Part 2

87.2K 5.9K 294
                                    

Happy Reading

Hari ini Divia bertekat akan mencoba meminta maaf sama Davino, memikirkannya saja sudah membuat tangan gadis itu menjadi gemetar tidak karuan, ya dia tidak menyangka harus berurusan dengan seorang Davino yang berhati dingin dan tak kenal ampun.

Bagaimana pun ini demi dirinya, mau tidak mau dirinya harus mau karena ia tidak mau jika terus-terusan merasa bersalah karena insiden kemarin, ia juga sudah menyiapkan kata kata untuk di ucapkan nantinya.

Davino sudah seperti malaikat pencabut nyawa bagi Divia, percuma saja tampan jika berhati iblis. Dalam hati Divia terus saja berdoa semoga Davino memaafkan dirinya yang ceroboh ini.

"Sa, temenin gue ke kelas Davino ayo" ucap Divia sambil menarik lengan Lisa, hari ini ia tidak akan menunda lagi ia akan meminta maaf pada Davino.

"Gak ah takut. Lo aja sana" ucap Lisa sambil melepaskan lengannya yang ditarik Divia.

"Gak mau tau pokonya lo harus nemenin gue, titik!" Ketus Divia, sambil menarik lengan Lisa lagi, Lisa pun hanya pasrah dan memilih menemani Divia.

"Dia IPA 1 kan sa?"

"Ho'oh, masuk aja sana" ucap Lisa sambil mendorong Divia masuk ke dalam kelas Davino.

"Eh div cari siapa?" Tanya Tio selaku ketua kelas di IPA 1.

"Emm anu itu, gu..gue lagi nyari Davino. Davino nya ada gak?" Tanya Divia gugup, tangannya sudah gemetar tak karuan, jantungnya berdegup kencang, segitu besarnya efek Davino bagi Divia.

"Paling lagi di rooftop" jawab Rian salah satu sahabat dari Davino.

Raka sahabat Davino tidak sengaja melihat gadis itu, gadis itu tampak begitu familiar, saat dirinya mencoba untuk berpikir kembali, ternyata gadis itu adalah cewek yang sempat ditanya Davino kemarin saat di kantin.

"Samperin aja" sambung Raka sambil melihat Divia yang selalu menundukkan kepalanya.

"Santai aja, dia gak akan makan lo kok. Oh iya kenalin gue Raka sahabat Davino" ucap Raka sambil mengulurkan tangannya pada gadis itu. Divia menatap tangan Raka yang terulur ke arahnya dan menatap Raka kembali.

"Gue Divia" jawab Divia tersenyum sambil berjabat tangan dengan Raka.

"Gue juga dong mau kenalan sama cecan hehe" timpal Rian cengengesan sambil mengulurkan tangannya.

"Gue Rian, sahabat Raka juga"

"Gue Divia" jawab Divia sekenanya sambil berjabat tangan dengan Rian.

"Yaudah gue mau ke rooftop dulu ya, mau samperin Davino" pamit Divia pada sahabat-sahabat Davino, mereka hanya menganggukkan kepalanya dan Divia pun bergegas keluar dari kelas mereka sambil menarik lengan Lisa.

"Davino di mana?" Tanya Lisa pada Divia yang sedari tadi hanya diam.

"Dia lagi di rooftop, temenin gue ya" pinta Divia pada Lisa, sambil menarik lengan Lisa.

Mereka sekarang sudah sampai di depan pintu rooftop yang ditempati Davino, Divia terus saja menghela nafas kasar, mau tidak mau ia harus menghadapinya.

"Gue tunggu diluar ya, semangat!" Ucap Lisa tersenyum lebar sambil memberikan semangat pada Divia.

Divia pun mulai mengetuk pintunya, ia tidak mendapat jawaban apapun dari dalam dan dengan lancang Divia membuka pintu rooftop itu.

"Permisi" ujar Divia celingak celinguk mencari Davino, ini pertama kalinya masuk ke dalam rooftop, yang ia dengar dari orang-orang jika ada yang berani masuk rooftop ini akan berurusan dengan Davino, ya Divia tau itu lagi pula ia kemari bukan untuk bersenang-senang melainkan untuk meminta maaf pada Davino. Saat sedang asik-asiknya melihat pemandangan dari atas sana, Divia dikagetkan dengan suara berat dan dingin dari seseorang yang berada di rooftop itu juga. Reflex Divia berbalik.

"Siapa?" Davino mulai berbicara dengan suara beratnya dan tak lupa dengan tatapan elangnya.

Divia yang mendengarnya pun susah payah menelan salivanya, jantungnya berdegup kencang, tangannya gemetar tak karuan, ia terus meremas rok seragamnya. Divia takut dan ingin sekali rasanya ia berlari dari rooftop tempat keramat ini.

"Emm ituu gu..gue mau" ucap Divia terhenti lalu menatap mata Davino.

Davino menaikkan satu alisnya, ia seperti mengenal gadis didepannya, dan setelah dipikir-pikir ternyata gadis ini yang telah menabraknya kemarin, Davino menyeringai sambil menatap tajam Divia.

Divia yang melihat itu pun langsung takut dan terus saja menunduk. Saat Davino maju Divia pun mundur, sampai tidak terasa ia sudah menabrak tembok. Dan langsung saja kedua tangan Davino mengurung Divia agar tidak lari dari sana.

"Gue disini mau minta maaf sama lo" ucap Divia cepat sambil menutup matanya dengan kedua tangannya, ya jarak di antara mereka tinggal sejengkal lagi.

Itu sungguh membuat jantung Divia deg degan tak karuan, ingin sekali rasanya ia lari dari tempat ini, tetapi ia pun mengurungkan niatnya karena ia belum mendapatkan jawaban dari Davino.

Davino menaikkan satu alisnya menatap gadis yang sedang ketakutan di depannya, ia mengangguk mengerti kenapa gadis ini sampai meminta maaf kepadanya.

"Lo harus tanggung jawab" jawab Davino menyeringai sambil memperhatikan gadis yang sedang ketakutan di depannya

"Hah?"

"Lo udah berani masuk kawasan gue dan gue gak akan pernah biarin lo pergi gitu aja" ucap Davino dengan wajah dingin penuh penekanan, yang membuat Divia merinding seketika.

Divia menelan salivanya dengan susah payah, ia tidak tau harus berbuat apa agar bisa lepas dari Davino.

Divia sudah sangat lemas, dari tadi pagi ia belum sarapan apapun dari rumah, jam istirahat pun sedikit lagi akan habis. Kakinya tidak mampu menopang dirinya lagi, tiba-tiba pandangan Divia mengabur dan setelah itu tidak sadarkan diri. Ya Divia pingsan.

********

"Divia kok lama banget sih, atau gue samperin aja ya?" Lisa bercakap sendiri di depan pintu rooftop.

Saat ingin membuka gagang pintu, Lisa dikagetkan dengan Divia yang tidak sadarkan diri dan berada dalam gendongan Davino, ya Davino menggendong Divia ala bridal style dan berlari membawanya ke UKS. Sepanjang koridor banyak yang mengagumi Davino dan ada juga yang tidak suka pada Divia.

"GILAA ITU KAN KAK DAVINO, DIA GENDONG SIAPA ANJIR"

"ITU CEWEKNYA PASTI KEGATELAN"

"PARAH GANTENGNYA WOY"

"EH ITUKAN DIVIA ANAK IPA 3"

"ANJIR BERUNTUNG BANGET CEWEKNYA"

"PANGERAN GUE ITU WOY"

Seperti itulah pekikan para kaum hawa saat melihat Davino membawa seorang gadis dalam gendongannya, yang mereka tau Davino tidak suka jika berurusan dengan cewek, dan ini berbanding terbalik dengan Davino yang biasanya, ia tampak begitu khawatir dengan gadis yang berada dalam gendongannya.

Pintu UKS terbuka, Lisa mengekor dibelakangnya. Tanpa permisi Lisa pun masuk ke dalam UKS dan mendapatkan tatapan tajam dari Davino, ia tidak perduli kan itu, yang ia pikirkan sekarang bagaimana keadaan sahabatnya. Lisa menatap Davino dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

"Lo apain dia hah?" Tanya Lisa emosi dengan Davino. Ia tidak peduli lagi siapa yang sedang berhadapan dengannya.

Davino menatap tajam Lisa dan tidak menggubrisnya, ia pun pergi meninggalkan Lisa dan Divia yang sedang pingsan.

"Div bangun ya ampun, lo kenapa?" Tanya Lisa khawatir melihat keadaan Divia, ia terlihat sangat pucat.

Tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar, siapa lagi kalo bukan Clara yang bar-bar. Saat mendengar kabar Divia pingsan, Clara langsung berlari ke UKS untuk melihat sahabatnya, ia terlihat begitu khawatir.

"YA AMPUN DIV LO KENAPAA?" Teriak Clara dan menghampiri Divia yang tidak sadarkan diri.

"Bisa diem gak sih, lo gak tau ini UKS?" Ucap Lisa kesal dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini.

"Hehe maaf sa" ucap Clara dengan cengiran khasnya.

My Cold PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang