Disini lah kelima siswi duduk berhadap-hadapan, di salah satu gerai kantin di sekolah mereka. Suasananya sungguh berbeda dengan kumpulan remaja di sebelah mereka, yang sejak tadi bicara tak henti-hentinya. Lima siswi ini berada pada kondisi sebaliknya, sangat diam.
Sepasang mata Akasia terus melirik ke kanan dan kiri bergantian. Ia sedikit menyesal mengambil tempat duduk di antara Sonya dan Milani. Perasaannya jadi tidak tenang sejak ia menyadari dimana tempatnya duduk.
Akasia menatap Melissa dan Revalina yang duduk di hadapannya. Melemparkan beberapa kode-kode melalui tatapan matanya. Dengan kedipan-kedipan mata yang Akasia lakukan, ia berharap Melissa dan Revalina paham maksudnya.
Eh, cari topik cepet! Apa aja biar gak diem-diem gini.
Revalina dan Melissa menatap satu sama lain setelah mendapat kode mata Akasia.
Tak paham.
Kini Akasia pasrah. Mungkin dia yang harus bergerak sekarang. Akasia bertekad hari ini harus jadi hari mereka berbaikan. Tak boleh disia-siakan!
"Ekhm.. Mau makan apa? Pesen yuk."
Bukan apa-apa, selain karena tak ingin menjadikan suasananya canggung, sebenarnya Akasia menyadari tatapan tak mengenakan entah darimana. Hatinya jadi makin tidak tenang, nih!
Akasia menolehkan lagi kepalanya ke kanan dan kiri. Di tolehannya yang kedua, pandangan mata Akasia sedikit tercekat.
Kehadiran seseorang– tidak. Ada dua.. tiga.. empat orang?!
Ternyata tatapan-tatapan tidak mengenakan itu berasal dari sana!
Fadhlan, Ryandi, Marzan dan Valdes bersembunyi dibalik tangga dekat kantin. Setelah Akasia mendapati keberadaan mereka, sepertinya mereka juga terkejut. Karena setelahnya langsung terdengar banyak suara langkah di tangga.
Tak lama beberapa pop-up notifikasi muncul di layar handphone milik Akasia. Setelah membaca beberapa pesan disana, Akasia langsung memasukkan handphone-nya kembali ke saku.
Akasia sedikit menghela napasnya.
'Dasar gak membantu.'
Namun di titik itu, ia sudah sepenuhnya menyadari bahwa ia memang harus melakukan sesuatu, pada saat itu juga.
"Kita..!"
Empat kepala disana langsung mendongak mengarah ke Akasia. Yang membuat Akasia sedikit tersentak karenanya.
"E-engga! Bukan kita, eh? Revalina! Kamu mau ngomong sesuatu?" Akasia merutuki dirinya sendiri setelah kalimat itu tak sengaja keluar dari mulutnya. Ia benar-benar tak tahu ingin berkata apa.
Sementara itu, Revalina, yang disebut namanya hanya bisa terkejut. Mulutnya tak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa menatap Akasia kaget.
"Oh–? Oke.. Kalo gitu Melissa, kamu ada, mau, yang ingin disampaikan?" Akasia hanya mengubah subjeknya. Kalimat yang ia lontarkan juga terdengar acak-acakan. Rasanya seperti otak Akasia benar-benar kehabisan akal.
Akasia menoleh kearah Milani di sebelahnya, "Mil? Kamu–," kalimatnya menggantung disana ketika melihat tatapan Milani yang seakan-akan berkata 'tidak'.
Harapan terakhir bagi Akasia pupus ketika melihat Sonya yang hanya melamun saat namanya dipanggil.
Akasia kini bertanya-tanya, kenapa tiba-tiba ia berada di posisi ini? Apakah karena posisi duduknya yang berada di antara Sonya dan Milani ia secara tidak sengaja seperti mendapatkan tugas berat ini? Menjadi seorang penengah? Sebenarnya apa tugas penengah itu? Apa yang harus Akasia lakukan sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Werewolf Party (Kalo Sempet)!
Humor"Ayoo woyy lama bener katanya mau maen!" "Bentar bos, jajan dulu kyta." "Kuy gc, keburu dijemput." Kegiatan anak kelas sembilan yang menggabutkan diri bersama sebuah permainan dan sekelompok teman . . . . Hingga lupa waktu tentunya. /hadeh Ide dan k...