Chapter 16

47 5 0
                                    

"Isn't it serious, Dev?" Devan meminum hot choco dengan hati-hati sebelum menjawab pertanyaan perempuan di depannya.

"Apa aku kurang serius, Nona? Dan ya, ini sangat serius. Kukira ceritanya menarik dan akan membuat para gadis yang membacanya menarik napas dengan dalam. Kau bisa bayangkan, mereka tidak pernah dalam suatu hubungan hingga he kissed her for the first time their met again. Mereka terlalu bodoh dan menggemaskan at the same time."

"Kamu sedang bercanda denganku? Maksudku, bukankah ini terlalu serius ketika kamu memakai nama orang-orang terkenal di semua karakter di novel ini? fix! Kamu sudah tidak waras, Devan Mahendra."

Devan tertawa kecil sebelum menatap perempuan di hadapannya, "Apa kamu keberatan dengan itu, Liz?" tanya Devan sambil meminum hot choco dengan tenang. "Kalau kamu keberatan, let me go right now. Karena ada puluhan penerbit yang ingin menerbitkan bukuku. Kau tahu? Novel ini akan sukses besar jika aku bilang bahwa ini cerita yang terjadi di kehidupan nyata."

Liza hanya seorang editor disalah satu perusahaan penerbit yang cukup kecil di kota mereka. Ia tidak menyangka akan mendapatkan kejutan seperti ini. Seorang penulis terkenal, datang kepadanya untuk menerbitkan sebuah buku yang menurutnya sangat luar biasa, namun rumit. Ia tidak mungkin membiarkan perusahaannya bangkrut karena menerbitkan novel yang berisi tentang percintaan orang-orang terpandang di negaranya. Tidak. Mungkin, dunia.

"Aku tentu saja tidak akan keberatan, Dev. Tapi, apakah kamu pernah berpikir bahwa nama orang-orang yang ada di cerita ini akan keberatan? Holy, fucking shit, Dev!? Kamu membuat aku geger otak sekarang." Liza menghembuskan nafasnya frustasi.

"Aku sangat ingin menerbitkan bukumu, Dev" ucap Liz menatap Devan yang tengah tersenyum dan terkadang terkekeh melihat dirinya yang frustasi.

"Yasudah, kamu bisa terbitkan, Liz. Aku memberimu kesempatan untuk menerbitkan bukuku."

Liz menghela nafas, "Masalahnya aku tidak ingin perusahaan tempatku bekerja bangkrut karena dituntut mencemarkan nama baik mereka, Dev. Dan kamu juga akan dituntut, Devan?!" seru Liza frustasi.

Devan menatap Liza, "Kamu khawatir kepadaku, Liz? Kamu peduli kepada aku?" Devan meminum kembali hot choco-nya. "Dan kamu tidak perlu khawatir, Liz. Karena aku jamin, tidak ada yang berani menuntut aku ataupun kamu dan perusahaan kamu. Trust me."

Liza menatapnya heran, "Kenapa kamu sangat percaya diri? Dan bagaimana bisa kamu sangat tenang ketika aku sudah panik hampir mati, Dev?"

Devan mentapa Liza dengan pandangan misterius, "Karena aku Devan Mahendra. Kamu hanya perlu menerbitkan bukuku saja, Liz. I trust you, so you can trust me. Because I've never want to see you falling. Dan juga aku tidak butuh ijin siapapun untuk menerbitkan ceritaku dan tidak ada yang akan menuntut kamu dan juga perusahaan kamu."

"So, kamu bisa terbitkan bukuku. Karena buku ini satu-satunya cara aku bisa dekat dengan kamu."

Liza tidak mengerti apa yang dikatakan Devan. Yang ia pikirkan adalah betapa beraninya Devan menerbitkan buku tentang percintaan orang yang dikagumi dan dihormati di dunia ini? "Hah?"

*

Killa menghela nafas lelah, ia baru saja selesai membantu proses persalinan yang cukup memakan tenaganya. Merebahkan dirinya di kursi kesayangannya sebelum pintu ruangannya dibuka paksa membuat Killa mau tidak mau menatap malas kepada sahabatnya, Ella.

"Aku lelah, La. Ada apa?"

Ella tampak bersemangat dan tak menghiraukan ucapan Killa. "Key, apa kamu tidak tahu Rumah sakit kembali gempar dua hari yang lalu?"

Killa memenjamkan matanya, "Apakah Menteri ekonomi Jerman mengalami kecelakaan? Atau aktor dan selebritas macam Jean William kembali mengalami kecelakaan? Atau Trump mengalami kecelakaan yang membuat seisi Rumah sakit kembali gempar?" ucap Killa dengan nada lelahnya.

Ella menatap sahabatnya tidak percaya, "Bagaimana bisa kamu bicara seperti itu, Key?" tanya Killa. "Yang aku maksud adalah, teman-teman Jean William yang sangat tampan datang mengujungi Jean William dua hari yang lalu secara bersamaan?!" seru Ella.

Killa diam tidak menanggapi ocehan sahabatnya itu tentang Jean William. Karena pada dasarnya kehadiran Jean William saja sudah membuatnya pusing. "Apa yang mau kamu tanyakan kepadaku, La? Kalau pertanyaan konyol seperti 'kenapa aku tidak mengujungi Jean William yang tampan itu?' maka aku tak akan mau untuk menjawabnya. Aku lelah."

Killa tahu persis tatapan yang diberikan Ella kepadanya. Sudah tujuh tahun mereka berteman, tidak membuat Killa tidak mengerti apa isi yang ada dikepalanya itu. Killa susdah terlalu mengenal Ella.

"Apakah kamu beneran tidak mengenal Jean William, Key? Aku tahu setelah dua hari ia dirawat di Rumah sakit ini bahwa kalian satu kewarganegaraan. Indonesia. Kamu beneran tidak mengenalnya?" tanya Ella menyelidik.

Killa menghembuskan napasnya dan membuka matanya, "Aku tidak mengenal siapa itu Jean William, La. Aku hanya tinggal sepuluh tahun di sana. Bukan berarti aku harus tahu apa yang terjadi dengan siapa itu Jean William."

"Ah, aku ingat!" seru Ella dan menatap Killa serius. "Arie Flavian. Ya, Arie Flavian. Kamu kenal dengan nama itu? Kamu tidak mungkin tidak mengenal keluarga Flavian, kan, Key? Aku dengar Flavian adalah pengusaha terkaya nomor tiga di Asia. Jangan bohongi aku, Key!" tuntut Ella meminta jawaban.

Ah! Arie Flavian, ya?

"Apakah Jean William adalah Arie Flavian, La?" tanya Killa dengan tenang.

Ella menunjukkan antusias ketika menyadari mungkin saja sahabatnya itu kenal dengan Jean William. "Ya! Aku kira kamu akan kenal dengan keluarga Flavian?!" seru Ella dengan semangat.

Killa tersenyum, "Hidupku sangat tertutup, La. Tidak ada yang menarik. Aku tinggal di Jerman selama enam tahun tanpa mengenal siapapun di sini. Hanya Harziq temanku semasa kecil. Kami terpisah ketika usiaku enam tahun, aku yang pergi ke Indonesia. Kakakku dan Harziq pergi ke Amerika untuk menempuh Pendidikan yang bagus."

"Aku hidup bersama Nenek dan Kakekku selama enam tahun, karena aku terlalu kecil untuk tinggal sendiri. Semasa hidupku hanya kuhabiskan dengan belajar dan belajar. Tidak ada yang istimewa dengan hidupku. Aku tidak pernah berbaur dengan anak-anak yang lain karena aku cukup tertutup. Jadi, aku tidak tahu siapa itu keluarga Flavian. Karena hidupku cukup rumit, La." Jelas Killa yang kemudian menutup matanya karena lelah. Ia harus beristirahat sebelum kembali membantu proses persalinan yang cukup berat. 

Ananta Killaputri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang