Ada alasan mengapa mata (Nama) selalu tidak fokus dan terlihat seperti ikan mati: rambutnya menutupi penglihatannya, ia juga tidak menyukai hubungan bersitatap dengan makhluk berakal.
Mata dan telinga saja tidak cukup, namun terkadang terdapat anak-anak yang diberkati kepekaan yang lebih dari orang biasa.
(Nama) benci orang dewasa, ia menolak mengetahui apa saja yang ia lihat dari mereka.
-- Sebenarnya itulah yang paling ia inginkan.
Tapi tidak bisa. Hukum sosial menolak.
"Hoo… kamu yakin ingin menanyakan ini?" senyum khas Krone mengembang.
Lagi-lagi, tubuh (Nama) merinding. Demi Semesta, orang ini selalu menakutkan, (Nama) ingin berteriak. Tapi jika (Nama) memperlihatkan rasa takutnya, itu akan lebih melukai ego-nya.
Membuat dirinya berdarah jauh lebih baik daripada membiarkan ego-nya terluka.
Mata (Nama) kali ini fokus. "Tentu, aku tidak akan melakukannya jika manfaatnya tidak ada." suaranya pun tidak sepelan yang hampir berbisik seperti biasanya.
"Aku menyukai hubungan simbiosis mutualisme, (Nama). Walaupun tidak ada ruginya bagiku memberitahumu, aku lebih menyukai keuntungan dikedua belah pihak." dengan senyum yang sama, mata Krone menyorot (Nama) seolah dia adalah mangsa.
(Nama) tersenyum, mengeluarkan tawa hambar.
"Haha…" benar, seperti inilah orang dewasa, jenis orang yang paling ia benci.
"Betapa perhitungannya anda bahkan pada anak polos sepertiku…" ucapnya mengiba, dalam maksud jenaka tentunya.
Krone terkesiap pelan. "'Anak polos'…? Jangan berusaha membodohiku, diantara semua unit plant, plant inilah yang memiliki kualitas tertinggi. Aku dengan cepat paham standar yang dimiliki anak-anak Isabella." ia mendengus, merasa lucu.
(Nama) mengangkat wajahnya, "Apa yang kau inginkan?" menatap Krone tanpa emosi.
Wanita itu tersentak akan perubahan yang sekejap. Setelah itu terkikik sejenak, lalu menekan ucapannya.
"Fufufu… kehancuran Isabella. Menjatuhkannya lalu mengambil semua miliknya."
Sejenak, keheningan melanda. Hingga buyar saat (Nama) mengangkat kedua tangannya dan menghela napas.
"Aku enggan. Melawan beliau adalah satu-satunya yang tidak bisa kucoba."
Krone melebarkan matanya, "Walah? Penolakan yang cukup spontan."
Merasa jengah dengan anak rambut yang dirasa menghalangi, (Nama) menyisir ubun-ubunnya. "Dia ibuku, dengan segenap hatiku aku menghormatinya."
"Tapi selain itu, diluar konteks, aku dan dia tidak di kubu yang sama-- bukan, aku tidak mengharapkan berada atau menjadi kubu siapapun dari konflik yang anda, beliau, dan adik-adikku lalui."
"Aku bukan teman ataupun lawan, jangan berharap untuk mengeruk keuntungan dariku."
(Nama) meletakkan tangannya pada dadanya, ingin menekan perkataannya. "Jika permintaanku tidak dapat anda penuhi, aku tidak rugi. Aku bisa mendapatkan jawabannya dari tempatnya langsung." ujarnya, tatapan arogan spontan tidak disengajai membuatnya terlihat penuh keyakinan.
Krone menahan napasnya, menerka maksud dari ucapan anak itu. Mungkinkah (Nama) memiliki maksud tertentu disana?
(Nama) berbalik menuju pintu. Setengah jarak sebelum sampai sebelum akhirnya ia kembali berhenti tanpa berbalik.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐑𝐔𝐓𝐀𝐋𝐀─ 𝐩𝐫𝐨𝐦𝐢𝐬𝐞𝐝 𝐧𝐞𝐯𝐞𝐫𝐥𝐚𝐧𝐝
Fanfictionrandom-up. x Reader. Rembulan, Dialah Sang keindahan di tengah misteri kelam nan sepi. Arutala © dwiyshren Promised Neverland © Kaiu Shirai/ Posuka Demizu · Just in case, manatahu ada yang bertanya soal credit dari beberapa art yang keliatan 'UWNSJH...