Dua puluh enam

627 194 33
                                        

Rasanya perih. Kulitnya terkoyak dan meretih. Darah membanjir di bawah tubuhnya tatkala Danu berusaha untuk tetap tersadar. Salah satu orang yang mengerumuninya dengan cepat memanggilkan ambulans. Rasanya aneh begitu ia digotong dan dimasukkan ke dalam mobil pasien darurat itu. Suara sirine melaung, ia meringis kesakitan. Di bagian pinggang belakang sebelah kanannya, Danu merasakan luka itu hampir mengenai isi perutnya. Ia berharap pisau itu tidak menjangkau ginjal atau empedu.

Dalam keadaan darurat, ia tak mampu berpikir mana yang harus diprioritaskan. Annawi mungkin sedang dalam bahaya di rumahnya sendiri. Akan tetapi, Danu bahkan tak tahu bagaimana nasib dirinya sendiri. Seorang security apartemen sudah menghubungi polisi sebelum dia diangkut ke ambulans. Ia bisa menerka prosesnya bakal panjang setelah ini.

Danu di larikan ke UGD terdekat. Rasanya aneh ketika seorang dokter mendadak menjadi pasien dan ditangani oleh dokter lain yang ia tidak kenal. Danu tidak bisa memprotes apa pun, ia dibius total selama proses operasi. Sialnya, Danu hanya sendiri dalam kondisi mengenaskan  hingga beberapa jam kemudian Rama dan Dila datang untuk melihat keadaannya.

Namun, ini salah. Seharusnya Dila tidak datang untuk menjenguknya. Seseorang yang lebih dekat dengan rumahnya sedang membutuhkan bantuan sekarang. Bukankah Danu sudah menghubungi ibunya Dila? Danu sudah berjanji pada Annawi untuk menolongnya sebelum sore, sementara saat ini, siang sudah terlewati, jam yang melingkar di pergelangan tangan Dila sudah menunjukkan pukul enam sore. Danu jelas terlambat dan mungkin hanya bisa mengandalkan Yani.

"Aku sudah ceritakan semua ke Bukde Yani. Seharusnya kamu tidak di sini, Dila. Ann lebih membutuhkan bantuan kamu," ungkapnya ketika Dila justru memasang wajah khawatir padanya.

"Tapi aku khawatir sama Mas Danu begitu mendapat telepon dari perawat. Aku bingung, tapi mama sudah paham, sekarang mama sedang berusaha untuk membawa Ann keluar."

Danu membuang napas. Terus terang ia belum terlalu puas dengan jawaban Dila. Asti punya segudang cara untuk berkilah, wanita itu sudah sangat berpengalaman. Bagaimana kalau Yani gagal dan malah termakan omongannya?

"Asti tidak segampang itu dibujuk, Dila. Aku yakin Asti sudah tau rencana kami, dan aku yakin orang yang menikamku adalah orang suruhannya."

"Danu, apa kamu sudah menghubungi KPAI?" tanya Rama yang berdiri di samping bed-nya.

Danu menggeleng dan ia menyesalkan hal itu. "Orang itu sudah menikamku sebelum aku sempat menghubungi KPAI. Hapeku juga diambil. Sebentar lagi, mungkin polisi akan datang untuk memintaiku keterangan atas kasus penikaman ini. Aku akan menceritakan detailnya dan dugaan bahwa Astilah yang melakukan ini."

"Huh, itu sebabnya aku sulit menghubungimu." Rama mengeluarkan gawainya cepat lantas menghubungi kantor KPAI. Semuanya dibeberkan secara lugas dan cepat. "Mereka akan tiba di rumah Bu Asti paling cepat jam enam sore."

"Itu terlalu lama, Ram," sergah Danu.

"Ini hari minggu, Nu. Mereka tidak standby di tempat. Aku saja yang pergi ke rumah Bu Asti, kamu istirahat saja di sini," usul Rama.

"Aku ikut!"

"Mas Danu masih belum pulih, bagaimana kalau nanti lukanya terbuka lagi?" tentang Dila.

"Lukanya tidak terlalu dalam. Aku masih bisa bergerak dan berjalan."

"Tapi, Mas--"

"Tidak apa-apa, Dila. Terima kasih sudah mengkhawatirkan aku. Tapi aku sudah berjanji untuk membawa Ann keluar dari rumah itu. Tolong bantu aku."

Danu melirik Rama yang langsung membuang muka seakan tak mendengar apa-apa. "Sebaiknya kita bergerak cepat. Di luar sudah mendung dan jalanan sore benar-benar macet. Barangkali kita bisa sampai di sana jam delapan juga."

MENUBA [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang