CUKUP SEKALI

4.9K 712 68
                                    

"Ada pesan masuk, Mbak Anye."

Kuabaikan tatapan menyelidik Kapten Aria saat melihatku sudah seperti mayat, memilih meraih ponselku yang di angsurkan olehnya dan membuka pesan yang dikirimkan Sahabatku.

Ada satu CC yang limitmya paling tinggi yang dipakai Evan terus, dari transaksinya, gue yakin itu bukan lo, Anyelir. Lo bakal lebih milih donasiin duit sebanyak itu buat bangun panti asuhan daripada beli tas.
Dan terakhir, lo lihat kalo suami lo transfer buat beli mobil baru di PH lo?
Sumpah, tanpa lo harus bilang, suami lo ternyata bangsat juga.
Kalo lo butuh bantuan gue atau laki gue buat hancurin laki lo, jangan segan, Nye.


Kalian tahu rasanya menjadi aku sekarang?

Rasanya begitu menyakitkan, seakan ada tangan tak kasat mata yang membekap hidung kita erat, dan tidak membiarkan kita untuk bernafas.
Menyakitkan, seolah kita dikubur hidup-hidup dan melihat kematian menghampiri kita dengan begitu menyakitkan.

Cinta, hal yang kuagungkan dalam sebuah pernikahan kini justru terasa membunuhku dengan begitu menyakitkan.

Hal suci yang selama ini kuyakini sebagai fondasi dalam berumah tangga kini hancur karena pengkhianatan yang dilakukan Evan.

Kata-kata yang tertulis oleh sahabatku kini terpatri di benakku, tidak ingin meyakini apa yang dibacakan oleh Kapten Aria, aku membuka kembali lembar koran CC milik Evan.

Merasakan kesakitan kedua kalinya, karena apa yang dibacakan Kapten Aria benar-benar nyata terjadi pada suamiku, melihat deret angka daftar pembayaran barang-barang mewah yang bahkan tidak pernah terpikirkan untuk kubeli.

Air mataku menetes, menyadari jika aku bukan satu-satunya yang dicintai suamiku, semua hal indah yang kuanggap sempurna ternyata hanya sebuah topeng menutupi kebusukan Evan.

Hanya satu kecurigaan kecil, dan sekarang aku mendapati kenyataan yang memilukan ini, sungguh sandiwara yang apik dari suamiku, dan kini terbongkar oleh waktu untuk membuka mataku akan kebusukan yang selama ini dia simpan dengan rapatnya.

Aku menyadari ketidaksempurnaanku, tidak kunjung memberikan apa yang diinginkan oleh Evan, tapi haruskah sebuah pengkhianatan yang dilakukan Evan untuk membalas ketidaksempurnaanku?

Atau memang selama ini cinta yang diberikan padaku hanya sandiwara belaka, cinta yang selama ini terus-menerus dia ucapkan hanya kebohongan semata.

Tapi kenapa?

Ini semuanya begitu menyakitkan, hingga tidak ada kata yang tepat untuk mendeskripsikan apa yang kurasakan sekarang ini. Membayangkan di saat aku menunggu kepulangannya dengan sabar dirumah, sementara Evan tengah bersenang-senang dengan perempuan lain diluar sana, membuat alasan yang bahkan sulit untuk kuterima, memuja perempuan tersebut dengan banyak hal yang tidak kupernah kuminta karena aku takut akan merepotkannya, rasanya seperti ada bara panas yang menghujam jantungku tanpa ampun.

Entah seberapa banyak kebohongan yang dia lakukan padaku.
Entah sejak kapan pula kebohongan itu dia lakukan.

Aku mencintainya, tersanjung akan sikapnya yang begitu sempurna dalam memperlakukanku, begitu besar cintaku, hingga rasanya kini cintaku membuatku seperti orang bodoh karena tidak bisa mempercayai yang sudah terjadi, bahwa dengan mudahnya Evan mengundang orang lain dalam istana rumah tangga kami berdua.

Mengkhianati bukan hanya cintaku, tapi juga janjinya pada Allah, dan kedua orangtuaku, hal menjijikkan yang tidak akan pernah terbayang dalam hidup berumah tangga akan menimpaku.

"Anye!"

Suara lirih yang terdengar dari sampingku membuatku tidak bergeming, bahkan aku lupa jika aku tidak sendirian, ada seorang yang baru kukenal justru melihat betapa menyedihkannya diriku sekarang ini.

Jangankan untuk menjawab panggilan dari Kapten Aria. Untuk menghalau isakanku saja aku sudah tidak mampu.

Ini semua terlalu tiba-tiba dan menyakitkan.

Suara derit kursi yang disingkirkan terdengar, dan saat aku ingin melihatnya, sebuah tangan meraih kepalaku. Tanpa kata, hanya sebuah tangan dan meraihku untuk tenggelam di dadanya, meredam isakanku, dan membagi rasa sakitnya.

"Menangis untuk mengurangi luka itu nggak apa-apa, Anyelir."

Kapten Aria, aku tahu apa yang aku lakukan ini tidak benar, membiarkan orang asing melihat betapa bobroknya rumah tanggaku, tapi sekarang, sungguh, satu tempat bersandar untuk meyakinkan jika aku harus bertahan dari pahitnya kenyataan sangat kubutuhkan.

Usapan di punggungku olehnya sekarang ini seolah memberitahuku tanpa kata jika masih ada yang peduli terhadapku, dan apa yang tengah kurasakan.

"Saya tidak tahu apa yang terjadi, Anyelir. Tapi percayalah, saya orang asing yang bisa kamu percayai, disaat orang yang mengenalmu justru melukaimu."

Isakanku semakin lolos mendengar apa yang dikatakan oleh Kapten Aria, kini bahkan seragam hijau tua kebanggaannya sudah basah oleh airmataku, di dadanya, aku benar-benar meluapkan seluruh kesakitan.

Setelah semua hal yang terjadi, sesuatu yang membuat duniaku runtuh dalam sekejap, menghancurkan istana cinta, dan indahnya mahligai rumah tangga, hanya topangan yang membuatku tetap berdiri tegak menyiapkan hati untuk kedepannya yang ku butuhkan.

Kapten Aria, tidak bisa kuungkapkan dengan kata terimakasihku untuk pertolonganmu kali ini. Diantara banyaknya orang yang Allah pertemukan denganku hari ini, justru kamulah yang mengulurkan pertolongan tanpa banyak kalimat.

🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱🐱

"Pakai ini, Nye."

Mataku yang sempat terpejam kini terbuka lagi, setelah menangis cukup lama, ternyata aku baru sadar jika tubuh menjadi sangat lelah.

Tidak kusangka, menangis, dan meratapi seseorang ternyata begitu menguras tenaga, dan saat aku hampir bisa tertidur untuk mengurangi lelahku, Kapten Aria justru mengulurkan kantung minimarket ini padaku.

Dan rasa heranku semakin menjadi saat melihat kantung itu berisi Facemask dan eyemask dari brand Jepang, aku mendongak, menatap laki-laki yang kini sudah melepas kemeja seragamnya yang basah karena air mataku, dan menyisakan kaos hijau tua di dalamnya.

"Pakai itu buat ngurangin wajah bengkakmu, terutama matamu, Anyelir." perlahan mobil ini kembali melaju menuju rumahku, tatapan pengertian terlihat olehnya sekarang ini, "Aku tidak tahu sebesar apa masalahmu, tapi jika kamu sampai menangis sehebat tadi, pasti bukan hal yang sepele. Dan untuk itu, jangan sampai orang tahu jika masalah yang menghantammu berhasil menyakitimu. Jangan biarkan mereka tahu akan keberhasilan mereka menyakitimu, air matamu akan membuat mereka merasa menang."

Tanpa banyak melawan aku menurutinya, menurunkan seat mobil dan memakainya, konyol memang, memakai masker di dalam perjalanan pulang kantor untuk mengurangi wajah bengkak dan mataku yang seperti lebam, tidak pernah terpikirkan dalam otakku jika Kapten Aria sampai memikirkan hal sekecil ini.

Dan setelah menangis tersedu-sedu seperti anak kecil di dada Kapten Aria, menangisi Suamiku yang dengan tega memuja perempuan lain di belakangku, mengkhianati rumah tangga yang kita bangun bersama selama ini, rasa sakit yang kurasakan justru membuat hatiku seakan mengeras.

Aku mencintainya, tapi mendapati aku di bohongi dan di khianati, rasanya cinta itu sudah terbang entah kemana, kini kebencian justru masuk ke dalam pikiranku.

"Kamu benar, Kapten. Aku tidak akan membiarkan peselingkuh itu merasa menang karena sudah menyakitiku. Cukup sekali tadi aku menangisinya, dan tidak akan ada kedua kalinya."

TBC

Anyelir (Ready Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang