1. Paper cup

2.1K 136 8
                                    

Paper Cup
ˈpāpər kəp / Cangkir Kertas

Garish

Waktu tepat menunjukkan pukul 12.45 waktu indonesia bagian barat, yang berarti sudah hampir lima belas menit yang lalu aku duduk di sini, di SeaSalt Cafe. Cafe ini selalu ramai, terlebih saat jam istirahat seperti saat ini, Cafe yang letaknya cukup strategis, berdekatan dengan salah satu rumah sakit ternama di Jakarta dan dikelilingi oleh gedung-gedung perkantoran yang tinggi menjulang mencakar langit.

Kulirik jam yang melingkar di tanganku, dan kulihat sekali lagi para barista yang sedang bertugas, seperti belum ada tanda-tanda pesananku disebutkan. Lima belas menit menuju jam praktikku dimulai. Semoga masih cukup. Monologku kecil.

"Strawberry smoothies for Dr. G and chocolate ice for Mr. Lingkar."

Mendengar nama pesananku disebut, segera aku hampiri salah seorang barista disudut ruangan Cafe ini, "Makasih mas." Seruku dengan terburu-buru mengambil salah satu paper cup bertuliskan logo SeaSalt Cafe yang berdiri sejajar dengan paper cup lainnya dan beralu pergi.

"Sama-sama Dokter Garish, jangan lupa order lagi yaa." Seru barista yang cukup mengenaliku. Aku hanya mengangkat ibu jariku sembari tersenyum membalas seruannya, karena aku sedang berperang melawan waktu, sepuluh menit untuk segera sampai di ruangan.

"Atas nama Lingkar kan yaa mas?"

"Yoi mas."

"Makasih mas."

"Siap, sama-sama."

sekelebat percakapan terekam samar dalam pendengaran ketika aku berbalik. "Lingkar? Nama yang unik." Monologku kecil sambil berlari kecil menuju gedung sebelah Cafe ini berdiri.

Lingkar

N-g-a-n-t-u-k, setelah lelah karena berulang kali menguap, gue memutuskan untuk membeli obatnya di Cafe sebelah, sebenarnya di food court gedung perkantoran ini juga banyak stand penjual minuman, berhubung kantuk yang terus melanda, memaksa gue untuk keluar gedung sembari mencari angin segar.

Sebagai salah satu mahasiswa tingkat akhir pasca sarjana fast track fakultas teknik, jurusan teknik arsitektur memaksa mata gue untuk tidur hanya 2 - 3 jam menjelang pagi. Terlebih lagi, sejak 2 semester terakhir perkuliahan, gue diminta bekerja sebagai junior arsitek oleh perusahaan tempat gue Praktek Kerja sewaktu semester 5, salah satu perusahan kontraktor ternama di Indonesia yang beberapa kali menyabet penghargaan konstruksi se-asia, dengan segudang kesibukan pekerjaannya.

Bisa kalian bayangkan betapa lelahnya mata ini? Pagi sampai menuju jam makan siang inspeksi proyek ke lapangan, siang sampai sore stand by di kantor mengerjakan desain, anggaran sampai dengan maqquete-nya, kalau lagi gak capek, sore balik ke apartemen, istirahat sebentar, jam 7 malam sudah harus stand by di kampus untuk bimbingan. Belum kalau lembur, bisa bermalam di kantor.

Motto hidup gue sejauh ini adalah lelah di usia muda santai di usia senja. Apa yang sedang gue lakukan sejauh ini adalah sebuah batu loncatan, sebuah anak tangga menuju puncak tertinggi. Segala sesuatunya butuh perjuangan dan inilah jalan perjuangan gue, dengan segelas cokelat dingin sebagai pemantik semangatnya. Membayangkan segelas es cokelat tersaji sedikit membuat mata gue terjaga.

Duduk di salah satu kursi yang tersedia, gue menunggu pesanan selesai di racik, sembari mengamati setiap sudut ruang SeaSalt Cafe yang di jam makan siang seperti ini begitu ramai pengunjung. Sampai mata gue tertuju dengan seorang perempuan yang mengenakan snelli di tubuhnya terlihat duduk dengan gelisah dan beberapa kali mengamati jam di tangan kirinya.

Garis TanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang