MAAF?

7.6K 924 90
                                    

"Jika sampai tangan kotor Anda sekali lagi menyentuh Anye, saya pastikan sel kantor Polisi akan menjadi tempat menginap Anda malam ini."

Suara dingin dan datar dari Aria yang kini menjadi tameng untukku membuat suasana riuh di sekelilingku menjadi hening, hanya terdengar sedu sedan Mama Anita yang masih terdengar, berusaha ditenangkan oleh beberapa pengunjung perempuan yang menaruh simpati.

Aura pemimpin Aria yang begitu pekat membuat dari beberapa pengunjung yang melongok penasaran kini terdiam, begitupun dengan Evan dan perempuan terkutuk yang tadinya berusaha merangsek menyerangku kembali.

"Anyelir, aku bisa jelasin semuanya! Ini nggak seperti yang kamu duga, Anye." Aku menggeleng, tanpa sadar aku mencengkeram erat lengan Aria, membuat Aria langsung mendorong tubuh Evan menjauh dariku, aku memalingkan wajah, tidak sudi untuk melihat tatapan penuh penyesalan dari Evan sekarang ini yang berusaha meraihku.

"Anye nggak mau ngomong sama lo, Bos!" kembali Aria menghalangi Evan yang berusaha mendekatiku, telapak tangannya yang beberapa detik lalu dia gunakan untuk menyentuh perempuan terkutuk itu hampir saja menyentuhku, jika Aria tidak cepat menepisnya.

"Bangsat lo, siapa lo! Gue lakinya. Lo yang siapa, lo nggak usah sok ikut campur urusan rumah tangga gue, gue bisa merkarain lo karena udah gangguin Istri gue," suara murka dan dorongan keras Evan terdengar, berteriak di depan wajah Aria yang hanya berdiri tenang tanpa gentar, bahkan tanpa tahu malu, jika saja beberapa orang tidak menahannya, Evan bisa saja memukul Aria, hal bodoh yang mungkin saja akan membuat wajahnya benar-benar hancur.

"Laki-laki mana yang berkata laki-laki jika dia mengkhianati janjinya, Bung. Lo mau merkarain gue, silahkan!! Gue cuma orang asing yang berusaha buat ngelindungi perempuan yang sudah di sia-siakan suaminya, jangan mentang-mentang lo pengacara lo bisa main gertak seenaknya."

Genggaman sebelah tangan Aria di tanganku menguat, mengisyaratkan jika dia akan menepati apa yang dia katakan untuk menjaga, dan menemaniku menghadapi semua ini, bahkan disaat sekarang Evan berusaha memutar balikkan keadaan.

"Lo khawatir istri lo ada main sama gue, kalo gitu bisa lo jelasin ke kita semua, ke Istri lo khususnya, apa yang lo lakuin disini sama perempuan hamil disampingmu? Lo nggak usah ngadi-ngadi dan memutar balik fakta, Man! Lo udah ketangkep basah."

Suara datar tanpa perasaan, tapi begitu menghujam dan menusuk Evan dengan telak, mendengar apa yang dikatakan Aria barusan membuat semua ingatan akan kilas balik kutemui perselingkuhan Evan yang terbongkar kembali melintas di benakku.

Sekarang ini tidak bisa kuungkapkan dengan kata bagaimana beruntungnya aku telah dipertemukan dengan orang sebaik Aria, sosok yang baru kukenal, tapi benar-benar menjadi tameng terdepanku menghadapi pemberi lukaku yang terdalam, yaitu suamiku sendiri.

"Katakan, Van!" dengan suara yang tercekat aku membuka bibirku untuk bicara, dengan kesal kulemparkan lembar print out tagihan kartu kredit yang selama ini dia sembunyikan dariku ke wajahnya, membuat Evan menggeleng tidak percaya aku memiliki semua hal yang dia simpan rapat-rapat. "Jika dia bukan siapa-siapamu, kenapa dia dengan lancang datang kedepan wajahku, kamu tidak tahu, selingkuhanmu itu dengan percaya dirinya memamerkan wajah tidak malunya karena sudah bisa membuat suami orang memujanya, dan kamu lihat betapa menjijikkannya kamu itu, bersenang-senang dan menghamburkan uangmu di belakangku, sungguh menjijikkan."

Aku menatap lurus pada seorang yang pernah berjanji sehidup semati denganku di depan Papaku ini, menatapku dengan memelas memohon agar aku mau mendengarnya.

"Ayo katakan, Babe." suara lirih perempuan bernama Mentari itu terdengar, sungguh memuakkan melihatnya sekarang mengelus perut membuncitnya itu, mengejekku yang tidak kunjung hamil. "Katakan kenapa dibalik sempurnanya dia kamu justru berpaling padaku."

Anyelir (Ready Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang