Akhir cerita

8.5K 992 77
                                    

Suasana hening diantara aku dan Evan begitu terasa, keheningan yang begitu anggung di tengah ramainya suasana Polres. Hanya dibatasi sebuah meja aku bertemu dengan Evan, seorang yang balas menatapku tanpa ekspresi.

Aku menatap Aria yang sedang berbincang dengan salah seorang temannya yang kebetulan berdinas di Polres ini. Aria mengangguk kecil padaku, sebelum dia berlalu dengan temannya tersebut, seolah mengerti jika aku butuh sedikit waktu berbicara berdua hanya dengan Evan.

"Kamu puas melihat keadaanku sekarang? Kamu dan teman Tentaramu senang melihatku terseret masalah seperti ini, temanmu yang diam-diam berusaha menarik perhatianmu, dengan lancangnya bertindak seperti pahlawan kesiangan mencampuri urusan rumah tangga kita."

Senyuman kembali muncul di wajahku saat pertanyaan sarat sarkas terlontar darinya, berbeda dengan kalimatnya yang seolah terdengar pedas, sorot mata penuh kesedihan, dan kehancuran nyata terlihat diwajah Evan sekarang ini, apalagi saat tahu jika aku tidak datang sendirian, tapi bersama dengan seorang yang selalu menyelamatkanku darinya.

Sebelum dia hancur seperti sekarang ini aku sudah merasakan kehancuran terlebih dahulu.

Dia masih Evan yang sama seperti yang kukenal, seorang yang selalu menatapku penuh cinta, bahkan hingga sekarang aku tidak paham, kenapa seorang yang mencintaiku begitu dalam bisa berbuat bodoh dengan terjebak dalam lingkaran perempuan lain, menidurinya hanya demi membuktikan jika dia tidak mandul, dan menjadikan perempuan itu simpanan, terlepas dari apa pun alasannya yang tidak mau kuketahui.

Dan buktinya, aku tidak mandul bukan? Tidak seperti yang dia pikirkan, dan tidak seperti yang perempuan laknat itu olokkan padaku, selama mereka menyembunyikan borok busuk tersebut, bukankah hanya karena perempuan tersebut hamil, dia merasa menang atas diriku.

Tapi aku tidak ingin mengatakan hal menohok tersebut sekarang, aku masih ingin mendengar setiap kata putus asa berbalut sarkasme Evan lebih dahulu.
"Apa karena laki-laki yang sudah menyeretku ke sel itu, kamu menceraikanku? Apa karena dia kamu tidak mau memaafkan satu kesalahanku? Aku sudah bilang Anye, ini adalah kesalahan yang akan selesai setelah bayi itu lahir."

Aku menggeleng, membantah pertanyaan dengan nada tinggi penuh kefrustasian itu tanpa suara.

"Aku sudah memberikan semuanya padamu, Anye. Semuanya, bahkan aku tidak mempunyai apa-apa sekarang, hartaku sudah menjadi milikmu, karierku sudah hancur karena temanmu itu menyeretku kedalam sini, bahkan Mama tidak sudi untuk menemuiku, tidak ada satupun yang tersisa dariku, Anye. Hanya tinggal kamu."

Aku hanya menatap datar Evan sekarang, wajah tampan yang kelihatan berantakan itu kini meremas rambutnya kuat, tampak begitu penuh keputusasaan, bisa kubayangkan bagaimana tersiksanya dia sekarang ini, hanya sekejap dia yang sedang berada di puncak tertinggi langsung meluncur turun hingga ke dasar.

Evan ingin menyentuh tanganku, meraihnya dalam genggamannya jika saja aku tidak segera menarik tanganku, membuat erangan frustasi itu berubah menjadi tawa miris.

"Kenapa kamu tidak mau kusentuh? Apa aku menjijikkan di matamu?" bukan hanya menjijikkan, jika ada kata yang lebih buruk dari kata tersebut, maka aku akan memilih kata lain tersebut, menjijikkan kata yang terlalu bagus untuknya, "Jika apa yang terjadi padaku sekarang ini adalah hukuman atas kekhilafanku, aku menerimanya, Anyelir. Tapi maafkan aku, aku sedang berada di titik terendah di hidupku, jangan ninggalin aku, Nye."

Kusorongkan potret 4D padanya, foto yang tempo hari membuat Aria kagum itu kini membuat Evan termenung, terbelalak tidak percaya akan apa yang dilihatnya, hingga akhirnya bulir air mata menetes di pipinya, senyum kebahagiaan terpancar diwajahnya saat mendongak, senyuman yang justru berbanding terbalik dengan apa yang kurasakan.

Anyelir (Ready Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang