Mauve

744 111 19
                                    

Basudewa Krisna pernah berkata: ketika pikiran mengejar hawa nafsu, ketenangan jiwa akan hilang seperti angin yang membawa kapal di atas air.

Ya, kurang lebih seperti itulah Reno. Dulu, dia berpikir tidak masalah menyukai Mita kalau dia bisa mengendalikan prilakunya. Lalu, saat ternyata Mita juga tunjukan ketertarikan yang sama. Reno pikir nggak masalah berhubungan dengannya asalkan Alia nggak tahu, semua akan baik-baik saja kalau bisa menyimpan rahasia dengan rapat.

Tanpa pernah Reno sadari, bahwa istrinya adalah perempuan yang teramat peka dengan keadaan. Alia mulai curiga saat sering kali memergoki Reno yang curi-curi pandang dengan Mita. Alia bahkan dengan mudah mengerti saat Reno selalu mencari kesempatan untuk dapat bersama dengan Mita, menggunakan Sean sebagai alasannya. Hingga sampai pada Alia yang jelas memergoki ciuman panas ke duanya. Saat itu kehamilan Alia masih di usia enam.

Waktu itu Alia menegurnya, mengingatkan dirinya bahwa ia sudah memiliki keluarga. Istri, anak pun sudah dua--bahkan mau tiga. Reno berkata 'iya', tapi di belakang Alia masih sama saja kelakuannya. Bahkan semakin parah saja.

Ibaratnya, Reno punya mawar, tapi juga tertarik pada tunas raflesia. Reno mencintai Alia, tapi juga ingin memiliki Mita.

Sampai di mana kandungan Alia menginjak bulan ke tujuh, waktu itu Alia mengamuk pada Mita yang kepergok melakukan hal terlarang bersama Reno. Alia melihat suaminya tanpa busana bersama perempuan lain di kamar mereka. Yang Reno pikir Istrinya sedang jalan-jalan bersama Baekhyun, ternyata balik ke rumah karena tas yang tertinggal. Dan putrinya itu menyaksikan, saat mamanya terdorong ke bawah karena Mita yang memberikan perlawanan. Reno ingat betul, putrinya hanya mematung menatap mamanya yang sudah berdarah-darah.

Dulu itu, pikirannya juga berkata bahwa nggak masalah membela Mita sekali saja asalkan Alia selamat nyawanya. Dia berusaha sekuat tenaga agar Mita dapat lolos dari kasus yang mungkin saja menjeratnya. Mengabaikan luka yang mungkin saja anak-anak dapat dengan kelakuannya.

Tapi sekarang, saat dia baru saja mengenang dan mengulang apa saja yang dia lakukan bersama Mita. Baru saja terlelap saat ada yang mengetuk pintu kamarnya. Kenapa jiwanya seperti terguncang saat pagi-pagi sekali dia terima sebuah amplop cokelat dengan surat cerai di dalamnya? Bahkan tanda tangan Alia tergores cantik di sana.

"Nggak mungkin...." Reno menatap horor lembaran kertas itu, tangannya bahkan bergetar samar, "...Alia."

Bergegas berlari ke dalam. Reno ingin segera memakai pakaian yang lebih pantas dan menemui Alia secepatnya.

Tapi saat masuk, pemandangan Mita yang terlelap di kasurnya seolah menambah beban yang dia rasakan. Reno tercekat, "Bodoh."

Untuk pertama kali setelah sekian lama, Reno merasa muak dengan wajah cantik itu. Atau apa karena tunas itu sudah mekar?  Bau busuknya jadi tercium kemana-mana. Reno menyambung langkah, berpakaian seperlunya dan segera keluar dari sana. Menuju rumah sakit, tempat di mana mungkin Alia sudah nggak lagi ada di sana.

"Alia...nggak. Maafin saya.." bisik Reno di setiap langkahnya.

🌈🌈🌈

Laptop itu masih menyala, menampilkan vidio yang kelihatan terjeda durasinya--tepat di tengah. Nggak ada kata lebih, sang pemilik laptop memaku pandangan pada layar, namun tatapan nampak hambar. Sedang satu tangan memegang selembar surat dengan getar.

Ya ampun, Devan! Makhluk apa sebenarnya yang kamu besarkan?! --batinnya.

Ah, bukan. Bahkan dirinya pun sekarang merasa jadi manusia rendahan.

"Akh.." merintih. Devan merasa denyut menyakitkan singgah di kepala dan dadanya.

"Yah--" Dera terlihat khawatir, ingin meraih suaminya. Tapi terhenti saat tangan itu terangkat, menghentikan.

Warna Untuk Pelangi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang