Ketegangan menerpa seluruh tubuhnya. Annawi bagai digelung oleh kabut pekat saat berada di dalam mobil. Ibunya yang marah dalam diam, itu jauh lebih mengerikan ketimbang saat di puskesmas tadi. Pandangan mata ibunya tidak ke mana-mana. Menatap lurus ke depan, ke jalanan atau apa saja tanpa perlu melirik anak yang baru beberapa menit lalu didesak untuk pulang.
Saat mereka turun dari mobil, Annawi mengikuti langkah ibunya di belakang. Map berisi riwayat medis diletakkan di meja depan tivi, lolos dari tangan ibunya. Di dalam rumah, Yani hampir histeris saat melihat Annawi sudah kembali. Wanita itu langsung menghambur dan memeluk.
"Ann, kamu ke mana saja? Pergi diam-diam. Kenapa tidak memberitahu Bukde? Ya Allah, Bukde takut terjadi apa-apa sama kamu, Nak."
Annawi mendongak, kesenduan di parasnya masih ada saat membalas kekhawatiran Yani. "Maafin, Ann, Bukde."
"Ya sudah, yang penting kamu baik-baik aja, kan? Huh? Tidak ada yang sakit atau—"
"Ann baik-baik saja, Bukde." Annawi melihat ke belakang punggung Yani. Ibunya berdiri di sana dengan wajah yang tak berekspresi. Memandanginya. "Bukde di sini saja, ya. Temani Ann sampai malam, sampai Ann tertidur."
Yani mengerutkan keningnya. "Kenapa, Nak?" Melihat keanehan raut wajah Annawi, Yani menoleh ke belakang dan menerka-nerka bahwa Annawi tampaknya sedang dalam masalah besar. Ia membawa anak itu merapat ke dadanya, merangkulnya. "Ann mau Bukde di sini terus?" Annawi mengangguk. "Baiklah, Bukde—"
"Ann harus mandi, meminum obatnya setelah itu istirahat," potong Asti dengan nada suara rendah tetapi terdengar bagai menyimpan sesuatu yang ditahan di dalamnya. "Mbak Yani, sudah boleh pulang."
Sisi samping kain daster Yani dicengkram oleh jemari kecil Annawi. Menyadari itu, Yani berusaha untuk tetap berada didalam rumah itu. "Asti, Mbak tahu kalau Ann bersalah. Tapi, Mbak mohon, jangan memarahinya, dia tidak mengerti apa-apa."
Asti mengulurkan tangannya, meminta Annawi untuk beralih padanya. "Kemari, Sayang. Ibu tidak mungkin memarahimu, apa Ibu pernah begitu? Humm?" Namun, jemari Annawi terasa berat melepas cengkaramannya dari kain Yani. Wajah anak itu ragu. Untuk pertama kalinya, ia bahkan tak bisa memercayai ibunya sendiri. "Ann ... aku ibumu, kemari dan peluklah Ibu. Tidak ada yang perlu ditakuti, Sayang."
Itu tidak terdengar seperti bujukan, tetapi lebih terdengar seperti bisikan halus yang justru dapat membawanya terjebak. Namun mendadak, Annawi melihat senyum ibunya seakan telah kembali tulus. Tangannya masih mengudara, berharap agar Annawi beralih pada ibunya. Lalu, dengan segala keberanian yang dibesar-besarkan, Annawi akhirnya melangkah lebih dekat. Berdiri dengan kaki yang sedikit gemetar di hadapan ibunya. Hingga pada akhirnya, ia didekap begitu hangat.
"Ibu tidak akan memarahimu. Maaf karena ibu sudah membuat gaduh tadi. Itu hanya panik karena khawatir kamu menghilang. Ann mengerti, 'kan?"
Anggukannya kecil dan tak kentara. Annawi melirik Yani, apa yang ditunjukkan oleh paras wanita itu seolah khawatir dan tidak tenang. Saat ibunya menyuruh Yani pulang, Annawi mulai merasakan seluruh udara di dalam rumah itu meredup dan suram.
***
Walaupun Annawi pasti menyimpan sejumlah ketakutan, Asti tidak bisa menunjukkan segala apa yang ada di dalam kepalanya pada anak itu. Demi usaha yang selama ini telah ia upayakan, Asti sudah berusaha sekuat tenaga untuk meredam naluri di dalam dirinya. Mendengar putrinya menghilang tiba-tiba saja Asti sudah gelisah setengah mati. Menerka keberadaan Annawi bukanlah perkara sulit. Tidak ada banyak tempat yang Annawi pernah kunjungi dan itu membuat ia tahu kemungkinan besar ke mana putrinya akan bersembunyi.
Selagi ia memandikan Annawi, Asti belum juga banyak bicara. Anak itu menekuk lututnya di depan dada, merendam setengah tubuhnya hingga yang tampak hanya tempurung lutut, dada hingga kepala plontosnya. Asti menggosok punggung Annawi dengan shower puff, gumpalan busa sabun menutupi hampir seluruh lengannya. Tangannya meraba dada kiri Annawi, menutupi kateter hickman putrinya dengan handuk kering agar tidak terkena air selagi ia membilasnya dengan air yang keluar dari shower.
![](https://img.wattpad.com/cover/242304939-288-k770067.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MENUBA [Tamat]
Misterio / SuspensoAnnawi pernah bertanya pada ibunya mengapa ia dilahirkan dalam keadaan terdoktrin untuk mati perlahan-lahan. Namun ibunya tak memiliki jawaban spesifik mengenai itu. Leukemia yang dideritanya sejak berusia lima tahun jelas menjadi penghambat perkem...