Epilog

1.1K 111 20
                                    

Ibarat bunga rafflesia yang sudah tercium bau bangkainya. Seiring waktu berlalu, bahkan Mawar layu yang gugur pun sudah tumbuh tunas yang baru.

Begitupun dengan kehidupan Chanyeol dan Baekhyun. Semua kemalangan yang pernah menghampiri juga sudah berlalu.

Chanyeol menatap tajam Baekhyun yang sedang menangis tersedu-sedu. Lirihannya terdengar begitu pilu bagi siapa saja yang mendengar.

"Hiks.. Maaf kak.. T-tapi aku pengin banget hiks.. " di selah isakannya Baekhyun berkata. Membalas tatapan tajam Chanyeol dengan sorot memelas.

"Ya udah cepet buka bajunya kalo pengen." Chanyeol membalas datar.

"Hiks.. Nggak mau."

Chanyeol mendengus, " Ya udah jangan!"

Maka semakin keras tangisan yang Baekhyun keluarkan. Yang ada dalam pikirannya adalah bahwa Chanyeol sudah tidak mencintainya lagi. "Tapi aku pengen kak," jawab Baekhyun dengan suara parau.

Helaan napas berat terdengar. Chanyeol bersusah payah menekan emosinya. "Ya makanya buka cepetan!"

"Nggak mau!"

"Maunya apasih? Katanya pengen, suruh buka nggak mau!"

"Woy, anying." Suara lain terdengar menginterupsi. Dimana suara itu lebih ditujukan pada Chanyeol, dari seorang Arsean. "Tega banget lo sama adek gue, ya."

Dengusan Chanyeol terdengar, diiringi helaan napas yang lainnya. Mereka bertujuh sedang duduk di ruang keluarga rumah Chanyeol dan Baekhyun. Di mana Sean, Luhan, dan Diyo menatap jengah opera sabun di depan mereka. Sedang Kadek duduk gelisah dengan tampang tak enaknya.

"Tega apa lagi sih? Kan udah gue ijinin," ketus Chanyeol membalas Sean.

"Ya nggak gitu juga tampang lo kalo ngijinin, yang ada takut adek gue liat mata lo melotot gitu."

Chanyeol berdecak. Melirik sinis pada Sean lalu mencibir, "Lagian, ngadi-ngadi."

Maka Luhan menyahut tak terima. Melihat sahabatnya sudah sangat berantakan dalam tangisnya. "Itu juga mau anak lo kak. Bukan mau Baekhyunnya!"

Ah, benar. Di usia kandungan ke lima bulannya. Entah kenapa Baekhyun sangat mengidamkannya. Ingin merasakan usapan tangan Kadek di atas perutnya yang sedikit membuncit itu. Seharusnya itu bukanlah masalah besar, kalau saja Chanyeol tidak sedang sangat sensitif akibat kehamilan istrinya. Lagipula Chanyeol memang paling tidak bisa menahan rasa cemburunya terhadap Kadek, dan sialnya anaknya itu malah ingin merasakan tangan orang itu dan bukan dirinya saja. Alhasil beginilah jadinya, Baekhyun yang sangat mengidamkan-idamkan itu tapi tak enak melihat sorot tajam suaminya.

"Err... " Kadek akhirnya buka suara setelah lama terdiam. Dengan tak enak dia bertanya, "Jadi.. gimana? Itu--jadi?"

"Menurut?!" ketus Chanyeol. Melotot pada Kadek seolah ia adalah hal yang paling tidak disukainya di dunia. Rasa kesalnya pada laki-laki itu sungguh besar, meskipun ia sendiri tahu bahwa itu berlebihan. Karena memang di sini Kadek adalah pihak yang dibutuhkan, bukan yang membutuhkan.

"Kak Chanyeol," Diyo memanggil. Kali ini dia tidak bisa tetap diam, bibirnya sudah gatal ingin menghujat. Namun urung karena ngga mau memperpanjang urusan. Yang akhirnya dia katakan kalau "orang yang terlalu kesel sama orang lain saat istri lagi hamil. Nanti anaknya bisa mirip orang yang dikeselin itu."

Begitukan? Mitosnya.

Diyo juga nggak tahu benar atau tidaknya.

Tapi sepertinya Chanyeol percaya. Karena sedetik setelah kalimat itu keluar dari mulut Diyo, Chanyeol terlihat terkejut dengan mata yang lebih membulat dari sebelumnya. Ia bahkan langsung menarik tangan Kadek untuk diletakkan di atas perut Baekhyun, membuat kadek hampir tersungkur ke depan kalau saja tidak sigap menahan dirinya.

Warna Untuk Pelangi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang