejak kapan arti mencintai adalah mengkhianati.

"Lalu apa yang harus aku lihat?" jika tatapan bisa membunuh seseorang, ingin sekali aku membunuh sosok yang ada di depanku sekarang ini, semudah itu dia berbicara kesalahannya. "Kamu yang tiba-tiba datang kerumah membawa anak harammu itu dan memintaku untuk mengasuhnya menjadi anakku karena aku sendiri yang tidak kunjung hamil? Apa itu yang kamu rencanakan, Van?"

Aku menggeleng keras melihat Evan yang terdiam tidak menjawab, membenarkan setiap kata yang kukeluarkan padanya.

"Apa yang ada di otak pintarmu itu, Evan? Menurutmu aku akan sudi menerimanya? Jangan pernah mengucapkan cinta di depan wajahku, bagaimana bisa kamu mengatakan cinta di depanku sementara kamu di belakangku menggauli perempuan lain hingga hamil hanya karena lantaran Allah belum memberikan kepercayaan padaku."

Anyelir (Ready Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang