Written by: Najwa
* * *
Bersama segenap rasa penasaran dan keberanian, mereka bertiga mulai melangkahkan kaki mengikuti petunjuk arah yang ada pada peta dalam genggaman Edwin. Sebuah peta usang berdebu yang sepertinya telah lama termakan oleh waktu. Bahkan, mungkin lama sekali.
Mereka berjalan beriringan sembari menyapu sekitar menggunakan netra. Memandang dan merasakan suasana Halloween yang telah lama dinantikan. Hingga akhirnya, mata Rachel tertuju pada banyaknya tumpukan permen dengan berbagai macam bentuk.
“Ed, An, lihat sana!” Dengan mata berbinar, jari telunjuk Rachel menunjuk tumpukan permen tersebut. “Sepertinya mereka menggodaku. Perutku sekarang terasa lapar lagi. Ayo, kita ke sana sebentar sebelum melanjutkan perjalanan!” mudahnya Rachel berkata demikian sembari hendak melenggang ke tempat yang ditatapnya sedari tadi.
Namun, belum sempurna kaki itu melangkah, Andy langsung mencekal tangannya. “Apakah kamu masih lapar lagi, Rach? Ayolah, kita sudah makan banyak barusan. Sekarang saatnya bertualang. Peta ini sudah meminta untuk kita jelajahi,” ucap Andy, seraya menatap Rachel yang saat ini tengah mencebikkan bibir.
Rachel lantas mendengkus kesal. “Ayolah ... sebentar dan sedikit saja. Aku benar-benar menginginkan permen-permen itu. Kelihatannya sangat lezat dan manis.” Bukannya merasa kasihan atas permohonan Rachel dan mengizinkan, Andy justru menyeret Rachel untuk bergegas.
Di depan sana Edwin sudah melangkah lebih dulu, meninggalkan Rachel dan Andy yang tertinggal beberapa langkah. Sementara itu, Rachel masih terbayang-bayang tumpukkan permen barusan yang benar-benar menggoda lidahnya.
“Rach, An, lihatlah ke sana!” Mereka yang dipanggil pun mengikuti arah tunjuk dan pandang Edwin.
Ada gerbang tak terlalu kecil dan besar yang menghubungkan masuk ke sebuah taman cukup luas. Tanpa aba-aba, mereka bertiga kompak mendekat ke situ. Gerbang hitam dengan hiasan pumpkin besar di depan samping kanan dan kirinya.
Perlahan Rachel membuka gerbang itu dan .... “Wow, keren!” pekiknya tak tertahankan. Ia benar-benar terpesona melihat keindahan taman ini. Pumpkin yang diletakkan berjajar di kanan kiri jalan kecil yang terbuat dari kayu, tengkorak yang dipasang bergantungan di pohon, dan kain putih yang digantung menyerupai hantu terbang.
“Ini keren sekali!” Lagi-lagi Rachel memekik kegirangan.
“Kecilkan suaramu. Sepertinya ini bukan taman umum, melainkan taman rumah penduduk. Jadi, kecilkan suaramu atau kita akan diusir dari sini,” ucap Andy sembari memandang rumah yang dihiasi semacam tali-tali di depan sana cukup jauh dari tempat mereka berdiri.
“Biarkanlah. Sepertinya rumah ini sedang tidak berpenghuni.” Jeda sepersekian detik, Rachel mengalihkan pandangannya ke arah Edwin yang tengah berputar badan memandangi sekitar sembari sesekali melihat peta. “Ed, tolong foto kan aku di sini!” titahnya kemudian.
Edwin lantas mendekat ke arah Rachel. Ia mengambil kamera digital di dalam tas ranselnya dan bersiap memotret Rachel yang telah berpose menirukan kain putih yang digantung menyerupai hantu terbang.
“Foto di sini bagus. Cepat, kita foto bertiga,” ucap Andy saat sudah memosisikan diri di anak tangga teras rumah yang tampak tidak berpenghuni itu, lalu disusul oleh Rachel dan Edwin di depannya.
Mereka terus berfoto dari satu tempat ke tempat lainnya. Berbagai pose telah terabadikan pada ponsel digital milik Edwin. Sampai tak terasa sudah cukup lama mereka menghabiskan waktu di tempat ini.
Mereka pun lantas keluar dari tempat ini dan mulai kembali menjelajah, menyusuri jalanan yang benar-benar telah lengkap berhiaskan atribut Halloween. Namun, sayangnya tempat ini sangat sepi. Jalanannya begitu lenggang. Seakan tidak ada kehidupan dan hanya ada mereka bertiga di sini. Padahal, jika ramai pasti akan lebih menyenangkan.
Sempat tebersit dalam pemikiran Rachel bahwa ini merupakan kota mati, tetapi Edwin dan Andy mencoba menggiringnya untuk berpikir positif. Mungkin saja penghuninya tengah menyiapkan makanan atau jamuan di rumah masing-masing. Namun, tidak seharusnya sesepi ini, bukan? Ini aneh.
Biarkanlah, yang terpenting saat ini mereka benar-benar sudah dibuat terkagum-kagum dengan suasana Halloween di sini. Pumpkin di sepanjang jalan seakan menghipnotis mata mereka untuk selalu memandangnya. Banyaknya makanan di beberapa tempat juga seakan menggoda lidah dan menyulap perut menjadi lapar.
Jika tidak mengingat waktu yang akan terus berputar dan pasti siang akan berganti malam, mungkin mereka akan berhenti cukup lama di setiap tempat menarik yang ditemui, atau bahkan semua tempat. Karena hampir semua tempat di sini menarik Namun, mereka masih ingat waktu dan harus pulang sebelum semburat sinar jingga di ufuk barat tidak tampak lagi.
Rumah-rumah di sini sudah dihias sedemikian rupa. Sepertinya para penduduk sangat bersemangat dalam menyambut perayaan Halloween.
Mereka lagi-lagi berhenti sejenak. Kali ini di sebuah dinding yang dipenuhi oleh hiasan kepala tengkorak yang ditempelkan secara hampir merata keseluruhan. Untuk apalagi jika bukan berfoto. Mengabadikan pengalaman mengesankan melalui lensa kamera.
“Sebentar lagi hari menjelang sore, kita harus cepat menyelesaikan menjelajah tempat ini,” ucap Andy sembari menatap Rachel dan Edwin secara bergantian.
“Sebelum malam hari tiba, kita harus sudah pulang. Jangan sampai Nenek curiga dan marah jika nanti tahu kita pergi secara diam-diam, apalagi tanpa mencoba meminta izin.” Edwin ikut menimpali, dan hanya ditanggapi alis terangkat oleh Rachel serta anggukan setuju oleh Andy.
* * *
Tanpa terasa, kini hari sudah menjelang sore. Sudah berjam-jam mereka menghabiskan waktu di tempat ini. Mungkin karena terlalu asyik, berjam-jam pun terasa hanya beberapa menit saja. Itu tandanya, mau tidak mau mereka harus bersiap untuk pulang.
Mereka merasa benar-benar puas bisa mendapatkan peta usang yang membawa mereka menemukan kota sekeren dan indah ini. Kota yang kental dengan unsur Halloween. Banyak patung seram tetapi unik hampir di sepanjang jalan, rumah dengan berbagai macam hiasan, serta berbagai macam lukisan dan foto yang unik. Semuanya benar-benar bertemakan Halloween.
Mungkin bagi banyak orang akan malas dan enggan membeli atau memiliki peta usang berdebu seperti ini yang hanya akan dianggap sebagai sampah. Namun, siapa yang tahu, ternyata peta ini membawa ke tempat indah seperti ini. Rachel, Edwin, dan Andy benar-benar merasa senang.
Mereka bertiga kini memutuskan untuk duduk beristirahat di rerumputan sembari mempelajari arah jalan pulang. Agar nanti tidak susah saat mencari jalannya dan tentu saja agar nanti tidak tersesat.
Sembari duduk santai beristirahat, sesekali mereka memakan camilan yang dibawa barusan. Karena merasa serat, Edwin pun meminta minuman milik Andy karena minuman miliknya sudah habis.
Ia meletakan peta itu dalam pangkuannya dan tangan kirinya mengambil botol air dalam genggaman Andy. Namun, nahasnya, belum sampai air itu di mulutnya, sudah terlebih dahulu tumpah hingga tanpa sengaja sedikit membasahi peta dalam pangkuannya.
Rachel pun berucap, “Ed, bagaimana? Kok, bisa tumpah? Sekarang petanya jadi basah. Untungnya tidak sampai sobek. Kalau sa–”
“Tunggu-tunggu, apa itu?” Tiba-tiba saja Andy menyela ucapan Rachel.
* * *
07, Oktober 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
The Answer Is ... MIDVILLE! (TERBIT)
HorrorRachel, Andy, dan Edwin. Tiga remaja penyuka misteri. Suatu hari, tantangan sepele membawa mereka dalam masalah. Masuk ke sebuah kota misterius bernama Halloween. Tak ada yang tau nama asli kota itu, sementara jalan keluar satu-satunya adalah dengan...