Written by: Fivitri
* * *
"Aku lelah," keluh Rachel sembari memijat kakinya. "Aku ingin pulang."
Andy menoleh, menatap Rachel yang sudah berkaca-kaca. Dia juga sebenarnya lelah, dia ingin pulang, tapi keadaan yang tidak memungkinkan. Mereka belum selesai memecahkan teka-teki misterius tentang kota ini. "Aku juga lelah, Rach. Aku juga ingin pulang. Tapi kita masih harus menyelesaikan semua teka-teki menyebalkan ini." Rachel menunduk, mengusap air matanya yang terjatuh lembut.
Mereka berdua terdiam, sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Semua kejadian-kejadian yang terjadi berputar cepat layaknya film yang dipercepat tanpa aturan. Saat benak mereka tengah berkecamuk, seorang anak dengan topeng monyet berjalan menghampiri mereka.
Berbeda dengan anak-anak yang sebelum-sebelumnya, anak itu justru jongkok di hadapan Rachel dan Andy. "Hai!" anak itu menyapa lembut.
Rachel dan Andy mendongak, menatap keheranan anak bertopeng monyet di hadapan mereka. "Apa kalian lelah?" tanya anak itu dengan lembut. Andy dan Rachel kompak mengangguk meski sedikit waswas.
Tanpa mereka duga, anak itu justru duduk di hadapan mereka. Menatap dengan mata yang terlihat lucu dari balik topeng monyet tersebut. "Aku juga sebenarnya lelah, sama seperti kalian. Tapi, aku mau tak mau harus melakukan semua ini."
"Apa maksudmu?" tanya Andy keheranan.Anak itu menghela nafas, "Aku juga sama seperti kalian. Korban dari kota menyebalkan ini tujuh tahun yang lalu." Andy dan Rachel tercengang, menatap tak percaya anak di depan mereka.
Belum sempat Andy dan Rachel bertanya, anak itu mengeluarkan sebuah perkamen tua dari balik jubahnya. "Teka-teki ke sembilan. Jawab dan segeralah keluar dari tempat terkutuk ini."
Anak itu bangkit, meninggalkan Andy dan Rachel yang sedikit tercengang. Namun mereka segera tersadar, ada hal yang jauh lebih penting dari anak itu. Teka-teki yang tertulis di perkamen tua.
"Aku ada namun tak terlihat. Aku bisa membunuh meski tanpa harus menyentuh. Temui aku jika ingin tahu jawabannya. Tutup mata, tutup telinga, maka kalian akan tahu."
"Hah?" Rachel merespons dengan cepat. "What the-petunjuknya hanya seperti ini?"
Andy menggaruk kepalanya. Ini petunjuk paling absurd menurutnya. Seperti tidak berkaitan satu sama lainnya. Namun sebenarnya itu teka-teki termudah. Petunjuknya juga amat jelas. Hanya tutup mata dan telinga. Namun efek kelelahan, membuat otak keduanya tidak bisa diajak untuk berpikir.
"Aku tidak paham," keluh Andy sembari menyimpan perkamen itu. Menyelonjorkan kakinya dan menatap langit malam yang terlihat pekat. Rachel mengangguk setuju, dia juga tidak paham.
Keduanya kini kompak menyelonjorkan kaki, menatap langit malam yang terlihat mengerikan. Tak ada bintang atau awan yang terlihat. Hanya terlihat seperti kertas yang ditumpahi tinta hitam keseluruhannya.
Lima detik lenggang, mereka berdua masih sibuk dengan teka-teki tersebut. "Tutup mata, tutup telinga, apa itu perintahnya?" gumam Andy pelan. Lantas dia langsung menyenggol lengan Rachel lembut. "Aku rasa kita harus mencoba itu," ucap Andy dengan menggebu.
"Mencoba apa? Menutup mata dan telinga dalam arti yang sebenarnya?" Andy mengangguk. Rachel terlihat bimbang namun akhirnya dia mengangguk. "Ayo kita coba!"
Perlahan namun pasti, keduanya menutup mata dan telinga mereka. Menulikan pendengaran dan membutakan penglihatan. Tepat setelah mereka menutup mata dan telinga, segerombol boneka salju keluar dan mengelilingi mereka. Saling menautkan ranting-ranting tangan mereka dan berteriak keras.
"HULULALABEA SOKAFOA MATRIKANA!!!"
Berkas cahaya menghujam dari langit-langit, menyinari Andy dan Rachel sekaligus melumerkan boneka-boneka salju tersebut. Lantas dalam sekejap, mereka berdua sudah berpindah tempat ke sebuah danau dengan hiasan angsa yang terbuat dari labu.
"Kalian boleh membuka mata." Suara lembut itu terdengar menggelitik, lembut namun juga berat. Pelan-pelan Andy dan Rachel membuka mata, berjingkat kaget saat melihat sosok badut dengan topeng sedih di depan mereka. "Maaf mengejutkan kalian."
Andy dan Rachel mengerut takut, masih terngiang jelas sosok badut mengerikan berkepala labu yang hampir membunuh mereka. Badut itu berjalan mundur dan pergi, namun hanya sekejap badut itu sudah kembali dengan bola warna-warni. Memainkannya sembari menunggang sepeda beroda satu yang entah kapan sudah ada di bawah badut itu.
Rachel dan Andy masih terdiam kebingungan, meski dalam hati mereka mengucap syukur karena badut di hadapan mereka tidak menyerang mereka. Justru malah terlihat, menghibur?
Sepuluh menit badut itu terus memainkan bola-bola, dan selama sepuluh menit itulah Andy dan Rachel sedikit tersenyum. Mereka bisa beristirahat sejenak tanpa khawatir dengan nyawa mereka yang diujung tanduk.
Badut itu berhenti memainkan bola-bola, membuangnya ke sembarang arah dan kemudian menatap Andy dan Rachel. "Sudah menemukan jawaban dari teka-tekinya?"
Andy dan Rachel terkejut, tidak menyangka akan ditanya soal teka-teki itu. Badut itu terkekeh, turun dari sepeda dan duduk di hadapan mereka. "Aku bisa memberi tahu jawabannya kepada kalian dengan satu syarat, dengarkan ceritaku maka kalian bisa mendapat jawabannya."
"Sungguh?" badut itu mengangguk. Rachel yang awalnya antusias langsung terdiam, dia masih waswas. "Apa kami bisa mempercayaimu?"
Badut itu terkekeh lagi, "Tentu saja, aku tidak seperti makhluk lain yang berada di sini. Kalian pasti sudah bertemu dengan anak bertopeng monyet bukan?" mereka mengangguk. "Dia adikku. Jadi, mau mendengar ceritaku?"
Andy dan Rachel tercengang, sedikit tidak percaya. Badut itu menghela nafas sebelum akhirnya membuka mulut. "Aku dan adikku korban dari kota ini. Mungkin sekitar tujuh tahun lalu. Aku dan adikku terbunuh oleh penguasa kota ini karena salah menjawab nama kota ini dengan benar."
Andy dan Rachel saling menatap, memberi kode satu sama lain untuk mendengarkan kisah si badut. "Waktu itu kami sekeluarga tengah berjalan-jalan di sini, dan tanpa sengaja aku dan adikku mengikuti hantu bayang dan mengakibatkan kami berdua terjebak di kota ini."
Rachel dan Andy mendengarkan dengan saksama cerita dari si badut ini. Mulai dari bagaimana dia terjebak, menjawab teka-teki, hingga bagaimana kematian menjemputnya. Memang terlihat mudah saat syarat untuk mendapat jawaban itu hanya mendengarkan cerita, namun sebenarnya sangat sulit.
Andy dan Rachel bahkan berkali-kali hendak menutup telinga mereka saat mendengar cerita tersebut, namun mereka urung melakukannya. Bagaimana mereka ingin melakukannya jika si badut malah mengeluarkan pisau dan menahan tangan keduanya untuk terangkat menutup telinga.
Pedih, menjijikkan, menyeramkan, semuanya berkecamuk menjadi satu dalam cerita si badut. Rachel bahkan harus berulang kali menahan mual saat si badut menceritakan kisahnya. Seakan-akan Rachel sendirilah yang mengalami semua itu.
"Apa semua makhluk yang berada di sini merupakan korban dari Halloween Town?" tanya Andy saat badut itu mengakhiri kisahnya.
Badut itu menggeleng, "Hanya beberapa yang merupakan korban seperti aku dan adikku. Selebihnya memang sudah seperti ditakdirkan menjadi penghuni kota ini. Rachel, kau bisa memuntahkan isi perutmu jika kau ingin."
Tanpa berpikir dua kali, Rachel segera berdiri dan menjauh, memuntahkan isi perutnya sembari mengelus tengkuknya. Badut itu terkekeh dan membantu Rachel. Lembut sekali perlakuannya..Setelah Rachel merasa mendingan, badut itu segera mengangkat Andy untuk menopang tubuh Rachel yang melemas.
"Kalian anak yang baik, dan sebagai hadiah karena kalian mau mendengarkan ceritaku, aku akan memberi tahu jawabannya. Aku ada namun tak terlihat. Aku bisa membunuh meski tanpa harus menyentuh. Jawabannya adalah cinta."
Rachel dan Andy membeo. Cinta? Yang benar saja! Badut itu memberi kode untuk keduanya untuk meneriakkan jawabannya. Namun saat keduanya hendak membuka mulut, badut itu menahannya. "Setelah berteriak, segeralah pergi dari sini. Aku tidak bisa menjamin keselamatan kalian jika terus di sini."
Rachel dan Andy mengangguk, berdiri tegap lantas berteriak. "Jawabannya adalah cinta." Tepat setelah mereka berteriak, mereka langsung berlari menjauh. Meninggalkan si badut yang sedikit demi sedikit berubah menjadi joker.* * *
22, Oktober 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
The Answer Is ... MIDVILLE! (TERBIT)
HorrorRachel, Andy, dan Edwin. Tiga remaja penyuka misteri. Suatu hari, tantangan sepele membawa mereka dalam masalah. Masuk ke sebuah kota misterius bernama Halloween. Tak ada yang tau nama asli kota itu, sementara jalan keluar satu-satunya adalah dengan...