Chapter 51

24 1 0
                                    

Hyeong Jee menatap Killa—perempuan yang sudah ia anggap sebagai putrinya—yang tengah gugup. "Ada apa sayang? Ada masalah apa?" tanya Hyeong Jee dengan suara yang melembut.

Killa menatap pria paruh baya di hadapannya, "Sepertinya jantungku mulai melemah. Akhir-akhir ini sakitnya semakin bertambah dan terus-menerus kambuh. Apa aku harus kembali menjalani operasi? Seperti sepuluh tahun yang lalu—ketika Oma menelepon Abba untuk membawaku ke Jerman dan mencarikan pendonor jantung karena kondisiku yang tidak memungkinkan."

"Aku tidak tahu—setelah mendengar cerita dari Eomma, I want to live. Aku juga tidak tahu akan berakhir seperti ini dengan Ryeon—ketika malam itu ia menyatakan perasaannya aku menjawab iya dengan harapan aku bisa bahagia bersamanya—dan itu telah terwujud. Setidaknya, jika suatu saat terjadi sesuatu kepadaku, aku tidak menyesal dengan keputusanku menerima Ryeon."

"Aku tahu pelarian aku sepuluh tahun yang lalu bukan dibantu murni oleh Ryeon dan Harziq—tapi, Abba dan Oma yang membantuku. Dan aku datang ke sini ingin meminta bantuan yang sama kepada Abba—aku ingin Ryeon dan yang lain tidak tahu tentang penyakitku kali ini. Jika memang aku harus di operasi, aku akan menerimanya—jika operasi itu gagal, setidaknya mereka tidak tahu—karena, lebih baik tidak tahu hal yang menyakitkan."

"Aku akan pergi ke Indonesia secara diam-diam setelah aku tinggal di Ganjin selama dua minggu—itu semua aku meminta bantuan kepada Abba. Karena, hanya Abba yang tidak bisa Ryeon gapai. Aku ke Indonesia ingin bertemu dengan Mama—mungkin ini kesempatan terakhirku—serta Oma dan Eyang. Aku hanya tidak ingin kematianku membawa kesedihan untuk orang lain—cukup kelahiranku yang membuat hubungan Eyang, Oma, Eomma, Mama dan Papa dengan Ayah merenggang karena kehadiranku. Tidak kali ini, Abba—aku mohon bantu aku."

Hyeong Jee menyadarkan tubuhnya dan menatap Killa yang tengah menunduk, "Sudah malam, sayang. Sekarang kamu tidur terlebih dahulu, karena aku dengar jadwal aku sangat sibuk. dan juga kamu harus segera memeriksakan kesehatan kamu di Rumah sakit Sunwoo. Nanti kita bicarakan lagi tentang hal lainnya," ucap Hyeong Jee kepada perempuan yang masih menunduk di hadapannya dengan lembut namun tegas.

"Baiklah," Killa berdiri dan berhenti ketika ia memegang tepi kursi yang tadi ia duduki. Ia memegang dadanya yang terasa nyeri—tidak, amat nyeri.

Hyeong Jee yang melihat itu segera memegang kedua lengan Killa dan membawa putrinya itu ke sofa yang berada di ruang kerjanya. Hyeong Jee segera pergi menuju lemari yang berisi obata-obatan dan kembali ke sisi Killa. ia segera memberi Killa obat penahan nyeri untuk diminumnya. Killa mengambil dan meminum obat yang diberi Hyeong Jee—Pria paruh baya yang sudah ia anggap sebagai Ayahnya.

"Sejak kapan? Kamu harus jujur kepadaku, Sayang—jika kamu ingin aku membantu kamu," kata Hyeong Jee dengan raut wajah cemas yang sangat terlihat.

Killa menghembuskan napasnya, "Empat bulan yang lalu," jawab Killa dengan lirih.

"Mengapa Harziq tidak mengetahuinya? Aku mendapat laporan jika kamu hanya mengalami kecapekan yang membuat jantung kamu bermasalah sedikit—tidak seperti ini, Ananta."

Killa memejamkan matanya ketika tahu pria paruh baya di sampingnya marah kepadanya, "Kamu harus kembali menjalani transplatasi lagi—dan itu tidak mudah. Jauh lebih sulit, karena kamu sudah pernah di operasi. Ya Tuhan, apa yang harus aku katakana kepada istriku, sayang? Dan untuk apa kau melarikan diri kembali dari semua orang seperti sepuluh tahun yang lalu?" tanya Hyeong Jee dengan tegas—jika, tidak maka ia tidak akan pernah mendapatkan jawaban.

"Aku tidak tahu kalau akan separah ini—aku sudah berusaha. Aku hanya ingin memantapkan hatiku sebelum bertemu dengan Ayah—hal yang aku inginkan sejak dulu. Aku ingin menyelesaikan masalahku sendiri—nyatanya, aku tidak bisa. Aku sangat memelurkan bantuan dan yang bisa aku pikirkan adalah Abba. Aku takut jika operasi kali ini gagal—maka kesempatan aku akan hilang dan jika memang begitu aku hanya ingin tenang dengan tidak membuat gaduh. Sudah cukup selama ini aku merepotkan banyak orang dan aku sudah memutuskan untuk terakhir kalinya merepotkan Abba—karena kekuasaan Abba sama seperti kekuasaan Ayahku."

Hyeong Jee menghembuskan napasnya dengan kasar dan memejamkan matanya, "Baiklah—aku akan pikirkan nanti. Sekarang kamu kembali ke kamarmu dan jangan lupa minum obatmu." Hyeong Jee mencium kening Killa, "Aku mencintai kamu, putriku."

Killa tersenyum, perhatian Hyeong Jee memang seperti perhatian kepada putrinya sendiri. Ketika merasa nyerinya mulai menghilang, Killa bangkit dari duduknya dan beranjak keluar dari ruang kerja Hyeong Jee setelah pamit yang dibalas senyum kebapakan pria paruh baya yang kini berusia enam puluh tahun. Killa berhenti sejenak dan berbalik menatap pria paruh baya yang masih terlihat tampan.

"Ada apa lagi?"

Killa memiringkan kepalanya, "Kalau operasinya berhasil—aku akan memulihkan diri selama dua tahun dan aku ingin kau memastikan bahwa Ryeon—Anakmu—tidak menatap perempuan lain. Apalagi Park A-Young Soensaengnim, entah kenapa aku sedikit cemburu melihatnya dan membanyangkannya. Dan mungkin menyenangkan melihat Ryeon sengsara—atau tidak? Ah, memikirkannya saja sudah menyebalkan."

Hyeong Jee tertawa melihat perubahan putrinya itu. Ia menganggukan kepalanya, "Baiklah, aku juga ingin melihat dia sekali-kali sengsara. Semenjak kamu kembali berada di sisinya—sisi liar anak nakal itu mulai tertutup. Aku tidak bisa menjamin jika nanti sisi liarnya kembali keluar setelah ditinggal oleh kamu, sayang. Sepertinya anak nakal itu mencintai kamu."

Killa mengangguk setuju, "Memang ia mencintai aku."

"Astaga, sana tidur. sudah hampir tengah malam dan besok kalian ada penerbangan pagi—jangan lupa minum obatmu, Sayang." Killa mengangguk dan kali ini ia benar-benar keluar.

Hyeong Jee yang melihat Killa yang sudah menghilang dibalik pintu segera beranjak kembali menuju meja kerjanya—ia mengetikan sesuatu di komputernya. Setelah mendapatkan apa yang ia mau—Hyeong Jee segera kembali ke kamarnya. Istrinya telah menunggu—dan ia harus kembali menutupi fakta dan berbohong kecil ketika istrinya menanyai apa yang mereka bicarakan tadi.

*

Na-Yeon melihat suaminya yang baru saja masuk dari pintu penghubung antara ruang kerja dan kamar utama. "Apa yang Nanta bicarakan denganmu? Mengapa aku tidak boleh ikut? Katanya ada yang ia ingin bicarakan dengan kita."

Hyeong Jee tersenyum dan duduk di sisi kiri tempat tidur yang berukuran King size ketika mendengar runtutan pertanyaan istrinya. Na-Yeon menatap curiga dengan menyipitkan matanya ke arah suaminya.

"Anak nakal itu berhasil mengambil hati putrimu—dan sepertinya anak nakal itu mencintai putri kita, Chagiya."

Na-Yeon membelalakn matanya, ia tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Bagaimana bisa? Pertanyaan itu yang selalu terputar di kepalanya. "Kamu serius? Mengapa kalian memilih bicara berdua saja jika hanya ingin bilang itu?"

"Itu yang dia ingin beritahu kepada kita—aku sama Nanta bahas pekerjaan, Chagiya. Sudah malam, aku menyuruhnya tidur karena besok ada penerbangan pagi. Kita tidak mungkin kan memaksakan dia untuk bercerita semalaman?" tanya Hyeong Jee dengan lembut—memberi pengertian kepada istrinya.

Na-Yeon menghembuskan napasnya namun ia tidak bisa menyembunyikan senyumnya. "Akhirnya aku bisa merealisasikan mimpi aku dengan Rania. Kamu tahu bahwa aku dan Risa berlomba untuk menjodohkan anak-anak kita kepada Nanta? Astaga, aku sangat bahagia," ucap Na-Yeon dan langsung memeluk tubuh suaminya.

Hyeong Jee tersenyum dan mengusap punggung istrinya, "Baiklah, baiklah. Bagaimana kalau kita tidur sekarang? Hari sudah sangat malam, dan kita harus bangun pagi untuk mengantar mereka besok pagi ke bandara. Dan aku ada pekerjaan mendadak lusa mengharuskan kita untuk ke Seoul sementara waktu. Jadi, kamu harus bersiap, kita akan kembali ke hidup kota dan tidak lagi hidup di pulau yang tenang seperti saat ini."

"Mengapa? Pekerjaan apa?" tanya Na-Yeon penasaran.

Hyeong Jee kembali tersenyum dan merebahkan dirinya bersama istrinya, "Rahasia—proyek besar. Dan aku tidak mungkin meninggalkan kamu di pulau ini sendiri bukan?" tanya Hyeong Jee menatap Na-Yeon.

"Tidurlah."

Ananta Killaputri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang