Chapter 8

75 7 1
                                    

Andra menutup teleponnya dan segera berlari ke arah mobilnya. Ia baru saja ditelepon oleh seseorang yang mengatakan bahwa sahabatnya baru saja di bawa ke rumah sakit karena pingsan di restaurant.

Tanpa menunggu lama lagi, Andra mengendarai mobilnya ke arah rumah sakit yang disebutkan. Andra menghembuskan napsnya berat, Andra yakin Aksara sudah mengetahui bahwa Gita -sahabat kecil mereka- telah kembali dari luar negeri. Andra menatap ponselnya yang berdering.

Nanta

Tanpa lama, Andra menjawab panggilan dari Ananta yang sudah ia anggap adiknya sendiri.

"Halo, Nanta," sapa Andra dengan nada seceria mungkin.

"Kak? Lagi dimana?"

Andra terkekeh, "Tumben pake 'Kakak'."

"Ihsss, seriuss dong!!"

"Iya sayang, lagi di jalan menuju ke Rumah sakit."

Andra kembali terkekeh dan fokus menatap jalan dengan kecepatan sedang, "Jijik tahu nggak sih? Kamu salah makan ya, Ndra?"

Andra tersenyum, "Bukan salah makan, tapi kayaknya aku sudah tergila-gila sama kamu,deh."

Ananta mendengus, "Aku tutup kalau kamu ngomongnya ngelantur mulu! Hati-hati di jalan, Ndra."

"Iya, Ta."

Andra menghembuskan napasnya, "Kalau kamu kayak gini terus, Ta, aku nggak bisa jamin kalau aku nggak akan jatuh cinta sama kamu."

Andra menginjak pedal gasnya untuk menambah kecepatan agar sampai ke Rumah sakit lebih cepat.

*

"Dev?" Ananta tahu Devan tidak tidur namun dia malas menjawab panggilan Ananta.

"Dev?? Ihhh, Devan seriussss!!!" Ananta mengguncang tubuh Devan yang kini tengah berbaring di sebelahnya.

"Aku udah tidur, Ta." Masih dengan mata yang terpejam dan tangan yang bersidekap dada, Devan menjawab panggilan Ananta yang membuat perempuan itu mendengus sebal.

"Kok, tidur bisa ngomong?" tidak ada lagi jawaban.

Ananta menoleh ke arah Devan yang napasnya sudah teratur. Malam ini, Ananta sengaja meminta Devan untuk datang agar ia ada yang menemani. Papanya sedang ada urusan bisnis di luar negeri. Mamanya sudah pergi sejak ia kelas enam sd. Mereka tidak berdua di rumah ini, ada pelayan, supir, dan tukang kebun. Rumah ini ramai, namun entah mengapa semenjak kepergian Mamanya, semuanya terasa hampa.

"Dev? Kalau lo pura-pura tidur mending lo terusin aja, siapa tahu lo bakalan tidur setelah denger curhatan gue, Dev." Ananta menghela napas. Devan mendengar-kan dengan seksama. Ya, ia hanya pura-pura tertidur.

"Kayaknya gue suka sama seseorang deh, Dev." Deg.

"Gue nggak tahu semenjak kapan gue suka sama dia tapi rasanya baru kemarin gue kenalan sama dia. Dia baik banget, Dev. Dia udah gue anggap sebagai Abang gue. Gue tahu dia panik banget pas tadi gue telepon dia. Walaupun dia tutupin sama ketawa. Tapi ketahuan banget dia lagi panik sama seseorang. Gue tahu gue nggak berhak apa-apa, tapi kan tetep aja, Dev, gue sakit hati. Gue cemburu, Dev."

Ananta menoleh ke arah Devan yang napasnya sudah teratur, "Menurut lo, gue harus apa Dev?"

"MenurutMama, Nanta harus apa?" 

Ananta Killaputri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang