Chapter 29

43 3 0
                                    

Killa menurunkan ponselnya sebentar ketika melihat dua orang yang masuk ke dalam kamarnya. "Nanti aku kabari lagi, Ryeon. See you soon." Killa menutup teleponnya dan menatap kedua orang itu sambil tersenyum lembut.

"Aku kira ini bukan jam untuk mengontrol pasien, Dok. Penyakitku bukan sesuatu yang serius, kamu harus tahu itu," ucap Killa kepada kedua orang yang memakai jas putih panjang. "Ah, apa ini dokter baru yang akan merawatku?" tanya Killa menatap Kaka yang berdiri di samping Harziq.

Killa kembali menatap Harziq, "Aku ingin bicara berdua denganmu sebelum kau balik malam ini ke Hamburg, Har. Aku ingin berbicara sebagai teman atau adik kepada kakanya."

Harziq mengangguk mengerti, sementara Kaka tampak bingung ketika seorang Beryl Calixte yang dikenalnya sangat menurut kepada perempuan yang ia kira sangat pengecut itu.

"Kenalkan dia, Dokter Pratama yang akan menggantikan aku setelah ini untuk menjadi doktermu, La," ucap Harziq yang diangguki oleh Killa dengan senyumannya.

"Dokter Pratama, lo pasti udah kenal siapa gue, Nanta." Kaka tahu saat ini sangat tidak sopan, tapi ia tidak bisa menahan diri lagi.

Killa tersenyum, "Aku Killaputri, cukup panggil Killa saja, Dok. Dan kau cukup sinis untuk seorang Dokter kepada pasiennya," ucap Killa dengan nada jenaka.

Harziq menghembuskan nafasnya, ia tidak bisa menebak isi kepala Killa. "Aku udah nggak ada di Aachen mulai besok, jadi aku harap kamu menuruti semua perkataan Dokter Pratama, La. Karena, kamu sudah berjanji untuk menjadi pasien yang baik."

Killa masih menampilkan senyum indahnya, "Aku akan menepati janjiku, Dok. Jadi, apa yang harus diperiksa? Aku kira kalian tidak akan repot-repot hanya untuk perkenalan diri kepadaku, kan? Karena aku bukan orang sepenting itu." Killa hanya ingin mereka berdua cepat keluar dari ruangnya.

Tiba-tiba ponsel Kaka berbunyi membuat ia harus mengundurkan diri terlebih dahulu meninggalkan Harziq dan Killa.

Killa menatap Harziq, "Aku hanya ingin kamu menggantikanku untuk pergi ke acara ini, Har. Cukup pergi, temui sahabatku, dan sampaikan salam serta permintaan maafku kepadanya. Devan, aku akan membutuhkan bantuannya nanti." Killa memberikan undangan yang sangat cantik kepada Harziq.

Harziq menatapnya lama sebelum mengambil undangan itu dari tangan Killa, "Apa imbalan yang akan aku terima, La?" tanya Harziq setelah membaca apa yang ada di dalamnya. "Kau tahu, aku hanya membantu ketika kau membantuku."

Killa tahu itu ketika ia memutuskan untuk meminta bantuan kepada Harziq, "Menjadi pasien yang baik?"

Harziq menatapnya serius, "Tidak, itu janji yang harus kau penuhi untuk permintaanmu terakhir kali." Harziq terdiam sejenak, "Aku ingin kau memberitahu apa rencana yang sedang kau sembunyikan kali ini, bagaimana?"

Killa mengalihkan pandangannya ke samping untuk menghindari tatapan dari Harziq, "Aku tidak merencanakan apapun, Har. Kau tahu itu."

Harziq menggeleng, "Aku tahu kamu, La. Kau tidak bisa membohongiku, sepuluh tahun yang lalu aku yang membuatmu terbang ke Jerman dan menyembunyikanmu dari Satria lima tahun lamanya. Aku terlalu menyanyangimu sampai membuat kontrak kerja dengan Rumah sakit lain untuk membantu rencana yang kau rencanakan."

Killa tahu itu, Harziq adalah seseorang yang akan Killa hubungi terlebih dahulu sebelum ia menghubungi Satria, Kakaknya.

"Aku akan datang ke acara ini. dan Mama akan datang ke Jerman minggu depan. Aku sudah meminta pengurusan pemberhentianmu dipercepat. Jadi, tidak ada alasan untukmu pergi ke Hamburg saat ini."

Perkataan Harziq membuat Killa memelototkan matanya kepada Harziq, "Apa yang kau bilang? Bagaimana bisa??? Aku baru bilang padamu tadi pagi, Har" kata Killa tidak percaya.

"Aku tahu semuanya tentang kamu, La." Harziq menatap Killa dengan serius, "Aku hanya ingin kau beri tahuku semuanya dan tidak bertindak gila sendiri."

"Aku tidak merencanakan apapun, Har. Kau sangat keras kepala," ketus Killa kepada Harziq yang terekekeh.

"Dan kau lebih keras kepala. Jadi, aku hanya akan mengajukan satu pertanyaan saja kepadamu, boleh?" tanya Harziq.

Killa menganggukan kepalanya, "Ya, silahkan."

Harziq tersenyum, "Jadi, kau akan kembali melarikan diri lagi?" Killa menatapnya tak pecaya.

Killa menghembuskan nafasnya, "Ya, sampai aku lelah, Har. Kau tahu itu."

Harziq berjalan mendekati dan mengusap kepala Killa dengan lembut, "Aku tahu kau akan menjawabku."

Ketika itu pintu kamar Killa terbuka menampakan Kaka yang menatap mereka dengan senyumannya, "Maaf mengganggu pembicaraan kalian, aku hanya ingin pamit karena sahabatku sedang mengunjungi Aachen."

Harziq menganggukan kepalanya dan Killa menutup matanya, ia hanya berharap laki-laki itu tidak mendengarkan apa yang mereka bicarakan tadi.

Setelah kepergiaan Kaka, Harziq menatap lembut dan mencium kening Killa dengan sayang. "Aku tidak akan membiarkanmu sendiri dan pergi ke negara lain seorang diri seperti dua puluh tahun yang lalu."

Killa hanya mendengus malas, ia kira ia bisa mengatasi semuanya sendiri. Tapi, ia juga bersyukur karena masih ada seseorang yang tahu apa yang ia inginkan.

"Aku bukan Satria yang akan mengatakan bahwa kau melarikan diri ke Jerman karena Aksara. Karena aku tahu, Aksara bukanlah pria yang akan membuat kamu melarikan diri seperti ini."

Killa memutar bola matanya malas, "Dia tetap Kakakku, Har. Kau tidak boleh seperti itu."

Harziq tertawa dan menemani Killa sampai ia tertidur pulas.

*

"Ini udah telepon kamu yang ke sepuluh hari ini, Har. Kamu nggak lelah, apa?" tanya Killa dengan kesal ketika Harziq selalu meneleponnya ketika laki-laki itu ada kesempatan.

Killa melirik Kaka yang tengah mengecek infusnya dan beberapa hal di sampingnya. "Har! Aku bukan anak kecil lagi yang harus kamu monitorin terus menerus."

Killa menatap Kaka, "Kapan saya bisa pulang, Dok? Saya rasa saya sudah cukup sehat untuk pergi dari rumah sakit ini."

Bukannya Kaka yang menjawab namun pria menyebalkan itu yang menjawabnya, "Kamu belum boleh pulang sebelum aku bilang iya, Killa."

Killa memutar bola matanya malas, "Kamu bukan dokter aku lagi, Harziq. Dan aku rasa jantungku baik-baik saja saat ini."

"Tidak dengan ginjal kamu, La."

Killa mendengus mengabaikan Kaka yang diam-diam tersenyum tipis mendengarkan percakapan mereka berdua, walaupun ia hanya bisa mendengar suara Killa.

"Dan aku kira kamu tahu, dia bukan dokter spesialis penyakit dalam, Har" kata Killa dengan melirik sebentar ke arah Kaka.

"Aku memberinya pekerjaan itu bukan berarti aku sembarang memilih orang untuk merawat kamu, La. Dengarkan aku dan jadilah anak baik."

Killa mendengus sebal, sedangkan Kaka sama sekali tidak mengerti ketika tiba-tiba Killa menggunakan Bahasa Jerman dan memandangnya.

"Alexander tidak akan pernah datang ke Jerman tanpa izin dari aku, La. Dan Dokter Baek, akan segera datang ke Jerman untuk menggantikanmu. Aku sudah mengatur semuanya."

Killa melotot tidak percaya kepada Harziq, "Kau gila?!" ucapnya dengan nada tidak percaya.

"Gue permisi," pamit Kaka yang langsung meninggalkan kamar Killa tanpa banyak kata dan muka yang sangat datar.

"Ada Kaka di situ?"

Killa memberengut kesal ketika Harziq bertanya seperti itu tanpa rasa bersalah, "Jangan mengalihkan pembicaraan Tuan Calixte."

"Siapa yang mengalihkan pembicaraan?"

"Kamu."

Killa bisa mendengar kekehan dari seberang sana, "Aku hanya menanyakan apa Kaka ada di sana? Aku tidak bermaksud mengalihkan pembicaraan, Nona."

Perkataan Harziq selanjutnya membuat Killa membelalakan matanya tak percaya, dan memilih untuk tetap diam. Karena, sepertinya pria itu sudah tahu semua yang ia rencanakan.

"Tidak ada Korea untuk dua bulan ke depan, Ananta Killaputri."

"HARZIQ?!?!? Astaga, gue mau bunuh lo sekarang juga!!!"

Ananta Killaputri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang