Perkara Bohong (2)

497 62 5
                                    

Dua puluh menit setelah pesan tersebut terkirim. Doyoung sampai di depan kos milik Ah Ra. Ah Ra mengintip dari jendela kosnya, tahu betul bahwa mobil itu adalah mobil milik Doyoung.

Dering telpon kembali masuk ke ponsel Ah Ra, membuat Ah Ra hanya bisa gigit jari. Sudah kepalang tanggung ketauan bohong, lebih baik jujur saja, pikir Ah Ra sambil mengangkat telpon dari Doyoung.

"Saya udah di depan kos kamu. Kamu di lantai berapa?"

"Dua, kak."

"Kamu bisa turun ke bawah? Atau saya aja yang ke atas? Saya bawa bubur sama obat buat kamu." Ucap Doyoung membuat hati Ah Ra berdenyut sakit. Merasa tak enak ketika mendengar ucapan Doyoung yang nadanya terdengar khawatir di sebrang sana.

Doyoung percaya dengan kebohongan yang ia lontarkan secara spontan tadi, bahkan sampai rela pergi ke kos Ah Ra untuk sekedar mengantar bubur dan obat.

"Hallo? Ah Ra? Kamu masih dengar saya, kan?" Tegur Doyoung lagi, tak mendapat jawaban dari Ah Ra yang sedaritadi terdiam.

"Saya ke atas ya." Ucap Doyoung final dan memutuskan sambungan telpon tersebut. Ah Ra hanya terduduk diam di kasurnya. Ah Ra benar – benar tidak enak, menyesal telah berbohong kepada Doyoung.

"Ah Ra, kamar kamu yang mana? Buka pintunya." Teriakan Doyoung dari ujung lorong kosnya yang menggema, bahkan suaranya sampai masuk ke dalam kamar Ah Ra. Membuat Ah Ra berdiri dan melangkahkan kakinya untuk membuka pintu kamar kosnya.

"Ah Ra," Ucapan Doyoung terhenti ketika melihat wajah Ah Ra yang menangis di hadapannya saat ini.

"Heh, kamu kenapa? Kok nangis?" Ucap Doyoung panik bukan main ketika melihat Ah Ra yang tambah menangis mendengar ucapan Doyoung.

"Ah Ra! Jangan nangis, cup cup, udah ya. Nanti dikira saya ngapa – ngapain kamu." Ucap Doyoung lagi, mengusap air mata di pipi Ah Ra.

"Kak Doyoung...." Ucap Ah Ra sambil menahan sesengukan dari isak tangisnya barusan.

"Maafin, Ah Ra....."

"Ah Ra udah bohong sama kak Doyoung." Ucap Ah Ra mengusap kedua pipinya pelan. Membuat Doyoung menatap Ah Ra gemas. Bisa – bisanya gadis di hadapannya semakin cantik ketika dia menangis seperti ini?

"Bohong apa?" Tanya Doyoung bingung dengan ucapan Ah Ra.

"Aku nggak sakit, Kak. Ban mobil aku bocor, jadi aku nggak bisa berangkat ke kantor. Tapi aku bilang ke Kakak kalau aku sakit. Aku pikir biar kak Doyoung nggak marahin aku."

"Maaf ya, Kak. Aku ngerepotin, sampe kak Doyoung kesini, bawain bubur sama obat. Padahal Ah Ra bohong sama kak Doyoung." Ucap Ah Ra lagi dengan suara yang terdengar menggemaskan di telinga Doyoung. Alih – alih marah, Doyoung justru sangat ingin mendekap tubuh mungil gadis di hadapannya dan mengusap sisa – sisa air mata di pipi gadis ini.

"Gapapa, Ah Ra. Saya nggak marah sama sekali." Doyoung tersenyum lembut, mengusap kembali pipi Ah Ra, membuat Ah Ra mau tak mau menatap Doyong yang tengah tersenyum.

Kedua kalinya Ah Ra melihat Doyoung tersenyum. Pertama kali saat di alun – alun, Doyoung menatap indahnya langit malam sambil tersenyum. Namun untuk yang kali ini, terasa sangat spesial, karena senyum Doyoung kali ini ditujukan kepadanya.

"Udahan ya nangisnya, saya beneran nggak marah, serius." Ucap Doyoung lagi, menegaskan kalimatnya barusan, agar Ah Ra percaya bahwa ia sama sekali tak marah dengan acara bohong – bohongan Ah Ra.

"Beneran?" Tanya Ah Ra dengan wajah takut – takut menatap mata Doyoung. Tuhan, tolong selamatkan Doyoung kali ini saja, gadis ini benar – benar menggemaskan di mata Doyoung.

"Iya, Ah Ra. Lain kali bilang aja alasan yang sebenarnya, saya juga nggak akan marah kalau memang alasannya ban mobil kamu yang bocor. Atau alasan apapun itu."

"Tapi tolong jangan bikin saya panik kaya tadi pagi, ya? Saya lumayan panik baca chat dari kamu, kamu bilang kamu sakit. Saya refleks aja datang ke sini?" Ucap Doyoung yang bingung sendiri, iya juga? Kenapa Doyoung jadi sepanik ini, perkara Ah Ra yang sakit?

"Hm, iya, aku nggak akan ngulangin lagi. Maaf ya, Kak doyoung, sekali lagi." Ucap Ah Ra lagi membuat Doyoung hanya menganggukkan kepalanya.

"Yaudah daripada sayang nih bubur, udah saya beli, kamu makan gih buburnya." Ucap Doyoung sambil memberikan kantungan plastik yang berada di genggamannya.

"Iya, kak. Kak Doyoung nggak kerja?"

"Nggak, deh. Sesekali bolos kerja, nggak masalah. Lagian firma hukum itu kan punya saya." Jawab Doyoung membuat Ah Ra hanya tersenyum masam.

"Kak, tapi saya nggak di pecat jadi anak magang, kan? Kalau di pecat, saya bingung, mau magang dimana." Ujar Ah Ra sedih, bingung juga kalau beneran di pecat Doyoung, karena udah bohongin boss nya sendiri.

"Nggak lah, cuma masalah gini doang. Udah di makan buburnya. Saya sengaja beli dua, biar makan bareng." Ucap Doyoung lagi yang diiringi anggukan oleh Ah Ra.





-SEBAGAI PEMANIS MALAM INI-

-SEBAGAI PEMANIS MALAM INI-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(2) Bucin - DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang