MENCINTAI TAPI MENGKHIANATI

5.6K 707 53
                                    

"Siapa tadi yang mengantarmu pulang?"

Baru saja aku membuka pintu, aku sudah menemukan sosok Evan yang berdiri di depan jendela, jendela yanv melihat langsung pada jalanan depan rumah minimalis kami berdua.

Aku tidak ingin segera menjawabnya. Memilih merebahkan diri di sofa ruang tamu dan memejamkan mata, sedikit mengumpulkan hatiku untuk menyiapkan diri atas sandiwara yang akan kumulai.

Sebuah pijatan kini kurasakan dibahuku, begitu nyaman di otot bahuku yang sedang tegang, tapi membayangkan jika tangan yang sedang menyentuhku pernah di gunakan untuk menyentuh perempuan lain, membuatku bangkit dari rasa terlena yang selalu Evan tawarkan saat bersamaku.

"Kamu kayaknya capek banget."

Aku hanya bergumam menanggapi pertanyaan dari Evan, tidak ingin membuat Evan curiga aku telah mengetahui secuil kebohongannya, "kamu juga kayaknya sedang santai banget, biasanya aku yang nungguin kamu, Yang."

Aku membuka mata, ingin melihat bagaimana raut wajahnya saat mengelak dan mencari alasan atas kebohongannya, tapi Evan adalah seorang pengacara ulung yang bahkan bisa membohongi istrinya sendiri, seorang yang berada satu atap dengannya begitu apik, menyembunyikan hal kecil seperti ini, tentu bukan hal sulit untuknya menyembunyikan perasaannya.

Tangan Evan melingkar, membawaku bersandar pada bahunya, tempat yang dahulu menjadi tempat favoritku untuk menghilangkan kepenatan, kini menjadi tempat yang rasanya menjijikan, membayangkan bukan hanya aku yang bersandar di sana, tapi ada hati lain yang diundangnya untuk merasakan kenyamanan tersebut.

"Aku ngerasa me time kita akhir-akhir ini sangat kurang, Yang. Aku yang sibuk, dan kamu juga nggak kalau sibuknya, ditambah tadi pagi aku dengar kecelakaan kamu, suami mana yang nggak khawatir istrinya kena musibah, Yang?"

Bravo, jika ada penghargaan sebagai aktor terbaik, sepertinya penghargaan itu sangat cocok untuk Evan. Semua kalimat manis yang terucap dan seringkali melambungkanku ke awang-awang kini berubah menjadi kalimat yang sangat memuakkan.

Ingin rasanya tanganku terangkat, merobek mulutnya yang sering berbohong tersebut, tapi sekali lagi, pengkhianatan Evan terhadap rumah tangga yang kubangun dengan indahnya begitu besar lukanya, hingga meninggalkan dia tanpa memberikan luka yang sama besarnya terlalu baik untuknya.

Sebisa mungkin, kembali aku tersenyum di hadapannya, seperti kemarin saat aku masih begitu bodoh menganggap begitu indahnya cintanya mendengar kalimat manis tersebut, bergelung manja pada dadanya, seolah itu tempat ternyaman walaupun kini terasa menyesakkan.

"Senang mendengar kamu perhatian sama aku, Yang."

Ucapan kudapatkan di punggungku, bergerak indah menggodaku dari jemarinya yang memang sengaja kuabaikan. "Kamu dari tadi belum jawab, siapa yang nganterin kamu tadi, perasaan aku nggak pernah ingat kamu punya teman Tentara."

Rupanya sedikit waktuku yang tersita saat berpamitan dengan Kapten Aria juga dilihat oleh Evan, entah apa yang dirasakannya sekarang, tidak mungkin cemburu, karena cintanya pun kini kuragukan.

"Dia teman baruku. Komandannya baru saja beli mobil ditempatku."

Membahas mobil, aku beralih menatapnya, melihat tatapan matanya yang sulit kuartikan sekarang ini, rasanya sangat menyesakkan saat cinta yang begitu besar yang kita miliki ternyata di sia-siakan begitu saja. Menghamburkan uang demi memuja perempuan lain dibelakangku.

"Dia terlihat menyukaimu, Anyelir. Tatapan matanya begitu memuja. Sudah berapa lama kamu mengenalnya?"

Dengusan suara sarat cemburu terdengar, sungguh lucu, seorang yang berselingkuh ternyata mempunyai kekhawatiran jika pasangannya juga berkelit dari hubungan.

Aku menepuk wajah suamiku pelan, tertawa kecil melihat wajah cemburunya yang begitu kentara. "Jika dia memang menyukaiku, memangnya kenapa? Apa aku harus melarangnya untuk perasaannya tersebut, yang bisa kulakukan hanya menjaga hatiku."

Aku melepaskan tangannya yang melingkari punggungku, berdiri dan berniat meninggalkan seorang yang sudah membuatku mati rasa tersebut.

"Kamu harus ingat, Sayang. Jika perempuan lain menarik di matamu, maka begitupun istrimu dimata orang lain."

🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱

"Evan, selama kita menikah, aku belum minta apapun, kan?"

Wajah tampan yang tengah mendekapku erat dalam tidurnya ini kini bergumam, mengiyakan apa yang menjadi pertanyaan sembari mengeratkan pelukannya padaku.

Seluruh bulu kudukku serasa berdiri saat ciuman hangat kudapatkan di tengkukku, terasa hangat dan menggoda di saat bersamaan.

Andai saja kebohongan dan pengkhianatan tidak menghiasi rumah tangga kami, berbincang penuh kemesraan seperti ini adalah hal yang sangat membahagiakan untukku.

Membicarakan hal sederhana, hingga mimpi kita tentang keluarga kita nantinya, tapi kini semuanya berbeda, mungkin saja Evan sudah berada di titik lelah berandai-andai denganku, hingga memilih seseorang yang sempurna, dan tidak hanya sekedar berkhayal sepertiku.

Tanpa sadar, senyum miris kembali muncul di bibirku, meratapi kisah rumah tanggaku yang harus dihiasi sebuah perselingkuhan.

Satu hal yang tidak bisa kutoleransi dan kumaafkan sekalipun nantinya Evan akan merangkak untuk memohon maaf atas semua penyesalan.

Jika tadi Evan memelukku dari samping, maka kini dia bergerak beralih mengurungku dikedua sisi lengannya yang kokoh hasil kerja kerasnya di Gym, tatapan mata indah miliknya yang selalu bisa membuat hati perempuan manapun kini menatapku lekat, penuh kekaguman dan cinta, sudah berulangkali aku bilang bukan, Evan adalah sosok yang selama ini begitu sempurna dalam mencintaiku, perlakuannya selalu penuh cinta dan tanpa cela.

Tanganku terangkat, menyentuh wajah tampan yang sekarang aku tahu bukan hanya milikku lagi.

"Jadi, apa yang Istriku minta dariku? Aku akan dengan senang hati mengabulkannya."

"Jika aku meminta seluruh milikmu tanpa kecuali, apa kamu akan memberikannya? Seluruhnya!"

Kupikir Evan akan menolak, menentang mentah-mentah sama seperti perdebatan kami kemarin petang tentang kasus klientnya, tapi Evan justru mengangguk.

"Aku menunggumu untuk meminta hal itu, Sayang. Untukmu dan masa depan kita aku tidak akan menolak."

Senyuman tersungging di bibirku, sebelum aku beralih mencium bibirnya lebih dahulu, memberinya satu kecupan yang disambutnya dengan antusias.

Aku tidak tahu apa jawabannya tadi benar-benar jawaban tulus atau sekedar basa-basi belaka, tapi selama aku mempunyai Mama Anita, kata-kata Evan barusan akan kuwujudkan menjadi kenyataan.

Sama seperti saat semuanya belum aku ketahui, malam ini seperti malam yang sudah-sudah, yang kuisi dengan kewajiban layaknya seorang Istri pada Suaminya.

Sayangnya entah Evan menyadarinya atau tidak, kebahagiaan dan kerelaan yang selama ini kuberikan sebagai kewajibanku pada Istri hanya kulakukan setengah hati.

Sekuat tenaga aku menahan rasa sakit hati atas perselingkuhannya, rasa sakit itu semakin menghujamku, menusukku semakin dalam seiring dengan panasnya percintaan kami malam ini.

Terasa begitu menggebu oleh Evan, begitu mendamba dan memujaku, benar-benar terasa seperti akulah satu-satunya cinta.

Biarlah, kali ini aku meredam sakit hatiku sendirian, bersandiwara seolah semuanya tetap baik-baik saja hingga waktunya tiba.

"Aku mencintaimu, Anyelir. Sangat!"

Air mataku menetes mendengar suara lirih Evan saat dia menarik selimut dan menutup tubuh telanjangku, meninggalkanku dengan kecupan yang dia kira aku telah terlelap dalam tidur.

Mencintai tapi mengkhianati, itu bukan kombinasi yang pas Suamiku, sedalam apapun cintamu, itu tidak akan ada artinya jika kamu berkhianat.

TBC

Anyelir (Ready Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang