SAILOR: 12

558 99 66
                                    

Ayah Joohyun sudah tersadar saat sore hari menjelang. Joohyun menyuapi ayahnya dengan telaten tanpa mengucapkan sepatah kata apapun begitu juga dengan sang ayah yang menerima suapan. Setelah selesai, Joohyun tak lupa mengelap mulut ayahnya dan memberikan segelas air putih. Setelah itu mereka bertatap.

"Joohyun"
"Waeyo abeoji, kenapa tidak pernah menceritakan mengenai hal ini pada Joohyun?" Lagi, air mata itu jatuh.

Ayahnya hanya bisa memberikan senyum pasrah dan mengelap air mata putri satu-satunya itu dengan ibu jarinya lalu mengusap kepala Joohyun.

"Karena aku tidak mau membuat putriku sedih, seperti ini" ayah masih tenang sambil tersenyum.

Joohyun malah semakin hilang akal dan menangis lebih kencang melihat ayahnya yang begitu santai menghadapi penyakitnya. Bahkan tangis Joohyun yang memekakkan ini seperti ayahnya seolah sudah pergi.

Ayah meraih putrinya dan mengusap punggung ringkih itu perlahan, sambil membiarkan Joohyun menangis di pelukannya.

"Sudah ya menangisnya? Ayahmu ini kuat, ia belum pergi, nak. Kenapa sudah menangis seperti ini? Hm?" Sungguh tidak ada lagi pengidap kanker yang lebih santai dari Ayah Joohyun.

Joohyun melerai pelukannya menatap ayahnya dalam dengan air mata tergenang.

"Appa"

Saat Joohyun ingin berkata, ada perawat yang masuk bertepatan dengan itu, sehingga Joohyun menunda perkataannya. Sang perawat mengambil nampan berisi piring dan gelas kotor untuk dicuci, tapi Ayah Joohyun memanggilnya.

"Sus, apakah aku bisa meminta makanan lagi?"

Raut wajah perawat itu sama bingungnya dengan wajah Joohyun. Apakah setelah tidak sadar beberapa jam, ayahnya jadi selapar itu?

"Anakku belum makan selama ia menjagaku di sini, apa boleh?"

Mata Joohyun membola sementara perawat itu tersenyum mengangguk. Joohyun tidak senang. Ia ingin menyela dan membatalkan permintaan ayahnya kepada sang perawat. Tapi ayahnya menepuk pelan tangan Joohyun.

"Putriku belum makan kan?"
"Ayah"
"Belum kan?" Akhirnya Joohyun mengangguk.
"Tolong ya sus, satu porsi makan malam untuk putri cantikku, nanti tambahkan saja biayanya pada tagihan rumah sakit" ayah berkata sambil tersenyum lalu perawat itu pergi setelah mengiyakan.

Joohyun masih dengan sorot mata tajamnya yang ia arahkan pada sang ayah.

"Kenapa nak? Makanan di rumah sakit ini tidak seburuk yang kau pikirkan kok, maka dari itu ayah memesankannya untukmu"

Joohyun masih terdiam sebelum ia berakhir mengambil nafas panjang dan membuangnya kasar.

"Bagaimana bisa ayah memikirkanku setelah ayah sendiri baru saja kembali dari kesadaran ayah? Tidak sadar kah ayah kalau penyakit ayah bisa mengambil ayah dariku kapan saja?"

Ayah lagi-lagi hanya tersenyum dan mengangguk mendengar celotehan putrinya.

"Melihat dirimu masih bisa berceloteh panjang memarahiku, artinya melewati makan siang tidak masalah ya, nak"

Joohyun hanya memutar matanya malas karena ayahnya selalu menghindari topik yang Joohyun maksud. Tidak lama perawat itu kembali dan membawa senampan makanan persis dengan yang ayahnya makan tadi. Interograsi dari Joohyun untuk ayahnya terpaksa terhenti.

Joohyun makan dengan tidak tenang. Satu suap masuk ke dalam mulut kecilnya. Satu lirikan juga pergi dar mata tajamnya ke arah ayahnya. Satu kali, dua kali, kali ke tiga.

"Sudah lah, Joohyun. Ayah tidak akan pergi meninggalkanmu dalam satu kali suap. Makanlah yang benar dan cepat habiskan sebelum dingin"

Joohyun kembali menarik nafas panjang dan membuangnya kasar. Tapi kali ini ia memilih menuruti perkataan ayahnya untuk fokus ke makanannya.

SAILOR MAN [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang