"Loh? Tadi gue lihat Hardi dari sini?"
Aku terpaku mendapati Kak Alia datang bersama Aiden. Tampaknya Kak Alia baru saja menjemput Aiden dari sekolah karena keponakanku –yang dulu menggemaskan sekarang menyebalkan— itu masih mengenakan seragam sekolahnyanya.
"Masa, sih? Enggak ada siapapun kesini."
Aku pura-pura sibuk. Sebenarnya, berbohong bukan kebiasaanku. Aku lebih memilih jujur meski menyakitkan daripada berbohong. Masalahnya, yang kuhadapi adalah Kak Alia! Kalau aku mengaku, aku tidak bisa membayangkan apa yang keluar dari mulutnya. Dia kan konservatif sekali, selalu mengelompokkan laki-laki dan perempuan. Dia sangat percaya kalau dua gender itu digabungkan hanya akan berbuat tidak senonoh.
"Ingat, Gi. Lo tuh udah gede."
"Apa sih lo, Kak?" balasku tidak suka.
"Tapi Hardi sering kesini?"
"Ya pernah lah Kak, dia sohib gue."
"Ngapain?"
Ya terserah Hardi dong mau ngapain di tempat gue!
"Menurut lo? Bantu gue packing orderan bisa, ngajak makan keluar bisa," jelasku mulai dongkol. Lagipula kenapa dia bertanya seperti itu kepadaku, dia juga sudah tahu Hardi teman dekatku.
"Lo pacaran sama dia?"
Aku mulai berdecak. "Kayaknya gue udah jawab berkali-kali ya," aku mulai menahan Aiden yang mulai berlari di dalam rumah. "Nggaaakkkkk boleehhhhhh," aku menahan sambil memeluknya.
"Mamaaaa!" Membuatnya berteriak begitu saja.
Aku melirik Kak Alia dengan pandangan penuh selidik. "Lo ngapain sering banget inspeksi ke sini akhir-akhir ini?" Memang tiga bulan terakhir, dia terlalu sering datang kesini. Mau menyibukkan diri untuk melihatku, alasannya. Sesuatu yang tak kupercayai sama sekali.
Aku menanggapi serangan Aiden dengan menahan tangannya. Walaupun dia baru kelas dua SD tetap saja tenaganya jika memukul orang sudah terasa sakit.
"Ya gue mau ngunjungin adek gue, masa harus lapor!"
Sudah kuduga dia tidak percaya padaku.
"Kak, ini tuh lingkungan kampung. Gue macam-macam ya langsung disikat orang sini."
Kak Alia mulai rese dengan wajahnya membuatku memutar bola mata dan mendengkus kesal. Selama ini aku selalu membuat track record bagus tanpa cacat satupun. Kenapa dia tiba-tiba begini? Ada apa dengan hidupnya? Kedua orang tua kami saja percaya sepenuhnya kepadaku.
"Yaudah kita mau ke Kokas bentar lagi. Lo siap-siap."
"Suka gini deh, gue kan lagi kerja."
"Lo cuma ngurus online shop aja sibuknya melebihi pejabat."
Aku benar-benar tersinggung dengan ucapannya. Mulutnya itu memang tidak bisa dikontrol, pasti ada syaraf yang berfungsi dengan baik antara menerima informasi dan berbicara di dalam dirinya! Hinaannya membuatku jengkel setengah mati. "Lo aja yang berangkat!" Aku mulai ngambek, malas menanggapi ucapannya tadi. Ya kenapa cuma online shop? Aku memang bukan dosen sepertinya, memangnya tidak boleh orang lain bekerja tidak sesuai standarnya?
Gianny, sabar!
"Sini, gue bantu packing biar cepet. Lo kan lamban."
Aku ingin sekali meneriakinya namun kuurungan karena menatap Aiden yang tengah tersenyum-senyum kepadaku. Aku menyerahkan beberapa packingan kayu yang belum sempat kukerjakan pada Kak Alia.

KAMU SEDANG MEMBACA
Allure | ✓
General FictionF-Universe #1 Gianny Andin Jovanca percaya bahwa sebenarnya perempuan dan laki-laki bisa 'hanya' sebatas sahabat. Setidaknya sampai Hardi datang kembali ke kehidupannya dan menawarkan sesuatu yang lain. Masalahnya bukan pada Hardi, tetapi pada dirin...