Part 6

17.7K 2.5K 118
                                        

Jakarta, 2015

"Gimana?! Gimana?!"

Aku segera melepaskan tas dan masuk ke dalam kosannya. Aku mengabaikan tatapan Rian—sepupu Hardi yang terkesiap karena aku main masuk begitu saja ke dalam kamar mereka dengan kondisi dia tidak mengenakan baju. Hardi langsung menutup mataku agar tidak melirik ke arah Rian. Tangannya menarik lenganku agar duduk disampingnya. Kami berdua menatap laptop dengan gugup.

Mendapati jam menunjukkan pukul lima sore tidak membuat rasa gugupku meluntur. "Lama banget jam lima lewat lima belas, gue pingin pipis!"

Hardi tergelak dan menggelengkan kepalanya. "Gue yang harusnya deg-degan, Gianny."

"Kelamaan lo, gue udah deg-degan banget." Aku benar-benar frustrasi melihat jam. Kemarin Hardi baru saja menyelesaikan wawancara user yang diakui membuatnya pesimis untuk lolos. Hari ini pengumuman final apakah Hardi akan diterima atau tidak, setelah berbulan-bulan berjuang melakukan tes ini itu. Juga, hari ini aku akan mengetahui apakah Hardi akan meninggalkan kota ini atau tidak. Sebenarnya, aku lebih penasaran pada hal yang kedua.

Ardityo dan Juli masuk beberapa menit kemudian. Masih lima menit lagi! Mataku mengendar mencari keberadaan Rian yang menghilang entah kemana. Aku menatap Hardi yang masih tampak tenang dan menatap lurus ke depan.

"Lolos! Pasti lolos!" aku menenangkannya.

"Gue juga yakin gue lolos!"

Ardityo langsung menjitak kepala Hardi yang membuatku terkekeh. Tetapi, Hardi tak membalasnya, dia hanya menarik napas panjang dan diam menatap laptopnya. Aku menggerakkan kaki agar tidak terlalu gugup, menunggu detik demi detik yang terasa sangat lama. Kenapa waktu kalau ditunggu terasa sangat lama ya?

Hardi menoleh menatapku, tangannya terulur mengacak rambutku pelan. Tampaknya dia juga melihat kegugupanku. "Tenang aja. Gue pasti lolos!" ucapan Hardi itu membuatku menarik napas panjang, menatap ke matanya dan menganggukkan kepala. Aku juga yakin dia lolos. Dia orang yang sangat pekerja keras yang pernah kukenal.

"Tujuh belas enam belas!" aku menepuk bahunya beberapa kali untuk memintanya membuka website pengumuman kelulusannya. Sebenarnya Hardi sudah bekerja di perusahaan swasta yang mendistribusikan traktor. Tetapi, karena ingin memiliki hidup lebih aman, dia memilih berkarier di BUMN sehingga harus mengikuti rangkaian tes yang apabila kujalani cukup membuat gila.

Hardi membuka website dengan cepat, tulisan pengumuman tampak dimata kami berempat. Membuat kegugupan semakin menjadi.

Dia mengunduh berkas di halaman tersebut. Setelah terunduh, file terbuka otomatis di depan kami. Aku masih diam disebelahnya, sesekali melihat wajah Hardi yang tampak makin menegang. Dia bahkan menelan ludah beberapa kali.

Aku mencondongkan badan untuk melihat lima belas nama yang lolos itu.

"TUH KAN LOLOS!" teriakku cepat, aku menampar keras bahu Hardian hingga membuatnya berjengit. Senyum lebar menghiasi wajahku. Hardi menghela napas lega dan menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

"Gagal deh gue nikah muda." Aku melongo mendengar ucapannya.

"Sama siapa lo nikah? Punya pacar aja enggak!" yang dibalasnya dengan menyengir panjang.

Ardityo mulai memeluk Hardi dan mengucapkan selamat kepadanya. Setelahnya, ada Juliana gantian memeluk Hardi dan mengucapkan selamat. Aku segera menghindar saat dia akan meraihku.

"Enggak usah pake peluk-peluk!" tegasku menyodorkan tangan. Badanku remuk sekali karena belum tidur dari kemarin. Namun karena hari ini hari penting Hardi, aku tidak bisa absen dan beralasan cukup sibuk.

Allure | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang