Setidaknya Annawi tahu, seperti ini ternyata rasanya dekat dengan cowok tampan. Bukan haknya menerka usia dr. Danu, tapi pria itu masih sangat muda dan yang lebih membuatnya aman, tidak ada cincin di jari tengah atau jari manis dr Danu. Dokter muda itu masih melajang.
Annawi berbaring dengan posisi 45 derajat di bed. Di sebelahnya, dr. Danu duduk dan mengajaknya banyak sekali bicara begitu masker oksigennya sudah dibuka. Ini penyembuhan yang sangat cepat.
"Jadi kamu bisa membuat boneka?" tanya dr. Danu penasaran.
Senyum di wajah Annawi rentan dan malu. "Biasanya, pasien anak di rumah sakit Harapan Bunda akan memesan bentuk sesuai keinginan mereka. Ibu akan memberi selebaran contoh gambarnya lalu Ann akan menjahitnya." Suara khas remaja mungil, Annawi memiliki itu.
"Kemudian mengisinya dengan kapas?"
"Iya, dengan kapas sintetis." Annawi meringis senyum. Sejak tadi wajahnya gugup terlebih setiap kali dr. Danu tersenyum lebar kepadanya, menampakkan deretan gigi yang rapih, dan bukan main jika ia suka dengan aroma parfum dr. Danu.
"Memangnya, yang paling sering Ann buat, boneka apa?" tanya Danu lagi.
"Ann paling suka membuat boneka emoji bermacam ekspresi."
"Wow, itu pasti lucu sekali. Bagaimana kalau dokter memesan satu, eh-" Danu berpikir sebentar. "Uhmm ... bagaimana kalau satu lusin?"
"Satu lusin?" Annawi terkejut sampai bibirnya dibiarkan setengah terbuka.
"Iya, satu lusin. Saya akan membagi-bagikannya dengan sepuluh staf di puskesmas dan satu untuk teman saya. Ann bisa?"
Bibir Annawi rasanya tak bisa menahan cengiran lebar, ia sampai menggigit bibirnya berulang kali saking senangnya. "Mungkin butuh lama untuk menyelesaikan sebanyak itu," ujarnya sedikit gugup.
"Tak apa, berapa hari pun Ann membuatnya, saya akan tetap menunggu sampai selesai. Berapa hari?"
Ann menggumam, jika biasanya ia butuh waktu dua hari untuk satu boneka, maka ia butuh waktu 24 hari. Belum lagi waktu yang terpangkas karena kemoterapi atau saat kesehatannya menurun. "Mungkin satu bulan, Dok. Apa tidak masalah?"
Dr. Danu menggeleng. "Tidak, Ann. Yang penting tidak mengganggu pengobatanmu dan jangan sampai kesehatanmu menurun hanya karena pekerjaan. Kamu gadis yang hebat dan pintar. Saya sering bertemu dengan anak seusia kamu yang menderita penyakit serius, tapi semangat mereka tidak sebesar kamu. Kamu masih bisa berkarya di saat kondisi seperti ini, apa yang kamu lakukan sangat menginspirasi anak-anak lain."
"Terima kasih, Dok."
Lagi, Annawi lagi-lagi tersenyum malu dan mungkin saja dr. Danu melihat rona merah di pipinya itu kentara. Meski ia tahu, bagaimanapun senyum yang dipancarkannya tak akan semenarik kelihatannya ditambah dengan NGT yang menggelayut di pipi kanannya. Annawi sedikit minder tapi rasanya dr. Danu tidak mempermasalahkan itu.
Tak berapa lama, ibunya masuk bagai badai yang menerjang. Dr. Danu dan Annawi sampai terkejut. Asti langsung membungkuk di samping Annawi dan mencium keningnya.
"Sepertinya Ann sudah tampak lebih baik," kata ibunya.
"Ya, Ann sudah bisa bernapas dengan baik sekarang," sambung dr. Danu. Saat dr. Danu sigap berdiri, Annawi merasa itu adalah sebuah aba-aba perpisahan.
"Syukurlah, terima kasih atas bantuannya, Dok," ucap Asti.
"Ini sudah menjadi tugas saya, Bu Asti."
"Saya benar-benar merasa terbantu." Dr. Danu menanggapinya dengan senyuman sambil melirik pada Annawi. "Jika Ann sudah merasa lebih baik, kita pulang sekarang. Ibu sudah mengisi tabung oksigen portabelnya, Ann istirahat di rumah saja ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
MENUBA [Tamat]
Misterio / SuspensoAnnawi pernah bertanya pada ibunya mengapa ia dilahirkan dalam keadaan terdoktrin untuk mati perlahan-lahan. Namun ibunya tak memiliki jawaban spesifik mengenai itu. Leukemia yang dideritanya sejak berusia lima tahun jelas menjadi penghambat perkem...