Sorry
ˈsärē / maafLingkar
"Hi, duluan yaa!"
Sapaan Garish yang disertai senyuman saat berpapasan dengan gue di depan Dolce by Moovina beberapa menit yang lalu cukup terngiang dalam pikiran, layaknya adegan dalam suatu film yang berulang kali lo putar ulang. Seperti ada sesuatu mengganjal yang gue rasakan, tapi tidak gue mengerti kenapa. Gue masih sibuk membalik beberapa halaman buku menu Dolce by Moovina namun tidak ada satu menupun yang mampu mengalihkan pikiran gue dari Garish dan menarik pikiran gue untuk mencicipinya, hingga suara Keisya menginterupsi kegiatan gue membalik halaman buku. "Mau pesan apa Lang?" serunya menginterupsi berbagai macam pikiran di kepala.
"Hum?" Gue bertanya bingung.
"Lo kenapa? Dari tadi di panggil gak noleh-noleh?" Tanya Keisya ingin tahu.
"Iya ya?" Tanya gue tanpa sadar.
"Iya lo mau pesan apa itu mbaknya udah nungguin." Bang Reiga mengarahkan kedua matanya memberi tahu bahwa ada pelayan restaurant yang sedang menunggu pesanan gue untuk dicatat.
"Uuuhm." Gue membuka cepat halaman lainnya membaca sekilas menu yang tertera, mencoba menemukan menu yang bisa gue santap siang ini, "Gue, Vongole for appetizer, salmone alla brace for main course, chocolate cookies for beverage and dolci trio di slossolato for dessert." Jelas gue yang segera dicatat oleh pelayan.
Setelah menyebutkan kembali keseluruhan pesanan kami, pelayan segera berlalu, "Lo kenapa sih semenjak sampai ke resto, gue perhatiin lo jadi kurang fokus?" Bang Reiga bertanya menyelidik.
"Gapapa kok, mungkin gue ngantuk." Gue berdalih sembari mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana kain yang sedang gue kenakan, membuka aplikasi line untuk memastikan tidak ada pesan penting yang masuk dari grup proyek yang lain ataupun sekedar grup teman nongkrong.
Ketika aplikasi terbuka, seluruh pesan masuk berlomba-lomba memunculkan notifikasinya. "Anjirlah orang sibuk! Udah berapa lama gak buka Line lo Lang!" Bang Reiga terpancing mendengar dentingan notifikasi yang berebut mengambil atensi.
Gue hanya tertawa menyambut seruan bang Reiga dan lekas memerhatikan beberapa pesan yang masuk. Menggulir pelan layar ponsel hingga gue menemukan pesan dari Garish sedari kemarin. "Aduh line sialan!" Tanpa sadar gue melontarkan umpatan, hingga merebut atensi bang Reiga, bang Rangga, juga Keisya.
"What's wrong?"
"Nope!" Tidak ingin menjelaskan lebih rinci, gue segera membaca pesan dari Garish, yang gue tahu ini sudah telat banget!
Thank you Lingkar 😊
Sudak aku check, bahkan sudah aku posting 😉
Good Night and See YouBeberapa kali ketikan, berkali-kali juga gue urung kirimkan. Balas apa ini! Iya sama-sama? Bales good night? Ini udah siang bego! Bales see you? Tadi udah keburu ketemu! Udah lah bales apa aja!
Oke
Tidak menunggu lama, pesan gue sudah terbaca. Satu menit dua menit, nunggu apa Ling? Balasan? Gila aja lo balas oke doang nunggu balasan!
Garish
Apakah sudah menjadi kodratnya jika perempuan yang lebih dulu menaruh rasa? Apakah sudah menjadi kodratnya jika perempuan yang lebih dulu menaruh harap? Aku belum bisa memaknai sepenuhnya apa yang tengah aku rasakan, terlebih untuk Lingkar. Patah hati sebelumnya membuat aku cukup banyak belajar, terlebih belajar mengendalikan hati. Tapi sepertinya kali ini aku kalah dengan hatiku sendiri.
"Dok?"
"Hemm?"Aku menolehkan kepala merespon sentuhan Diandra yang berada di sebelah kiri.
"Itu dipanggil sama dokter Gege." Diandra mengarahkan bola matanya menuju tempat dokter Gege duduk, tepat di sebelah kanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Tanya
Chick-Lit"When did you fall in love with her? The one in front of you right now." Jika gue harus menjawab question quotes yang terpampang dalam satu sisi dinding cafe tempat gue duduk saat ini, gue akan menjawab dengan lugas. "I've been in love with her fro...