Part 19

14.9K 2.2K 114
                                    



Raja Ampat, 2014

Aku baru bangun dan mendapati kami masih berada di laut. Kapan sampainya sih? Katanya hanya empat jam perjalanan dari Sorong dengan kapal lambat? Aku melirik jam tanganku, masih tersisa satu jam lagi. Tetapi, badanku sudah mulai remuk karena perjalanan yang tak henti-hentinya. Aku menoleh ke arah sampingku, Ardityo dan Juli masih terlelap. Aku mengamati sebelah lagi, kemana Hardian?

Aku mengusap wajahku dan mengambil minum. Haus sekali.

Hardi baru kembali ke tempat kami, dia duduk di depanku. Aku mengerinyitkan dahi.

"Bagi dong!"

Aku menyerahkan minumku.

"Enak banget ngopi di atas. Kesana yuk?"

"Males."

"Mageran banget sih?" Dia menggerutu, kalau sudah diprotes begini, aku jadi makin malas.

Aku akhirnya mengikutinya dari belakang, tubuhku sedikit sempoyongan karena laju kapal yang menghantam ombak. Hardi menungguku di tangga. Dia mengulurkan tangan untuk membantuku, aku hanya menyambutnya saja. Aku segera naik, kepalaku sedikit pening, aku tadi muntah dua kali. Tak terbiasa naik kapal, jadinya mabuk laut. Badanku benar-benar tidak bisa diajak kompromi. Aku tidurpun karena antimo.

Aku menatap Hardi yang memerhatikanku.

"Kenapa lo?"

"Pusing, Di. Masuk angin kayaknya."

Dia menepuk pundakku. "Itu udah kelihatan pelabuhannya!" Mata sayuku menatap ke arah yang ditunjuk Hardi. Tetapi, badanku sudah keburu linglung.

"Di, gue balik ya? aduh mau muntah."

Hardi langsung mengecek suhu tubuhku dengan tangannya. "Enggak panas. Yaudah yuk?" Dia membantuku menuruni tangga, aku mengerjap-ngerjapkan mata dan bertumpu pada badannya.

"Bisa enggak?"

"Bisa."

***

"Tewas dia, Kak."

Kak Indy tertawa terbahak mendengar cerita Ardityo yang melapor kondisi badanku. Untung saja kami menginap di Waisai. Tidak perlu lagi menambah waktu perjalanan. Aku benar-benar sudah tidak kuat. Kami menumpang di rumah Kak Indy, bagian loteng kosong katanya. Kak Indy itu supervisor di tempat kami bekerja.

"Pusing banget gue," keluhku lagi.

Kak Indy menatap kami berempat. "Ini enggak apa-apa kalian sekamar?"

"Aku sama Hardi sih oke, kak. Paling mereka itu yang bisa mesum!" Aku menunjuk ke arah ardityo dan juliana. Membuat mereka meringis kepadaku.

Sebenarnya bukan kamar. Rumah Kak Indy ini ada dua lantai, satu lantai tempat keluarga beraktivitas. Lantai dua ada ruang lepas berbentuk loteng. Luas sebenarnya. Kami bisa membagi tempat antara laki-laki dan perempuan. Ada kamar mandinya lagi.

Kak Indy memasang tirai diantara ruang perempuan dan ruang laki-laki. Kami berempat mendapatkan kasur single. Aku sangat bersyukur Kak Indy mau menumpangi kami. Jadi bisa menekan sekali biaya perjalanan karena besok harus sewa boat untuk mengelilingi pulau-pulau.

Pasti menyenangkan.

Selesai memasang tirai dan mencoba buka tutup. Kami membiarkan ruangan itu menjadi lepas begitu saja. Aku menselonjorkan kaki dengan Hardi disampingku.

Allure | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang