Biege

686 110 11
                                    

Dua hari yang lalu, Baekhyun nggak jadi mengajak keluarganya untuk bertemu keluarga Chanyeol. Itu sudah terlalu malam saat ia kembali dari rumah sakit mamanya.

Dan hari ini, rencananya Baekhyun akan mengajak papanya untuk pergi ke sana. Menentukan tanggal pernikahan mereka, ya, Baekhyun putuskan untuk tetap lanjut untuk menikah. Kebetulan ini juga hari libur, keluarga Chanyeol juga pasti ada di rumah.

Baekhyun jadi bingung, ini antara papa dan ayahnya Chanyeol, memang terlalu sibuk atau bagaimana? Sudah lama berlalu sejak saat Baekhyun mengaku hamil, dan sampai sekarang belum ada satu pun yang mau memulai pembicaraan mengenai solusi yang harus diambil. Atau.... memang nggak ada yang perduli?

Kayaknya..... Iya!

Papanya nggak perduli.

Papanya nggak punya waktu.

"Tuhan... " lirih Baekhyun.

Dia berdiri mematung tepat di pintu rumah papanya. Tadi Baekhyun datang ke sini sendiri, lihat mobil papa parkir di depan, jadi dia tahu papanya ada di rumah. Baekhyun masuk begitu saja saat melihat pintu itu nggak dikunci, dan berakhir melihat papanya yang sedang asik berolahraga.

"Ya Tuhan," Berulang kali Baekhyun sebut nama Tuhannya, tangan sibuk meremas dada yang terasa nggak ada udara yang bisa masuk ke sana.

Bibir boleh saja memaki, tindakan pun sudah berkata 'mari mengakhiri'. Tapi tetap saja, melihat hal yang seperti ini, jauh di dalam hati Baekhyun merasa sedang dihukum mati.

Di depan sana, dalam ruang keluarga yang terlihat jelas dari pintu utama. Dengan mata kepala Baekhyun sendiri, dia melihat papanya sedang menghentak dalam-dalam miliknya pada kepunyaan Mita.

Ya ampun! Itu papanya, orang yang dulu pernah berbagi tawa dan canda dengan dirinya. Orang yang pernah berbagi kisah dan kasih dengan mamanya. Orang yang dulu ingin dia cintai sampai akhir hayatnya. HEI ITU PAPANYA!!! bajingan gila yang sungguh tega membuat gila manusia lainnya.

"Bangsat... Kenapa nggak pilih mati aja dari pada jadi orang kayak gini?!" ucap Baekhyun pelan. Bahkan orang di depan sana nggak sampai dengar.

Ya, papanya sudah nggak perduli.

Baekhyun pikir dia nggak jauh lebih penting daripada kepuasan papa dengan penyihir macam Mita.

Seribu kata maaf yang papa bilang ternyata hanya omong kosong saja. Apa Baekhyun punya dosa besar di kehidupan sebelumnya, sampai sekarang dia dia dihukum sebegitu berat oleh Tuhannya? Pahamilah, seberapa pun dia mengucap ikhlas perihal papa, hatinya tetap sakit jika disuguhkan hal seperti ini secara nyata.

Baekhyun setia berdiri di sana, merekam dengan baik adegan ini untuk dia ingat selamanya. Dia bahkan nggak berniat beranjak atau menginterupsi adegan laknat itu. Yang Baekhyun lakukan hanya coba mengais kesadaran diri dalam kobar amarah, melakukan hal yang setidaknya akan berguna.

Baekhyun pening sekali lihatnya, hampir sepuluh menit dia berdiri dan menunggu di sana. Dan saat dia melihat badan keduanya bergetar samar disertai erangan nikmat, barulah ia berjalan masuk lagi. Dia bahkan nggak mau memberi waktu untuk keduanya berpakaian.

"Udah puas?" Baekhyun bertanya seakan dirinya baik-baik saja. Menurunkan pandangan agar tidak berlalu jelas melihat milik ayahnya.

Menjijikan sekali, Baekhyun bahkan dapat merasakan mual di perutnya.

Ke duanya tersentak. Reno bahkan refleks mendorong Mita agar turun dari pangkuannya. Tergesa menutupi diri yang memang sedang tidak lengkap berpakaian. Nggak jauh berbeda juga untuk Mita.

"Bee, sejak kapan kamu di situ?" Tanya Reno gelagapan.

"Sejak kau menikmati jalangmu."

Berujar santai, Baekhyun duduk di sofa yang bersebrangan dengan keduanya.

Warna Untuk Pelangi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang