light blue

707 106 0
                                    

Mitosnya, Cinta pertama adalah cinta yang nggak akan pernah hilang dari kenangan setiap orang. Pertama kali jatuh cinta, pertama kali merasakan cemburu, pertama kali tahu arti rasa menggebu. Ada yang beruntung, sebab mampu menjadikan cinta pertama menjadi cinta terakhirnya, namun tak sedikit juga yang gagal menggapai impian hidup bersama sang cinta pertama, Sean salah satunya.

Dulu, saat Sean sedang labil-labilnya. Jarang ada di rumah karena suka haha-hihi dengan teman tongkrongan meski masih di batas wajar. Sean si anak nakal memilih menjatuhkan cinta untuk pertama kali pada teman sebangku saat duduk di bangku SMP, Mita.

Sean suka Mita si cantik paripurna, Anak pindahan di kelas dua entah dari mana. Yang namanya cinta, memang luar biasa efeknya. Sean si nakal saja bisa berubah karena sudah jatuh cinta. Mulai bertingkah aneh, suka tertawa kalau itu sama Mita. Hingga Sean berhasil dekat dan membawa Mita pulang untuk dikenalkan pada keluarga. Tanpa Sean tahu bahwa;

Cinta pertama juga bisa menyimpan senjata tajam di balik manisnya senyuman.

Meski nakal, cinta Sean pada Mita dulu itu sungguhan, murni tanpa paksaan. Makanya dia berani membawa Mita pulang. Sebegitu cinta dia pada sosok Mita, yang sayang, Sean ditikam dari belakang dengan hal mengerikan.

Dari Mita juga, Sean merasakan patah hati pertama yang terasa seperti empedu.

Namanya juga cinta pertama, kalau patah, tentu sakitnya luar biasa, apalagi itu juga karena papanya. Makanya, Sean nggak rela! membiarkan papa dan Mita bahagia sedang dia, ibu dan adiknya menderita. Lalu Sean fokus untuk membalas dendam, melakukan apa saja demi memuaskan perasaan. Tapi kok, semakin dibalas, Sean merasa semakin sakit dan salah. Apa karena dia sadar bahwa hati masih mengharap sosok Cinta itu?

Sekali lagi, namanya juga cinta pertama.

Dan itu....sudah berlalu. Berganti sosok yang baru.

"Cukup, cukup."

Sean mendorong pelan wajah Luhan. Bangkit dari rebahan, dan membersihkan seragamnya yang sedikit kotor.

"Nanti kita dikira main mesum di sekolah," lanjutnya.

Luhan gemas, mau mencium Sean lagi untuk menyalurkan perasaan membuncah di dadanya karena baru jadian, tapi Sean menahannya.

"Sekali lagi," rengek Luhan.

"Nggak di sini," kata Sean. "Gimana pun juga ini bekas kamar mandi. Banyak setannya."

"Iya, deh." Luhan cemberut. Sean ini nggak seru sekali.

Sean tersenyum, ganteng. Mengulurkan tangan ke Luhan agar mau digandeng. Tentu, nggak mungkin Luhan tolak.

"Yuk, aku anter ke kelas."

Jingkrak-jingkrak sudah perasaan Luhan, senang maksimal dia, ini pertama kali Sean yang mengantar dia ke kelas. Biasanya mah dia yang suka diam-diam mengantar Sean dari belakang.

Siapa sangka, Sean juga menikmati setiap perhatian yang Luhan berikan dalam diam. Sejak adiknya memberi informasi, Sean jadi sering memperhatikan Luhan. Cantik, nggak kalah dari Mita, lebih malah. Bedanya, dari Luhan, Sean jadi merasa berharga, dicintai sebegitu besar walau hanya sebatas diam-diam. Gemas karena Luhan nggak kunjung mengungkapkan perasaan, jadilah Sean yang nembak duluan, walaupun nggak romantis dan nggak modal.

"Sean, i love you."

Berjalan santai ke kelas, Sean menoleh pada Luhan yang masih ia gandeng tangannya.

"Sayang banget deh, aku sama kamu."

Berdeham. Sean bingung mau jawab apa. Di beri kalimat seperti itu secara langsung ternyata bisa bikin salah tingkah juga.

Warna Untuk Pelangi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang