Chapter 1

324 13 7
                                    

 Pagi ini, suasana SMA Bhakti Jaya sangat ramai. Banyak anak murid yang berlarian mengejar jam yang sebentar lagi akan masuk dan pelajaran akan segera di mulai. Ananta menggerutu sebal melihat jam yang melingkar di lengannya. Hari ini, ia tidak berangkat bersama Devan, karena Devan hari ini bolos bersama teman-temannya. Ananta merutuki Devan yang sangat menyebalkan itu, dan yang membuat ia semakin sebal adalah ia bangun kesiangan, sudah jatuh tertimpah tangga pula.

Ananta berlari ketika melihat gerbang akan segera di tutup. "Pak Saminnn, tungguuuuuu."

"Yah, Pak buka dong. Please..." mohon Ananta ketika gerbang sudah di tutup oleh Pak Samin -Satpam sekolahnya- ketika ia sampai.

"Ateuh, Bapak enteu tiasa kukumaha, Neng. Salah Neng sorangan iyeu, cek Bapak kamari teuh naon? Berangkatna lebih isuk, Neng Nanta," ucap Pak Samin dengan logat Indonesia-Sunda.

Ananta hanya menyengir, "Devan enggak sekolah, Pak. Nah, kalo aku kesiangan hehehe."

Pak Samin mendorong pagar yang sudah ia buka kembali, " Neng, Bapak teuh takut di carekan Mang Edi," Ananta masuk dan menunggu Pak Samin kembali mengunci pintu gerbang. "Janji ya, Neng. Iyeu teuh terakhir, Bapak nele, Neng Nanta, terlambat ogeh. Eungke mah, Bapak embung nolongan, sok di carekan Mang Edi, terus dibawa ka Bu Sonya," lanjut Pak Samin.

Ananta menyengir dan menunjukan jarinya yang membentuk tanda 'Ok' sebagai janji kepada Pak Samin. "Oke, Pak Samin," ucap Ananta dengan memberi hormat. "Kalau gitu, Nanta masuk dulu, Pak Samin. Sebelum tuh Nenek garong nemenuin Nanta. Assalamualaikum, Pak Samin," lanjut Ananta dengan salim kepada Pak Samin.

Ananta tidak pernah membeda-bedakan orang. Menurutnya, semua orang itu sama di mata Tuhan. Dan Pak Samin adalah orang yang lebih tua dari Ananta, sudah selayaknya Ananta menghormati Pak Samin dan salim kepadanya.

Ananta lari melewati jalan kecil yang jarang diketahui oleh guru. Ia mengendap-ngendap takut ketahuan. Ya, walaupun jarang diketahui guru, tapi ia takut Mang Edi menangkapnya. Sudah malang saja nasibnya. Tiba-tiba Ananta ingin pergi ke kamar mandi untuk membuang air kecil yang sudah tidak tertahankan lagi. Ananta berlari ke arah kamar mandi dan untung saja jalan ke arah kamar mandi tidak ada guru. Bisa gawat urusannya jika ia tertangkap. Setelah ia keluar toilet, Ananta terkejut mendapati Bu Sonya yang melewati kamar mandi siswi. Untung saja tas Ananta ada di lantai dan tidak terlihat.

"Selamat Pagi, Mami," sapanya kepada Bu Sonya.

"Pagi. Eh? Kamu kenapa di sini? Perasaan saya, saya tidak melihat kamu di Kelas. Kamu telat?" tuduh Bu Sonya.

"Eh? Enggak dong, Mami. Masa siswi kayak saya terlambat?" ia meringis dalam hati. "Mana mungkin. Saya abis dari UKS, Mi. Biasalah ngecek obat-obatan supaya bisa di laporin kekurangan obat apa? Kan, enggak lucu kalau kehabisan obat, hehehe." Lanjutnya.

"Yasudah sana masuk Kelas," suruh Bu Sonya, dan ia melanjutkan jalan menuju kantin untuk patroli setiap pagi.

Ananta menghembuskan napasnya lega, dan ia buru-buru keluar dari kamar mandi dan segera berlari ke Kelas, takut ketahuan guru yang lain.

*

Kantin adalah salah satu tempat yang cocok untuk bolos jam mata pelajaran. Namun, beda halnya dengan Ananta yang memilih untuk bolos ke atap gedung Sekolahnya. Ananta tertidur di bawah terik matahari dengan kain sebagai alasnya. Ananta sangat menyukai kegiatannya saat ini, daripada ia harus bergelut dengan 'Si Kumis Lele' di dalam Kelas dengan berbagai macam hitungan. Bukannya tidak bisa, Ananta hanya bosan melihat angka lagi, lagi, dan lagi. Ananta menurunkan sedikit buku yang ada di wajahnya untuk melihat siapa yang datang.

Ananta Killaputri [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang