Add library yah
Aku update setiap hari kisah greget gemesnya Mas Axel dengan Aysha.Alasan dibalik perceraian Evan Wijaya dan Anyelir Maheswari Santosa.
Janda kaya, kini julukan itu yang tersemat pada mantan istri Evan Wijaya setelah perceraiannya dengan sang Pengacara.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula, itu adalah peribahasa yang tepat untuk Evan Wijaya, sudah terjerat kasus narkoba yang terungkap karena pelaporan salah seorang Perwira TNI, kini di gugat cerai istrinya.
Perselingkuhan atau diselingkuhi, hingga kini masih menjadi tanya bagaimana kebenaran penyebab perceraian rumah tangga Sang Pengacara yang jauh dari rumor.
Tidak cukup hanya portal berita online yang menampilkan seluruh berita yang jauh dari kenyataan tersebut, tapi televisi pun juga menayangkan potongan wawancaraku di gedung PA tempo hari.
Sesuatu yang semakin menyudutkanku saat wawancara pernyataan medusa berwujud manusia itu juga turut di up, membuat stempel wanita penguras harta suami tertempel padaku.
Hal yang awalnya tidak menjadi masalah, dan tidak kupermasalahkan menjadi mengganggu karena kantor melayangkan surat yang melarangku untuk ke kantor selama dua minggu hingga berita mereda, bahkan jika berita semakin memojokkanku, bukan tidak mungkin SP yang kudapatkan akan berubah menjadi pemecatan.
Keputusan yang membuatku hanya bisa menggeleng-geleng tidak percaya, perusahaan tidak ingin kehilangan Marketing handal sepertiku, tapi mereka juga tidak ingin masalah yang menimpaku juga berimbas pada mereka. Sebagian orang cuti memang menyenangkan, tapi bagi orang yang sepertiku, yang menjadikan pekerjaan sebagai pelarian dari rada frustasi yang sedang kurasakan membuatku stress berat.
Mama dan Papa sama sekali tidak mempermasalahkan aku yang berada di rumah, tapi tetangga kanan kiriku tidak hentinya mencibir dan menggunjing.
Hanya keluar ke teras dan memberikan makan Mello, kucing yang pernah aku selamatkan saja cuitan sudah terdengar, apalagi saat aku keluar untuk sekedar membeli makanan, berbagai sindiran sudah lebih melelahkan daripada lari keliling komplek padat penduduk ini.
Seperti hari ini, niatku ingin menghilangkan sumpek dengan Jogging, sebuah teguran yang menyakitkan kudapatkan.
“Nye, jadi janda cantik enak ya! Baru aja beberapa hari cerai, udah diapelin sama Pak Tentara.”
Hatiku langsung mencelos, merasakan sakit saat mereka menyinggung statusku, membuatku menyesal sudah berhenti membalas sapaan ibu-ibu tersebut.
Dua hari yang lalu Aria datang ke rumah membantuku membawa barang dari rumah lama rupanya memantik gunjingan dari mereka yang tidak menyukaiku.
“Cuma teman yang bantuin pindahan, Tante.” sekuat tenaga aku menjawabnya dengan tenang, mengingat jika mereka adalah tetangga orang tuaku sekalipun kata-kata mereka sangat tidak pantas untuk kuhormati.
“Teman apa teman! Kalo lebih dari teman juga boleh kok Nye, daripada kamu godain laki-laki di Komplek ini.”
Ya Tuhan, kenapa semenyakitkan ini kata-kata mereka, mereka hanya mendengar semuanya dari media dan sekarang mereka menilaiku sehina sampah, membuatku merasa serba salah, di satu sisi aku tidak ingin terlihat mengenaskan dengan menceritakan masalah rumah tanggaku yang sebenarnya, tapi di sisi lainnya, akibat aku menutup rapat masalah ini, membuat banyak asumsi yang diperkeruh dengan berita yang hanya mementingkan rating membuatku terpojok.
“Anye mana mau sama laki-laki di Komplek ini, Bu Ibu, Suaminya yang tajir melintir, sering wira-wiri di tipi seganteng artis saja di lepeh, apalagi laki-laki kayak anak kita, Anye mana mau, ya nggak Nye?”
“Kok kamu pinter banget sih, Nye. Yang ngajarin jadi istri kayak gitu siapa? Mamamu apa Papamu, keseringan ditinggal kerja sama mereka sih, jadinya ya kayak kamu ini.”
Aku mengusap dadaku saat mendengar kalimat sarkasme ini, sekali dua kali aku mendengar sindiran itu di belakangku, dan selama ini aku berusaha mengacuhkannya, tapi entah kenapa saat mendengarnya secara langsung aku merasa pahit, dan sama sekali tidak berdaya tanpa perlawanan.
Aku bisa menghadapi suamiku yang berselingkuh dengan tenang, aku juga bisa membalas kalimat fitnah selingkuhannya dengan mudah, tapi di saat semua orang menilaiku dari satu sisi yang jauh dari kebenaran dan menyeret orang tuaku, aku justru menutup mulut dan tidak berani membalas.
Hanya bisa diam dan berbalik untuk menyelamatkan hatiku dari kehancuran, hatiku sudah remuk redam karena perceraianku, dan kini sikapku yang selama ini diam atas gosip yang menyebar justru menjadi Boomerang untukku, bukan hanya untukku, tapi juga orang tuaku.
“Jangan berbicara jika tidak tahu kebenarannya Ibu-ibu, Anda bisa dipenjara karena perbuatan yang tidak menyenangkan.”
Baru beberapa langkah aku menjauh aku mendengar suara Aria yang memperingatkan, dan benar saja, saat aku kembali melihat pada rombongan Ibu-ibu yang tadi mencecarku banyak hal sudah membubarkan diri, karena Aria yang menyeruak di tengah kericuhan mereka.
Sebenarnya sangat lucu jika dilihat, para Ibu-ibu yang tengah jogging sore-sore sepertiku tiba-tiba langsung melarikan diri karena peringatan datar dari Aria.
Astaga, kenapa Pak Tentara satu ini selalu muncul tiba-tiba sih, dan tepat di saat aku terkena masalah, entah kenapa Allah seakan menghijabah permintaan Aria untuk senantiasa melindungiku dari setiap mereka yang ingin menyakitiku.
Di antara padatnya tugasnya di Batalyon, dan di antara sedikitnya waktu luang yang dia miliki dan sesekali dia gunakan untuk menemuiku, kenapa dia selalu menemuiku di saat aku kesusahan, hal yang hingga sekarang masih menjadi tanya.
Mengerti tatapan penuh tanyaku akan kehadirannya yang tiba-tiba itu, Aria langsung menjelaskan tanpa diminta.
“Aku tadi ke rumahmu Nye, mau ngajak kamu pergi mumpung aku nggak ada apel malam ini, sayangnya kata Mbakmu tadi kamu jogging ke Taman. Eh ternyata kamu jadi korban bully sama Emak-emak komplek. Memang ya power of emak-emak, Cewek strong kayak kamu yang bisa bikin Pelakor gigit jari saja jadi melempem.”
Jika tadi aku masih bisa menahan tawaku, maka sekarang aku terkikik geli mendengar apa yang dikatakan oleh Aria mengenai diriku barusan.
Susah payah aku menghentikan tawaku untuk menjawab kalimat Aria.
“Gimana mau jawab, Ya. Mereka semua menghakimiku di satu sisi aku sebagai perempuan matre, mau jawab penyebab matreku, aku terlihat menyedihkan, dianggap jual belas kasihan dan simpati, belum lagi kalo aku ngeladenin para wartawan usil itu, aku nggak peduli sama Evan atau siapa pun, tapi aku nggak mau Mama Anita makin sedih. Mau nggak mikirin lama-lama kepikiran, jadi stress rasanya.”
Senyum lebar terlihat di wajah Aria sekarang ini, tangannya meraih tanganku dan menggenggamnya erat, begitu erat hingga membuatku tidak bisa menolaknya yang sekarang setengah menyeretku menuju mobilnya.
“Kalo kamu sekarang stress, sepertinya kamu perlu dopping lagi untuk bersyukur, dan sepertinya kamu akan menyukai tempatku akan pergi sekarang ini.”
Aku hanya bisa menggeleng saat Aria melajukan mobilnya dengan senyum bahagia, entah kenapa dia tampak begitu antusias.
“Apa di Batalyon kamu sedang nggak ada kerjaan, Ya? Sampai-sampai beberapa waktu ini kamu datang menemuiku.”
Aria hanya tersenyum simpul, tidak ada wajah tersinggung darinya mendengar pertanyaanku barusan.
“Aku sibuk Anyelir, latihan dan menyiapkan diri, bertanggung jawab sebagai Kapten Komandan Kompi, jika sewaktu-waktu kami dipanggil untuk bertugas menjaga Negeri ini, tapi selama aku belum mendapatkan tugasku tersebut, aku masih ingin mengejar cintaku selagi aku bisa, bukan hanya menjaga Ibu Pertiwi sebagai bagian dari kehormatanku, tapi aku juga sedang berusaha menjaga cintaku dari mereka yang ingin menyakiti.”
Speechless, aku dibuat kehilangan kata saat mendengar jawaban Aria, membuat jantungku mau tak mau jumpalitan di buatnya, tolong bagi kalian yang sedang membaca apa yang sedang kutulis, jangan sekali-sekali memancing para pria datar berseragam seperti Aria ini, kalian bisa mati berdiri saking melelehnya.
Hingga akhirnya suasana canggung di antara kami berdua berakhir saat mobil berhenti di sebuah bangunan yang tampak asri di tengah kota, bangunan yang terlihat hangat dan menyenangkan, dengan para anak kecil yang berlarian penuh tawa.
Yayasan Panti Asuhan Bintang Harapan.
“Aku ingat waktu kamu aku ajak ke Cancer Crisis center di Rumah sakit tempo hari, kamu suka anak-anak, kan? Karena itu aku yakin, semua stressmu akan hilang saat berada di tempat ini, Kakek membangun tempat ini karena tidak ingin ada anak lain sepertiku.”
Aku kembali kehilangan kata saat Aria membawaku ke tempat ini, terlebih saat Anak-anak tersebut menyambut antusias bingkisan yang dibawakan Aria, senyumku turut mengembang lebar melihatnya.
Semua beban pikiranku karena masyarakat yang menilaiku negatif langsung hilang saat anak-anak itu mengambur menarik Aria untuk masuk ke dalam permainan mereka, membuatku merasa begitu bodoh karena harus memikirkan pendapat orang lain sementara masih banyak hal yang harus kupikirkan dan kusyukuri.
“Aku memang bukan laki-laki romantis yang mengajakmu pergi berkencan di tempat mahal ataupun liburan mewah untuk melepaskan stress mu, Anyelir. Tapi aku ingin menepati kalimatku untuk membuatmu tetap baik-baik saja setelah semua yang terjadi. Jadi jangan tolak diriku yang berusaha mendekat padamu, aku ingin mencoba keberuntungan siapa tahu hatimu akan terbuka.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir (Ready Ebook)
RomanceAnyelir kira pernikahannya adalah pernikahan paling sempurna, dua tahun dalam mahligai pernikahan dengan seorang Pengacara, tidak seharipun dia tidak bahagia walaupun pernikahan mereka belum di karuniai seorang buah hati. Evan Wijaya, begitu nama su...