Part 28

17.3K 2.3K 122
                                    


"Diiii..." aku masih mencoba membujuk Hardi dengan memasak kangkung. Fyi, Hardi bisa makan tiga kali nambah ketika aku masak kangkung dengan saos tiram apalagi ditambah dengan cumi.

"Mau kamu tambah masak kangkung satu kilo aku belum akan luluh," Tapi wajahnya tetap berseri ketika mencomot kangkung buatanku. Kadang-kadang dia sama saja denganku, lain dimulut lain diperasaan.

"Aku bisa hidup makan kangkung aja kayaknya, Gi."

"Bener ya? Tiap hari? Kangkung saos tiram, kangkung balado, bening kangkung, tumis kangkung, balik lagi ke awal?"

Hardi mendesah pelan mendengar omelanku yang membuatku semakin tertawa.

"Ayam kecapnya juga enak, makasih, Sayang."

"Aku enggak pernah tahu kamu se sweet ini sama pasanganmu?" Aku mulai komentar. Berkali-kali melihat Hardi dekat dengan perempuan, meskipun yang akhirnya jadian hanya Erlina membuatku tak pernah tahu bahwa Hardi memiliki sisi romantis, baik tindakan maupun ucapan. Karena ya, dia selalu menyebalkan di depanku.

"Selalu begini kok."

"Oh selalu begini."

"Sama kamu." Ralatnya cepat.

Aku tersenyum tipis dan kembali menambahkan ayam kecap ke dalam piringnya. "Dimakan dong, biar aku semangat masak setiap hari."

"Pasti."

Aku memang tengah dalam misi merayu Hardi agar mau melakukan keinginanku semalam. Satu-satunya cara agar kehendak kita dituruti oleh orang lain adalah membuatnya senang terlebih dahulu. Jadi setelah ini aku akan melancarkan serangan lain.

Setelah sarapan jam sepuluh pagi itu, Hardi mencuci piring sedangkan aku sudah santai menyandarkan diri di sofa. Hari ini, dalam misi berbaikan, kami mengosongkan jadwal satu sama lain hanya untuk ngedate atau pacaran.

Saat aku mengusulkan tadi malam Hardi tanpa berpikir panjang langsung mengiakan, tapi aku tahu dia hanya mengiyakan di depan orang tuaku. Sepanjang perjalanan kembali, dia memilih bungkam. Aku tahu dia marah, karena dia paling tidak suka menyertakan papanya di setiap urusannya.

Dia bergabung bersamaku setelah tugasnya selesai sedangkan aku merebahkan diri di bahunya sambil memeluk perutnya.

"Bisa-bisanya aku suka cewek manja kayak gini," Aku mengabaikan ucapannya dan tetap bergelayut manja di lengannya, aku rindu sekali padanya sebenarnya, tapi terlalu gengsi mengucapkannya.

Untungnya dia mengerti bahwa aku gengsian dan langsung mengelus rambutku dengan santai sampai aku ingin terlelap. Usapan Hardi di kepalaku memang bukan main-main, lebih parah dari lagu lullaby.

"Di?"

Hardi mencium puncak kepalaku. "Ih wangi banget." Komentarnya. Kemudian mencium lagi. "Banyak ketombenya, ihhh."

Nah kam, dia kembali menyebalkan.

Aku langsung menjauhkan diri dari Hardi. "Ih! Masa sih?!" Aku tak pernah memiliki masalah rambut, baik rontok maupun ketombe, rambutku sehat dan bervolume. Bisa-bisanya Hardi memprotesnya di depan wajahku.

Dia tertawa puas. "Enggak ada. Bercanda."

Aku merengut dan kembali meraih lengannya untuk kembali menyandarkan diri disana. "Di? Hardian?"

"Apa?"

"Mau ya?"

"Enggak, Gi."

Aku langsung bungkam. "Masa mantanmu direstui, aku enggak direstui."

Allure | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang