Prolog

3.4K 177 11
                                    

Peoples meet for many reasons, berbagai macam keadaan di dunia ini, aku percaya tidak ada yang namanya kebetulan, it's an universe works. Tuhan sudah menuliskan pada buku takdir, apa saja yang akan terjadi padaku, yesterday, today, tomorrow, and more. Entah itu pertemuan untuk urusan pekerjaan, kesamaan minat, perjalanan, sejarah, or it's just an accident.

They've met for work, aku ingat sewaktu kecil mama pernah bercerita awal mula pertemuannya dengan papa kala itu. Papa yang bekerja sebagai seorang dokter spesialis penyakit dalam, harus bertemu dengan mama, perempuan yang baru saja lulus dari sekolah kedokteran dan harus menjalani internship-nya di rumah sakit yang sama dengan tempat papa mengabdi.

I loved by their story begins, papa yang harus menjadi dokter pembimbing mama saat melakukan internship, papa yang sering kali merasa kesal karena sikap mama yang manja, dan Falling in Love dengan mama di waktu yang sama, untuk bagian yang ini tentunya baru mama ceritakan padaku saat aku duduk di bangku SMA.

Peoples meet for common interest, seperti kisah cinta Mary shelley, penulis cantik fenomenal akan novel horrornya yang berjudul Frankenstein, dengan suaminya Percy Bysshe Shelley. Pada tahun 1814 Mary memulai hubungan dengan penyair Percy Bysshe Shelley, seorang murid yang setia pada ayah Mary yang bernama William Godwin. William Godwin yang merupakan filsuf dan penulis politik terkenal akan novel yang dibuatnya berjudul The Vindication of the Rights of Woman. Mary yang gemar menulis jatuh hati pada Percy sang penyair. Kisah cinta mereka-pun di mulai ketika Mary yang tidak sengaja bertemu dengan Percy di perpustakaan milik ayahnya.

Peoples meet cause of travelling, seperti halnya pertemuan manis dalam film Critical Eleven yang diadaptasi dari best selling novel-nya Ika Natassa. Kisah tentang pertemuan manis antara Tanya Baskoro (yang diperankan oleh Adinia Wirasti) dengan Aldebaran Risjad (yang diperankan oleh Reza Rahardian) di dalam pesawat yang mereka tumpangi bergerak menuju Sidney.

Some, for make a history, pernah menonton film 500 days of summer? Sebuah drama komedi romantis karya Marc Webb yang skenarionya ditulis berdasarkan dua hubungan nyata Scott Eric Neustadter dan Michael H. Weber. Drama pertemuan Tom Hansen (diperankan oleh Joseph Gordon Levitt) dengan Summer Finn (diperankan oleh Zooey Deschanel) karena urusan pekerjaan. Sebuah pertemuan yang mengawali sebuah cerita tentang bagaimana seorang perempuan menghancurkan hati seorang laki-laki hingga tak bersisa, tentang bagaimana seorang laki-laki menjalani hari-harinya yang kelabu setelah putus cinta. Tentang bagaimana mereka dipertemukan hanya untuk mejadi sebuah cerita.

What a life, kisah mereka, cerita dari berbagai macam pertemuan dalam kisah fiksi maupun nyata, untuk dongeng masa kecil yang indah, untuk kisah anak remaja yang merasakan monkeys love-nya pertama kali, untuk aku yang saat ini mulai mengerti makna sebuah pertemuan.

Itulah pernyataan-pernyataan dalam pikiranku, when I've been waiting for so long, seseorang yang sudah menjanjikan aku untuk bertemu di SeaSalt Cafe. Waktu tepat menunjukkan pukul 17.30 waktu indonesia bagian barat, yang berarti sudah hampir setengah jam yang lalu aku duduk di sini, namun yang berjanji belum juga terlihat wujudnya.

Love is a verb, it ain't nothing, it's not something you hold, it's not something you scream.

Kupejamkan kedua mataku meresapi alunan suara John Mayer dalam lagu Love is a verb terdengar dari iPod yang masih terpasang di telingaku sejak memutuskan duduk di salah satu bangku pengunjung, membawa terbang kembali ingatanku pada sore itu.

We've met for an accident, aku masih ingat saat itu, saat pertama kali dia menyapaku karena sebuah kecelakaan yang sama-sama tidak kita sadari sebelumnya, paper cup chocolate ice-nya yang tertukar dengan papercup strawberry smoothies milikku.

And the moment made my life changes. Aku tidak pernah menyangka laki-laki yang ketika itu masih duduk di bangku kuliah semester akhir. Bukan, bukan wajahnya yang terlalu dewasa sehingga prediksiku salah, tapi postur tubuhnya yang terlalu tinggi mengacaukan pikiran, atau senyumannya mengganggu kinerja otakku yang hanya ada setengah?

Sampai sesuatu menarik pelan earphone dari telinga kananku. "Jangan tidur di Cafe, Rish." Bisiknya tepat di sebelah telinga kananku, Dia tersenyum lebar saat aku menoleh. Tepat di depan wajahku, senyum yang sama setiap harinya, dan reaksiku yang selalu sama setelahnya. Terpaku bagai jeda waktu, sampai aku tersadar di beberapa detik yang bergulir.

"Kenapa lama banget sih, Ling? Janjinya kan jam lima, kenapa sekarang baru sampai? Minumanku udah habis dari tadi, chocolate ice kamu juga paling udah gak dingin lagi!" Sergahku sambil menampilkan wajah masam.

Mengambil paper cup yang aku pesankan untuknya dan segera meneguknya setengah, Lingkar lantas berkata "Masih enak kok, makasih yaa untuk chocolate ice-nya, maaf udah buat kamu nunggu lama." Lalu tangan kirinya yang kosong menarik lenganku pelan, "Yuk jalan."

Garis TanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang