Chapter 3

114 9 2
                                    

Dengan secangkir kopi di hadapannya membuat Ananta sangat tenang dan nyaman. Ia sedang mengerjakan sebuah jurnal untuk ia kirim ke salah satu kampus di luar negeri. Ananta hanya membuat jurnal penelitian tentang "Cara yang tepat menghadapi tingkah laku sosial" yang akan ia kirim malam ini. Ananta tidak berharap akan di hubungi kembali oleh pihak Universitas di sana. Ananta hanya mecoba saja, lagipula jurnal yang ia bikin adalah jurnal abal-abal hasil pemikirannya sendiri. Syukur-syukur jika ia beruntung, ia akan mendapatkan beasiswa di kampus tersebut dan jika tidak, yasudah mungkin bukan rejekinya.

"Lo sendiri?" Ananta mendongak dari buku dan laptop di depannya.

"Eh?"

Tanpa permisi, laki-laki itu duduk di depan Ananta yang masih terkejut melihat kedatangan laki-laki itu yang menggunakan kemeja putih, celana bahan hitam dan apron hitam yang berada di tubuhnya menggambarkan bagaimana laki-laki itu sangat tampan. Sepertinya ia seorang barista di kedai ini.

"Lo? Lo cowok yang ada di bis itu kan? Ngapain lo ke sini?" tanya Ananta dengan bingung.

Laki-laki itu tersenyum kecil, dan mengulurkan tangannya kepada Ananta. Hal itu, membuat Ananta semakin dibuat bingung. "Memangnya enggak boleh? Gue pikir ini tempat umum, jadi semua orang bisa duduk dan berbicara dengan siapa aja."

Ananta mengerutkan keningnya, ia bingung harus berbuat apa? Apakah ia harus mengusir laki-laki di hadapannya atau menerima uluran tangan laki-laki asing di hadapannya. "Lo lama ah," setelah mengucapkan itu, tangannya di tarik oleh laki-laki asing di hadapnnya dan di genggam. "Aksara."

Ananta hanya memandang bingung laki-laki di depannya, "Ananta."

"Nama yang bagus."

Ananta hanya tersenyum dengan kikuk dan melepaskan tangannya dari genggaman lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Aksara itu. Ananta berpikir ia harus segera pergi dari kedai ini. Dan menyelesaikan tugasnya yang sempat tertunda.

*

Aksara yang duduk di hadapan Ananta mengerutkan keningnya ketika melihat Ananta yang sedang membereskan semua barangnya di meja. Memangnya, apa salahnya? Ia hanya ingin berkenalan dengan gadis yang membuatnya penasaran. Aksara segera menahan tangan yang ingin beranjak pergi. "Tunggu, kalau lo ke ganggu sama kehadiran gue. Fine, gue akan pergi. Jadi, selamat mengerjakan, dan lo duduk di sini aja," ucap Aksara dengan mendudukan kembali Ananta di bangkunya dan ia pamit untuk ke belakang. Ke meja yang seharusnya ia tempati.

Aksara kini hanya dapat memerhatikan Ananta dari kejauhan, dibalik meja kerjanya. "Ra, itu Americano satu, enggak pakai lama." Aksara tersenyum dan tidak menimpali ucapan sahabatnya itu, ia segera membuat kopi untuk pelanggannya. Aksara tersenyum ketika mengingat Ananta. Ya, Aksara akan selalu mengingat nama gadis itu.

Tringgg

Aksara menunggu pesanan berikutnya. Aksara memutarkan bola matanya, mencari Ananta yang duduk di bangku pojok kanan. Namun, ia tidak menemukan perempuan itu. Aksara tersenyum dan berbalik ke arah mesin kopi kesayangannya. Ia harus bekerja untuk menghilangkan bayang-bayang Ananta dari pikirannya. Suatu saat nanti, Aksara akan mengajarkan perempuan itu membuat kopi kesukaannya.

Setelah seharian bekerja, Aksara menaruh apron-nya ke dalam loker miliknya. Ia berjalan dengan santai menuju motor vespa kesayangannya. Aksara beda dengan lelaki di luar sana, yang menikmati hasil orang tuanya dan hidup mewah. Aksara sangat mencintai kesederhanaan, seperti naik angkutan umum tiap pagi dan sore hari. Naik motor vespa butut peninggalan Kakeknya, memakai celana jeans sobek dan kaus oblong berwarna putih. Memang harus diakui, gaya Aksara hari ini sangat berbeda seperti biasanya, memakai kemeja putih dan celana bahan hitam, seperti orang kantoran yang ingin meeting dengan Bos-nya. Aksara memakai helmnya dan mulai menjalankan motor vespa kesayangannya untuk pulang ke Apartemennya.

Aksara tersenyum kala mengingat tingkah laku Ananta di Kedai tadi, sangat lucu dan menggemaskan. Kini, pikirannya sudah terdominasi oleh seseorang yang bernama Ananta. Aksara akan mencari tahu tentang Ananta kepada orang kepercayaannya. Tidak terasa, Aksara kini sudah sampai di parkiran bawah Apartemennya. Aksara memakirkan motor kesayangannya di samping mobil antik dan mewah miliknya. Aksara memasukkan tangannya ke kantung celana, dan ia berjalan santai dengan wajah tersenyum tipis. Aksara dikenal sebagai pria yang tak pernah tersenyum, kecuali ketika berada di Kedainya. Ananta. Nama itu kembali terngiang di kepalanya. Ketika di lift, ponsel yang berada di saku Aksara berdering menandakan adanya telepon masuk. Aksara mengangkatnya, "Halo, Pa?"

"Sa? Tadi kamu ke Kantor, kan?"

Aksara medengus sebal, "Ya, Pa. You wish."

Terdengar suara kekehan di ujung sana, "Good Boy! Bagaimana?" tanya Alex kepada Anaknya.

"Membosankan," aku Aksara. Aksara keluar dari dalam lift menuju Apartemennya. Sebelum masuk ke dalam Apartemennya, Aksara melihat Ananta yang keluar dari salah satu Apartmen yang ada di sana. Ah, mungkin hanya mirip saja.

"Hallo? Son?" panggilan Alex dari telepon yang masih tersambung menyadarkan Aksara dari bayangan Ananta.

"Ya? Sorry, Dad."

"Istirahatlah, sepertinya kau lelah." Alex menutup teleponnya dan meninggalkan Aksara yang sudah membuka seluruh kancing kemejanya.

Aksara berjalan ke arah sofa yang berada di sudut kamarnya. Ia membuka laptopnya dan membalas seluruh E-mail yang masuk. Aksara memijit pelan pangkal hidungnya, entah kenapa ia sangat tidak fokus untuk membalas semua E-mail yang masuk. Aksara mendengus kesal, ia segera menutup laptopnya dan beranjak ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan menenangkan pikirannya dari Ananta.

Aksara keluar dengan lilitan handuk di area pinggul bawahnya dengan menyugar rambutnya yang mulai Panjang dan basah. Aksara pergi ke arah lemari dan memakai bajunya dengan lengkap. Ia berjalan keluar dari kamar menuju bar kecil di Apartemennya. Aksara membuka kulkas dan mengambil minuman dingin dan snack yang ada di laci dapurnya. Aksara duduk di bangku tinggi dan membuka ponsel yang ia bawa. Aksara membuka salah satu sosial media miliknya, tidak banyak pengikutnya, karena Aksara tidak suka tersentuh oleh orang lain-kecuali yang ia ijinkan.

Aksara tersenyum ketika menemukan sosial media milik perempuan lucu itu, Ananta. "Cantik."

Ananta Killaputri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang