Chapter; 10.2 | Harapan

44 7 0
                                    

"Kok telat pulangnya?"

Milani tak menengok, tapi ia mendengar jelas suara ibunya. Hal itu sudah cukup untuk menjawab pertanyaan yang diberikan.

"Habis belajar bareng. Minggu depan ujian"

Setelahnya tak ada lagi percakapan antar dua orang itu.

Hari-hari berlalu, kini sudah akhir minggu. Milani masuk ke kamarnya, menyibukkan diri dengan membaca beberapa materi.

Mengingat Akasia yang katanya 'gabut' dan ingin membuat kuis kecil-kecilan sebagai latihan UTS, Milani tersenyum kecil. Ada sedikit rasa ingin balas dendam pada Sonya yang berhasil mendapat peringkat pertama pada kuis Akasia sebelumnya.

Beberapa saat berlalu, Milani mulai lelah melihat semua tulisan di buku catatannya. Merasa dirinya semakin tak fokus saat belajar. Akhirnya Milani memutuskan mencari air minum.

"Jadi kapan kita kesana?"

"Tunggu si kakak lulus dulu aja"

Milani menghentikan langkahnya setelah mendengar kata 'kakak' disana. Ia memang memiliki adik, jadi panggilan 'kakak' lah yang diberikan untuknya selama dirumah.

Milani sedikit mengintip dari balik dinding. Setelah melihat ayahnya pergi bekerja, Milani langsung menghampiri ibunya.

Penasaran dengan pembicaraan orangtuanya, Milani memutuskan bertanya.

"Kemana? Kenapa harus nunggu kakak lulus?"

"Kita pindah ke Semarang. Nanti kamu Sekolah Asrama disana. Ibu udah daftarin kamu dari bulan Januari."

"Hah?"

"Kita mau pindah ke Semarang. Kemungkinan gak bakal balik lagi kesini."

Merasa terkejut, Milani tak bisa memproses dengan baik apa yang didengarnya barusan. Terlalu banyak pertanyaan menghujani pikirannya.

Mendengar keputusan ibunya, Milani kembali mengingat. Rasa-rasanya tak pernah ada sekalipun ia diberitahu soal ini. Dari situ Milani menyimpulkan ini semua adalah keputusan sepihak.

"Kok aku gak tau? Kenapa ibu gak pernah bilang ke aku?"

"Loh ibu kira kamu udah tau."

"Mana bisa aku tau kalo ibu aja gak pernah bilang?"

Helaan napas kasar terdengar dari Ibu Milani. Sorot matanya mulai menampakan tatapan serius sekaligus lelah disaat bersamaan.

"Mulai deh kamu dikit-dikit protes. Ibu capek tau gak ngurusin rumah, adik kamu, sekolah kamu"

"Ya tapi kan masa aku gak tau apapun, terus tiba-tiba Ibu bilang kita mau pindah?"

"Terus kamu maunya apa?"
















































Di Perpustakaan, waktu jam istirahat pertama. Milani dan Chelsea terlihat sedikit tergesa membaca satu persatu kata dalam buku, panik istilahnya.

Ralat, yang panik hanya Milani. Chelsea cuma menemaninya sambil membantu do'a.

"Duh banyak banget materinya. Mana sempet, abis ini ulangan."

"Mana sempat keburu telat. He'em mana sempat."

"Diem deh."

"Santai Mil, yang penting kalo remed ada temen."

Berbanding terbalik dengan Milani yang sudah tidak tenang mengenai ulangan harian, justru Chelsea terlihat sangat santai.

Seperti tak peduli akan nilai, mungkin dia lupa identitasnya sebagai siswi kelas 9 SMP. Yang seharusnya sudah 'tobat' dan belajar dengan baik untuk memperoleh kelulusan.

Werewolf Party (Kalo Sempet)!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang