Written by: Ainur
* * *
Rachel duduk berselonjor kaki setibanya di perpustakaan, tubuhnya bersandar pada sebuah rak buku yang menjulang dengan deretan buku tebal setebal debu yang menempel. Deru nafasnya terdengar berat dan tersengal-sengal. Wajahnya terlihat pucat pasi, bayangan - bayangan berkelebat di pikirannya. Sekali lagi air mata lolos begitu saja membasahi pipi Rachel.
Jawaban teka-teki ke tiga belas belum sempat Rachel temukan. Namun kaki, raga bahkan otak Rachel sudah tak sanggup lagi. Rachel menarik kaki hingga dada dan memeluknya, wajahnya terbenam diatara kedua kakinya.
"Seandainya jawaban kali ini salah, apa yang akan terjadi selanjutnya?" gumam Rachel. Rasa bersalah bergelayut di hati Rachel, tidak ada Andy dan Edwin di sisinya kini.
"Kenapa menangis?" tanya sebuah suara. Rachel mengangkat wajahnya. Seorang anak perempuan dengan topeng kupu-kupu tengah memandangnya, tangannya di tangkupkan di kedua pipi gembulnya. "Kenapa menangis?" ulangnya karena Rachel tidak juga menjawab.
Alih-alih menjawab Rachel malah menggeserkan tubuhnya menjauhi anak itu. "Jangan takut, aku hanya bertanya kenapa kau menangis? Apa kau dijauhi teman-temanmu? Aku juga." celotehnya lagi sambil mendekati Rachel.
"Tidak. Aku tidak dijauhi teman-temanku tapi aku kehilangan mereka,” jawab Rachel.
Gadis kecil itu terlihat sedang berpikir terlihat dari jari-jarinya yang tidak diam.
"Ah!” Rachel sedikit tersentak dengan suara anak itu. "Maaf mengagetkanmu. Tapi, kalau aku boleh bertanya salah satu temanmu itu tidak akan kembali kan?" tanya anak itu lagi. "Yang berarti dia akan menjadi salah satu temanku juga." Anak itu menyeringai memperlihatkan barisan giginya.
Rachel tampak terkejut dengan pernyataan anak itu, iya dia baru saja kehilangan salah satu sahabatnya, Andy. Rachel tidak mau harus kehilangan Edwin juga. Cukup, sudah cukup Rachel lelah dengan semua ini.
"Cepatlah jawab teka-teki itu, Rach. Jangan sampai waktumu habis di sini, disini sangat tidak menyenangkan.” Anak itu kembali bersuara, wajah cerianya berubah sendu terlihat pancaran kesedihan di matanya.
"Apa maksudnya?" tanya Rachel.
"Dulu, aku sama sepertimu, Rach. Seorang gadis naif yang lebih mementingkan ego dan selalu tidak mau kalah. Aku beserta kedua sahabatku Darren dan Simon sangat suka hal-hal yang menantang. Empat belas tahun usia kami saat itu, masih terlalu muda untuk terjebak di tempat ini." Anak bertopeng kupu-kupu itu mulai bercerita sambil duduk bersebelahan dengan Rachel.
Rachel lupa bahwa waktu semakin berjalan yang berarti semakin sedikit juga waktu yang dimiliki Rachel saat ini, cerita anak bertopeng kupu-kupu itu seolah menjebak dirinya untuk tetap berada di tempat itu, waktu seakan berhenti dan fokus Rachel teralihkan bahkan saking fokusnya detak jam sama sekali tidak terdengar, hening.
"Kami sangat menyukai tantangan, bahkan kami mendatangi tempat-tempat mengerikan hanya untuk mendapatkan pengakuan kemenangan dari musuh bebuyutan kami," sambungnya lagi. Entah hanya perasaan Rachel saja atau memang benar, cerita yang dituturkan anak di sampingnya itu sama seperti yang tengah dialaminya.
Rachel bahkan lupa apa yang harus dicarinya, Rachel seakan terbuai dengan cerita anak bertopeng kupu-kupu itu, suasana yang tadinya mencekam perlahan biasa saja, bisa dikatakan terlalu normal. Seolah anak bertopeng itu tengah melakukan sebuah rencana, namun Rachel tidak mengetahui apa rencana anak bertopeng kupu-kupu itu.
"Auch!” Rachel menjerit saat sebuah potongan kayu menancap pada kulit lengannya. Seketika suasana yang tadi terlihat normal berubah menjadi berkabut, gelap dan pengap. Seakan tersadarkan Rachel memandang anak yang kini tengah berdiri disampingnya.
"AH … SIAL!" pekiknya, tubuhnya yang tadi terlihat seperti anak kecil kini berubah. Bertumbuh dan semakin bertumbuh.
"Sebelum terjadi sesuatu cepat pergi dari sini Rach, maaf aku sudah menjebakmu untuk tetap di sini dan menjadi salah satu bagian dari kami. Cepat lari Rach, Cepat!" ucapnya lagi dengan teriakan di akhir kalimatnya.
Rachel yang mulai tersadar dengan cepat berlari dari tempat itu, untuk sebuah perpustakaan bisa dikatakan terlalu banyak lorong dan gelap. Terdengar tawa anak-anak yang entah darimana datangnya, bau amis darah, dan hal-hal lain yang belakangan ini menjadi teman baiknya mulai kembali menemani sayangnya kedua sahabatnya tidak ada di sisi Rachel. Kali ini Rachel benar-benar merasa sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Answer Is ... MIDVILLE! (TERBIT)
HorrorRachel, Andy, dan Edwin. Tiga remaja penyuka misteri. Suatu hari, tantangan sepele membawa mereka dalam masalah. Masuk ke sebuah kota misterius bernama Halloween. Tak ada yang tau nama asli kota itu, sementara jalan keluar satu-satunya adalah dengan...