Terciduk

374 39 4
                                    

"Udah bangun?" Pria itu berulang kali mengerjapkan matanya, penglihatannya dapat menangkap bayangan seorang gadis yang tak terlihat begitu jelas. Kepalanya sangat berat, seperti dihantam berpuluh-puluh kilo batu.

"Oh, masih teler rupanya." Ucap gadis itu lagi dan kembali melanjutkan aktivitasnya yaitu menata beberapa peralatan makan di meja kecil yang sudah ia persiapkan.

"Hmmmm"

"Pusing?" Tanya gadis itu diiringi anggukan oleh sang pria. Ia tak berbohong, kepalanya benar-benar sakit.

"Ayo bangun dulu, aku udah buatin hangover soup." Gadis itu menarik pelan lengan prianya dan membantunya untuk duduk.

"Ra, kok aku bisa di sini?" Tanya pria yang bukan lain adalah Doyoung.

"Semalam kak Jaehyun anterin kamu pulang. Dan ya jelas kamu ada di sini, orang ini apartemen kamu." Jelas Ah Ra membuat Doyoung mengangguk, namun sedetik kemudian ia tersadar akan sesuatu.

"Cuma Jaehyun?"

"Enggak, ada kak Taeyong juga." Jawaban Ah Ra entah kenapa sedikit menyulut emosi Doyoung di pagi hari. Entahlah, antara efek tanggal pernikahan mereka yang semakin dekat atau omongan Taeyong tadi malam yang membuatnya panas.

"Kenapa cemberut?"

"Cuma nganterin kamu doang, dia juga nggak ada ngomong apa-apa. Jangan khawatir, okay?" Ah Ra mengusap bahu Doyoung pelan sebelum akhirnya Doyoung menarik tubuhnya ke dalam pelukannya.

"Kak, makan dulu supnya, nanti makin pusing kepalanya." Bukannya melepaskan pelukannya, justru pria itu semakin mengeratkan pelukannya.

"Lima menit. Biarin kaya gini lima menit." Ucap Doyoung dengan suara seraknya. Ah Ra mengangguk dan membiarkan Doyoung memeluknya. Mengusap surai hitam pria itu dengan lembut sesekali menepuknya pelan.

"Kepalanya masih pusing?"

"Udah nggak terlalu." Bisik Doyoung. Pria itu menenggelamkan wajahnya tepat di ceruk leher gadisnya. Menikmati belaian lembut yang gadisnya berikan di kepalanya.

"Kamu udah cocok deh jadi ibu. Aku rasanya kaya diurusin sama ibu daripada sama calon istri." Gumam Doyoung yang disambut senyuman tipis oleh Ah Ra. Ah, dasar bayi besar, sedang mencoba menggodanya rupanya.

"Ngantuk."

"Jangan tidur lagi, kak." Tegur Ah Ra menghentikan aksinya, membuat Doyoung tersadar dari kantuknya.

"Kok berhenti sih?" Rengek Doyoung menarik tangan Ah Ra dan menaruhnya di atas kepalanya, menyuruh Ah Ra untuk kembali membelai rambutnya.

"Makan dulu supnya, baru puk-puk lagi." Doyoung menggeleng lemas, posisinya sekarang sudah sangat nyaman, ia tak ingin apapun selain ini.

"Kak." Doyoung mendengus sebal, mendudukan badannya, dan meraih mangkuk yang diberikan oleh Ah Ra.

"Nah gitu dong, nanti kan bisa di lanjut lagi. Ini kan weekend."

"Aku mau puk-puk yang lama, dua puluh empat jam!" Pinta Doyoung dengan matanya yang berbinar.

"Makan dulu."

"Ih, janji dulu!" Doyoung menyodorkan jari kelingkingnya yang disambut oleh jari kelingking oleh Ah Ra.

"Iya, udah makan dulu. Nanti bobo lagi di kasur." Ucap Ah Ra diiringi anggukan oleh Doyoung yang kemudian mulai menyantap sup buatan dirinya.

"Enak?"

"Enak!" Doyoung berseru dan mengangguk-anggukan kepalanya. Apakah pria ini tidak sadar bahwa dirinya sangat menggemaskan saat ini di mata Ah Ra. Terkadang, sisi Doyoung yang seperti ini, salah satu hal yang disukai Ah Ra. Ah tidak! Semua hal yang ada di dalam diri Doyoung, Ah Ra menyukainya.

"Makan yang banyak." Ah Ra mengamati Doyoung dengan seksama, bahkan hingga suapan terakhir dari sup yang Doyoung makan pun tak membuatnya aksinya berhenti.

"Udah abis." Doyoung menyodorkan mangkuk sup yang sudah tidak ada isinya ke hadapan Ah Ra. Ah Ra mengangguk pelan, mengambil mangkuk tersebut dari tangan Doyoung dan menggeser pelan meja yang sedari tadi menjadi penghalang bagi mereka berdua.

"Saatnya berpelukan!" Seru Ah Ra menerjang tubuh Doyoung tanpa aba-aba, membuat tubuh pria itu jatuh dengan sempurna ke kasur bersamaan dengan tubuh Ah Ra di atasnya.

"Ra, geser sedikit, mau jatoh ini." Tegur Doyoung gusar, tubuh mereka berdua berada di tepi kasur. Bergeser sedikit saja maka mereka berdua akan terjatuh ke lantai yang dingin dan keras di bawahnya.

Setelah Doyoung berhasil menggeser tubuhnya dan tubuh gadisnya ke tengah-tengah kasur, dengan perlahan Doyoung mengeratkan pelukannya, mengusap lembut rambut Ah Ra yang berada di pelukannya. Pelukan gadisnya memang teramat hangat, rumah yang sangat hangat baginya.

"Kamu nggak marah?" Ah Ra menggeser sedikit tubuhnya agar ia dapat melihat wajah Doyoung, bingung dengan pertanyaan yang Doyoung ucapkan.

"Marah kenapa?"

"Aku minum sampai mabuk tadi malam, pasti kamu kesusahan kendaliin aku yang lagi mabuk kaya semalam."

"Daripada kakak nanyain aku marah atau nggak, mending aku yang nanya, kak Doy malu nggak? Kayaknya sih kakak bakalan malu kalau tahu gimana anehnya kakak kalau lagi mabuk." Doyoung lantas membulatkan matanya, mengingat bagaimana tingkah Doyoung tadi malam rasanya ia ingin menghilang dari tempat ini.

"Siaga satu! Jaga mata! Nggak boleh liat cewe lain selain Ah Ra." Ejek Ah Ra menirukan gerakan Doyoung tadi malam yang terekam dengan jelas dalam ingatannya.

"Ra....." Muka Doyoung yang memerah membuat Ah Ra tertawa kencang melihatnya. Benar-benar menggemaskan.

"Gimana aku bisa marah sih? Kakak kalau mabuk selucu itu, untung mabuknya sama aku, kalau sama cewe lain aku marah banget." Doyoung menghembuskan nafasnya berat, ingatkan Doyoung untuk tidak lagi minum berlebihan.

Dengan segala keberanian yang ia kumpulkan, Ah Ra mengecup pelan pipi merah Doyoung membuat sang empunya yang dikecup pipinya mendadak mematung. Mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi.

"Gimana?" Doyoung mendadak linglung, apa tadi barusan? Gadisnya baru saja mencium pipinya? Yang benar saja....

"Ahhhh! Lucu banget! Pipinya minta di makan apa gimana, kok merah banget kaya strawberry?!?!" Ah Ra sangat gemas melihatnya, membuat Doyoung semakin tak berdaya, seluruh tubuhnya lemas, afeksi kecil yang Ah Ra berikan membuat tubuh Doyoung mengeluarkan reaksi yang berlebihan.

"Ra, jangan mancing." Ujar Doyoung berusaha menetralkan pikirannya untuk tetap tenang. Yang benar saja? Mana bisa pria itu berfikir jernih setelah apa yang gadisnya lakukan.

"Kak–hmppp" Omongan Ah Ra terputus ketika Doyoung dengan tidak sabarnya mencium bibir Ah Ra dan melumatnya dengan penuh tuntutan. Ah Ra harus diberi pelajaran karena membuat Doyoung lemas seperti orang gila hanya dengan ciuman di pipi.

Ah Ra perlahan mengikuti alur yang Doyoung bawa, membalas ciuman penuh tuntutan yang pria itu berikan, mengalungkan tangannya dan mulai terbuai dalam permainan yang sangat panas.

"Kak, hhh, pelan-pelan..." Doyoung mengangguk, mengurangi tempo yang ia berikan, menahan punggung Ah Ra dengan tangan kirinya agar tak terjatuh.

"HEH! Halal belum, maksiat jalan terossss!" Teriakan seorang pria yang menggema membuat Doyoung terpaksa melepaskan ciumannya dan menyembunyikan wajah Ah Ra di dadanya.

"Ten bangsat! Ganggu aja!" Maki Doyoung yang melihat Ten sudah berdiri di depan pintu kamar miliknya yang sudah terbuka.

"Lo yang bangsat! Belum halal tapi bibir adek gue udah lo makan berapa kali, nyet?" Ten beranjak dari tempatnya dan menarik paksa tubuh adiknya dari pelukan Doyoung.

"Lo berdua gue pingit sampe hari-H, nggak boleh ketemu, nggak boleh satu atap sampe sah. Gue nggak mau ya adek gue keburu bunting duluan sebelum nikah." Doyoung menatap Ten, berupaya melayangkan protes keras, namun ucapan Ten terakhir membuat Doyoung terbungkam.

"Jangan sampe gue tarik restunya ya, ikutin aja pokoknya. Bener-bener lu berdua, ini lagi si Doyoung kaya kantong hormon hidup." Ten yang sudah mengamuk tentu saja tidak menerima bantahan dari keduanya, Ah Ra pun hanya terdiam, tidak berani mengeluarkan sepatah katapun hingga tubuhnya di tarik oleh Ten keluar dari apartemen milik Doyoung.

"Kurang ajar Ten, jangan bawa lari tunangan gue, woi!" Teriak Doyoung yang tidak dipedulikan oleh Ten. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(2) Bucin - DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang