26:Teka-Teki Kedua Belas & Kematian Andy

9 4 0
                                    

Written by: Ania

* * *

Rachel memasukkan tangannya ke keranjang, tetapi cokelat yang tadinya sangat banyak menjadi hilang seketika. Hanya tersisa sebuah benda yang tak lain adalah perkamen. Sebelum dibuka pun, Rachel dan Andy sudah tahu kalau isinya adalah petunjuk teka-teki selanjutnya.

"Kita tidak diperbolehkan istirahat lebih lama di sini," ucap Andy merasa lelah.
Rachel mengangguk pasrah, lalu membuka perkamen tersebut. Di sana tertulis ....


'Indah namun mematikan, diamnya adalah ancaman. Carilah dia di tempat sebuah kehidupan tumbuh bersama angin, matahari, dan air.'


"Kita harus ke sebuah tempat lagi." ujar Rachel seraya mengembuskan nafas lelah, lalu dia menatap langit yang perlahan menjadi pekat hitam, pertanda malam akan semakin larut. "Sebentar lagi halloween akan datang, apa kita bisa menyelesaikan beberapa teka-teki tersebut?" tanya Rachel, kemudian.

"Jangan terus meratapi, Rach. Lebih baik kita pecahkan teka-teki ke dua belas ini," seloroh Andy, lalu dia membaca ulang kembali tulisan yang ada di perkamen tersebut. "Sesuatu yang indah namun mematikan. Hem apa itu racun? Racun kan mematikan."

"Tapi racun tidak indah, An!" Rachel menolak pendapat Andy yang menurutnya sangat tidak tepat.

"Lalu? Jika berhubungan dengan alam, sesuatu yang indah bisa jadi pelangi, tumbuhan, hewan menggemaskan, bunga—“

"Itu dia!" potong Rachel dengan semangat. "Bunga! Jawabannya bunga! Bunga itu indah, tapi juga bisa ada yang mematikan."

"Berarti kita mencari bunga yang mematikan. Di suatu tempat sebuah kehidupan tumbuh bersama angin, matahari, dan air. Dan tempat itu tak lain adalah ... taman!" Andy mengungkap satu demi satu dengan begitu cepat.

"Lebih tepatnya taman bunga, karena di taman kota tidak ada yang namanya bunga mematikan." Rachel semakin memperjelas.

"Ayo kita ke sana, cepat!" Andy segera menarik tangan Rachel, dan mereka berdua berlari.

Malam semakin sunyi, lebih mencengkam dari malam sebelumnya. Waktu terus meninggalkan jejaknya dengan cepat, Rachel dan Andy kini benar-benar tidak bisa main-main. Ramalan madam Idzy terus terngiang di antara pikiran keduanya. Embusan angin malam dari arah timur menyambut mereka di depan gerbang taman bunga, angin ini terasa begitu beda, seolah memberitahu sesuatu yang akan terjadi nanti. Hati Rachel kalut, tapi wajahnya tetap menyiratkan ketenangan, semua demi mematahkan prasangkanya.

"Sepertinya di taman ini tak ada siapa pun, ayo." Andy menarik tangan Rachel kembali sembari melangkah masuk ke area taman bunga. Di sana hanya ada beberapa penerangan dari lampu lentera yang tergantung di sebuah pohon beringin besar, Rachel dan Andy lantas menghampiri sumber cahaya tersebut. "Kita tak akan bisa menemukan bunga yang dimaksud tanpa penerangan. Sebaiknya kita ambil salah satu lentera ini, untuk digunakan." ujar Andy sembari mencopot salah satu lentera.

Lalu lentera itu di arahkan ke perkebunan bunga yang cukup luas di hadapan mereka, terdapat banyak sekali bunga dandelion dan bunga lily di sana. Ya, taman di ini didominasi dua bunga tersebut. "Andy, di sini hanya terdapat bunga yang tidak sama sekali mematikan. Bagaimana cara kita menyelesaikan teka-tekinya!" kata Rachel, sedikit panik.

Andy belum menyahut, tapi dia semakin melangkah mendekat ke tengah-tengah kebun bunga tersebut. Rachel mengikutinya, seraya terus berseru panik, "Andy kita tidak punya waktu lama! Ayolah, aku takut bila harus ada korban lagi."

"Diam lah, Rach," tukas Andy, sedikit tegas. "Lihat, aku yakin di antara bunga lily itu pasti ada bunga yang kita cari," lanjutnya.

Rachel akhirnya patuh, ia harus percaya pada Andy sekarang dan terus mengikuti langkah sahabat laki-lakinya itu. Hingga sampai mereka di tengah kebun, di antara banyaknya bunga, dan berselimutkan kegelapan.

"Kita menemukannya, Rach! Ini bunga Lily of The Valley, indah namun mematikan." Andy berseru dengan semringah. Dan Rachel sedikit bernafas lega. "Ayo kita ucapkan bersama."

Rachel mengangguk. "Jawabannya bunga Lily of The Valley!" jawab serentak.

Setelah itu mereka dikagetkan dengan lentera yang mereka bawa tiba-tiba padam, dan angin berembus dengan kencang namun hanya sekilas. Lalu sepi. Rachel dan Andy beradu pandang. Seolah bertanya-tanya pasal jawaban benar atau tidak.

Andy meringis, "sepertinya jawaban kita salah."

Seketika Rachel meraup wajahnya dengan prustasi, "ya Tuhan! Apa kamu tahu An, akan ada korban setelah ini!" prasangkanya mulai menguat.

Di antara kepanikan dan kebingungan mereka berdua, tiba-tiba saja tanah di sekitaran bergetar seolah akan memuntahkan sesuatu, dan menit berikutnya mereka di kagetkan kemunculan sebuah bunga raksasa di hadapan. Putik dan kelopaknya begitu tajam, seolah siap untuk melahap siapa pun, dan akar-akar panjangnya melambai-lambai.

Rachel dan Andy tak bisa berkata-kata, mereka menatap penuh kengerian pada bunga yang menutupi cahaya bulan. Bunga itu begitu tinggi sekali. "venus flytrap," gumam Rachel.

"Aku datang untuk memenuhi peraturan dari permainan yang kalian lakukan." Tanpa diduga bunga itu bisa berbicara, dan suaranya begitu menyeramkan.

"Andy, ayo lari sekarang!" teriak Rachel dan mulai berlari. Andy pun sama. Mereka tak peduli apa yang diinjak, karena jalanan begitu gelap di depan.

"Kalian tidak akan bisa lari dari kesepakatan ini!" Terdengar nada marah dari bunga raksasa tersebut, dan tanpa disangka akar bunga itu melilit badan Andy.

Langkah Rachel terhenti, dan berteriak, "Andy!" Gadis itu menatap bunga tersebut dengan Andy yang terlilit akar. "Lepaskan Andy!" teriak Rachel lagi, wajahnya terlihat sangat kebingungan dan takut. Ia tak ingin kejadian Edwin akan terulang lagi.

"Kalian nakal juga ya. Dan ada hukuman untuk anak nakal." kata Bunga tersebut lalu dengan cepat menancapkan putik tajamnya ke dada Andy, yang menyebabkan darah membeluncah keluar.

"Aaa! Andy!" jerit Rachel, tangisannya semakin menjadi. Tubuhnya gemetar melihat darah bercucuran di dada Andy.

Andy sendiri masih sadar, dan ia syok seketika. Kesadarannya seolah sedang berkelana. Ia menatap Rachel yang menangis di bawah. "Rachel, pergi lah dari sini! Selesaikan permainan ini!" Suara Andy mulai melemah.

Rachel menggeleng, "tidak mau kehilangan sahabatku kembali."

"Pergi lah! Aku yakin kamu bisa melaluinya sendiri. Kamu wanita hebat, Rach. Pergi lah ...." hingga akhirnya bunga itu memasukkan Andy pada kelopak tajamnya dan lenyap seketika ke dalam tanah.

Rachel ter patung, suasana di sana kembali seperti semula. Ia kemudian menatap darah Andy yang jatuh ke tanah, berserakan. Dadanya terasa sesak seketika, rasa bersalah seolah mengimpitnya. Rachel terduduk lemas, "maafkan aku!" Lalu menjerit disertai tangisan.

Kedua tangannya menutupi wajah dengan prustasi. Ini semua salahnya, rencana ini ada karenanya, dan semua tak akan terjadi jika Rachel tak mengikuti ego. Di sini tak ada yang diuntungkan kecuali sang ego. Rachel telah kehilangan kedua sahabatnya, dan semua terjadi di hadapan Rachel.

Begitu jahat waktu memainkan segalanya, sampai tak ingin mengalah untuk berputar kembali ke masa di mana semua belum terjadi. Rachel menyesal, sekali lagi ia tekankan kata menyesal dalam hatinya. Tidak kah cukup untuk mengembalikan keadaan? Maka jawabannya tidak, waktu tak akan mendengarkan siapa pun, dan yang harus dilakukan untuk melawan adalah terus melanjutkan permainan ini. Seorang diri, Rachel akan mengakhiri penyesalan yang semakin mematikannya.

* * *

26, Oktober 2020

The Answer Is ... MIDVILLE! (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang