Concourse
ˈkänˌkôrs / Pertemuan di depan umumLINGKAR
Nadav Caturangga. Gue mengetikan nama lengkapnya pada halaman pencarian internet. Menekan dan menggerakan kursor pada komputer di meja, memunculkan beberapa hasil atas pencarian namanya dan membawa gue menuju beberapa aplikasi seperti Instagram, Twitter dan yang terpenting adalah LinkedIn-nya. Entah benar orang ini adalah Nadav yang gue cari atau bukan, melihat nama keluarga yang tertera di belakang namanya bukanlah hal yang biasa dimiliki banyak orang.Akun Instagramnya yang terkunci tidak banyak memberikan informasi selain apa yang tertera pada bionya. Seorang dokter spesialis penyakit dalam dengan lambang bendera Indonesia-jerman yang gue asumsikan kalau dia adalah seorang blasteran.
"Okay, I get you now!" Teriak gue tanpa sadar ketika membuka profil LinkedIn-nya. Berbeda dengan akun Instagram, akun LinkedIn terpampang jelas deretan-deretan pencapaiannya yang begitu mentereng, beberapa penghargaan, juga yang terpenting foto jelas pada profilnya, foto formal dengan sneli putih kebanggaan para dokter, berkaca mata, kulit putih khas para pemilik darah campuran Indonesia-jerman.
Tepat ketika gue menutup tab halaman pencarian, notifikasi ponsel gue berdenting memunculkan nama Ray.
Ling, please answer it ASAP. nama arsitek terkenal yang ada Undo-undonya itu siapa?
TADAO UNDO, RAY!
THANKS!
Jemput gue,
(Share lock Map)Ngapain lo di Pejaten?
Biasa, ada proyek perumahan.
Setengah jam yak?
Lama banget!
Cerewet Lo kek cewek PMS!
Bentar, gue lagi ngobrol bentar sama calon client.Oke.
Mematikan laptop, dan merapikan beberapa lembar kertas kerja gue. Gue memandang ruang kosong sementara yang gue alih fungsikan sebagai kantor ketika gue meninjau proyek perumahan salah satu artis ternama ibu kota. Hari ini kegiatan gue full dengan peninjauan. Proyek Swastika, proyek ruko Bintaro, dan proyek rumah pribadi. Sejak pagi gue udah nangkring sarapan nasi uduk yang gue bawa bersama para tukang di proyek Swastika, sebelum Dzuhur ke Bintaro, satu jam di sana gue ke Pejaten. And now, menunggu jemputan Ray tiba untuk makan sore.
GARISH
Everything happens for a reason. Hampir lima tahun berlalu sejak kejadian itu, aku belum juga menemukan alasan mengapa hal itu menimpaku. Baik alasan yang menjadi sebab utama atau alasan yang menjadikannya tujuan utama. Entah hal baik atau hal buruk di baliknya. Sampai saat ini, sejak lima tahun berlalu aku belum juga menemukannya, hal yang bisa aku yakini dari dalam hati ataupun hal pasti yang keluar dari ucapannya. Yaa, penjelasan Nadav. Apakah terlalu lama? Entahlah, apakah ada yang mengalaminya lebih lama dariku? Lebih cepat? Atau bahkan hanya aku? Yang aku tahu setiap orang memiliki jalan hidup masing-masing sepaket dengan masalah juga kemudahannya.
Dua hari berlalu pasca pertemuan tidak sengajaku dengan Nadav berakhir dengan permintaan Kak Bhumi untuk kembali membuat janji temu dengan dokter Resha, dokter kejiwaanku lima tahun yang lalu, rekan lama Papa. Permintaan Kak Bhumi bukanlah tanpa sebab, pagi hariku berjalan sangat membosankan di saat pagi hari biasanya aku sibukan dengan jadwal praktek yang padat dengan beberapa tindakan di dua rumah sakit. Awalnya yang aku dengar hanyalah sebuah dentingan notifikasi pesan aplikasi line. Namun, dentingan notifikasi pesan yang semula terdengar biasa menjadi berbeda di kepala ketika aku melihat isi pesan yang aku baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tanya
Literatura Feminina"When did you fall in love with her? The one in front of you right now." Jika gue harus menjawab question quotes yang terpampang dalam satu sisi dinding cafe tempat gue duduk saat ini, gue akan menjawab dengan lugas. "I've been in love with her fro...